Imam As-Suyuthi; Sang Pencinta Ilmu dan Kepiawaiannya dalam Berkarya
Majalahnabawi.com – Dalam dunia pesantren, tentunya nama Imam As-Suyuthi itu tidaklah asing. Ia merupakan seorang ulama besar yang mana karyanya memenuhi berbagai sudut perpustakaan di banyak pesantren, khususnya yang ada di Indonesia ini.
Imam Abdur Rahman As-Suyuthi dilahirkan tepatnya pada tahun 849 H di daerah As-Suyuth atau Al-Asyuth yang mana itu merupakan sebuah kota kecil di dataran tinggi Mesir. Laqob beliau adalah Jalal al-Din, sedangkan kunyah-nya adalah abu al-Fadhl.
Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kepadanya kemudahan untuk meraih ilmu sejak kecil serta memiliki kecerdasan di atas rata-rata, dengan lingkungan yang kondusif. Beliau hidup di lingkungan keluarga yang kental dengan nuansa ilmiahnya.
Beliau merupakan sang pencinta ilmu, yang sangat mendalami bidang-bidang ilmu yang beragam. Hal ini tentunya membekaskan pengaruh yang besar dalam aspek luasnya wawasan dan penguasaan ilmiah beliau sehingga mampu melahirkan beratus-ratus karya ilmiah.
Kalau saja bukan Imam As-Suyuthi yang mengatakan mungkin orang akan menganggapnya sebuah kesombongan. Tapi karena yang mengucapkan seorang ‘alim yaitu Imam As-Suyuthi, maka orang pun memberikan penilaian, bahwa sikap itu tak lain hanyalah sebuah ungkapan dari “Tahadduts bin-Ni’mah”.
Bagaimana tidak? ketika Imam Ibnu Malik dalam muqoddimah “Alfiyyah” mengatakan:
فَائِقَةً اَلْفِيَةَ ابْنِ مُعْطِي
“Alfiyyah-ku ini mengalahkan Alfiyyah- nya Ibnu Mu’thi”
Lantas Imam As-Suyuthi pun tidak mau kalah tentunya, beliau langsung mengarang kitab “Alfiyyah” tandingan dan mengatakan:
فَائِقَةً اَلْفِيَةَ ابْنِ مَالِكِ
“Alfiyyah-ku ini mengalahkan Alfiyyah-nya Ibnu Malik”
Kemudian ketika Imam Abdur Rohim Al-Iroqi mengarang Nadzom Alfiyyah yang mengupas ilmu Hadis, Imam As-Suyuthi pun tidak mau ketinggalan, ia juga mengarang Nadzom Alfiyyah yang juga berisi tentang ilmu Hadis. Dalam muqoddimahnya Imam As-Suyuthi mengatakan:
وَهَذِهِ اَلْفِيَةٌ تَحْكِى الدُّرَر مَنْظُوْمَةٌ ضَمَنْتُهَا عِلْمَ الْأَثَر
فَائِقَةً اَلْفِيَةَ الْعِرَاقِي فِي الْجَمْعِ وَالْاِيْجَازِ وَاتِّسَاقِ
“Alfiyyah saya ini, merupakan intan permata”
“Berupa irama nadzom yang berisikan ilmu atsar”
“Mengalahkan alfiyyah-nya Al-iroqi”
“Lebih komplit pembahasannya, simple serta berurutan”.
Bukan hanya sekali dua kali saja Imam As-Suyuthi menonjolkan kelebihan dan kepiawaiannya. Bahkan hampir semua kitab Imam As-Suyuthi selalu diawali dengan ungkapan rasa percaya diri (PD) yang luar biasa.
Coba simak statement Imam As-Suyuthi dalam muqoddimah kitab Al-Asybah wan Nadzoir berikut ini:
اِذَا تَأَمَّلْتَ كِتَابِيْ هَذَا عَلِمْتَ اَنَّهُ خُلَاصَةُ عُمْرٍ وَزُبْدَةُ دَهْرٍ حَوَى مِنَ الْمَبَاحِثِ الْمُهِمَّاتِ وَاَعَانَ عِنْدَ نُزُوْلِ الْمُلِمَّاتِ وَاَنَارَ مُشْكِلَاتِ الْمَسَائِلِ الْمُدَلْهِمَاتِ
“Ketika kamu merenungkan kitabku ini niscaya akan tahu, kitab ini merupakan intisari karya seumur hidup dan rangkuman ilmu sepanjang masa, berisikan bahasan-bahasan penting, memberikan pertolongan ketika muncul masalah yang mendera dan akan menerangi lorong-lorong masalah yang gelap”.
Tak henti-hentinya Imam As-Suyuthi melemparkan sensasi tentang kepiawaiannya. Dalam buku yang berjudul Rahasia Sukses Fuqoha karya ustadz M. Ridlwan Qoyyum Said diceritakan bahwa pernah suatu ketika ia memproklamirkan diri sebagai seorang mujtahid.
Dan berita ini pernah menggemparkan penduduk Mesir.
Kemudian, beratus-ratus ulama pun melayangkan surat yang berisi berbagai permasalahan kepada Imam As-Suyuthi untuk dijawab dengan ijtihad-nya. Namun demikian ternyata beliau tidak juga mencabut pengakuannya yang kontroversial itu. Ia hanya mengatakan:
“Bukannya aku tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, namun aku disibukkan oleh banyak urusan”.
Imam As-Suyuthi memang merupakan sosok alim yang percaya diri, selalu berbusa-busa dan penuh kejujuran intelektual. Hingga pada suatu saat, Ia pernah memberikan pengakuan: “Semua Fan ilmu aku kuasai, namun aku lebih suka memikul gunung dari pada belajar Ilmu Faroidl’ /Hisab”, Mungkin maksudnya ialah Imam As-Suyuthi merasakan kesulitan ketika mempelajari Ilmu Hisab.
Imam As-Suyuthi menghabiskan seluruh waktunya untuk mengajar dan berkarya (menulis). Beliau wafat disebabkan sakit tumor ganas di lengan kiri beliau. Ada juga yang mengatakan beliau jatuh kemudian terbaring sampai tujuh hari hingga akhirnya beliau menutup usia pada malam Jumat, 19 Jumadil Ula’ 911 H / 17 Oktober 1505 M.
Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya, saling merasa unggul itu justru melahirkan sesuatu yang positif bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan berkembangnya peradaban Islam pada masa lalu.
Dan kita tidak perlu menduga-duga (negative thinking) terhadap ulama, alangkah baiknya kita berusaha untuk bersikap husnuzan saja, bahwa apa yang mereka tunjukkan itu merupakan bentuk implementasi dari salah satu ayat yang berbunyi:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” (Q.S. Al-Baqarah {2}: 148)
Yaitu berlomba-lomba melahirkan karya yang bermanfaat bagi seluruh umat.