Kitab Hadis Arba’in Karya Syekh Hasyim Asy’ari
Majalahnabawi.com – KH. Hasyim Asy’ari lahir pada Selasa Kliwon, 24 Zulkaidah 1287 Hijriah, bertepatan dengaan tanggal 14 Februari 1871 Masehi, di pesantren Gedang, Tambakrejo, Kabupaten Jombang. Beliau merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara, putra dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Empat istrinya bernama Khadijah, Nafisah, Nafiqah, dan Masrurah. Salah seorang putranya, Wahid Hasyim adalah salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama, sedangkan cucunya, Abdurrahman Wahid, menjadi Presiden Indonesia. Beliau memiliki gelar Hadlratussyaikh yang berarti Maha Guru dan telah hafal al-kutubus al-sittah. Beliau wafat pada 7 Ramadhan tahun 1366 H/ 21 Juli 1947 M.
Riwayat Pendidikan
KH. Hasyim Asy’ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kiai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren wilayah Jawa termasuk beliau berguru kepada Syekh Khalil Bangkalan. Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy’ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Imam Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz al-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin al-Aththar, Syekh Ibrahim al-Arabi, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmahullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas al-Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Husein al-Habsyi, Syekh Shata, dan Syekh Dagistani.
Di Mekah, KH. Hasyim Asy’ari belajar di bawah bimbingan Syekh Mahfudz dari Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih al-Bukhari di Mekah. Beliau mendapatkan ijazah langsung dari Syekh Mahfudz untuk mengajar Sahih al-Bukhari, di mana Syekh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini.
Selain belajar hadis, beliau juga belajar tasawuf dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. KH. Hasyim Asy’ari juga mempelajari fikih mazab Syafi’i di bawah asuhan Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang ilmu falak, ilmu hisab, dan aljabar. Karena keilmuannya dinilai sudah mumpuni, KH. Hasyim Asy’ari dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh ulama Indonesia lainnya, antara lain Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib al-Minakabawi. Di Mekah, KH. Hasyim Asy’ari memiliki banyak murid dari berbagai negara. Beberapa muridnya, antara lain Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India), Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Mekah), serta al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria). Kemudian murid dari tanah air, antara lain KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH.R. Asnawi, KH. Dahlan, serta KH. Bisri Syamsuri, dan KH. Shaleh.
Karya-karya
Karya beliau berjumlah 21 kitab, di antaranya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ati al-Arham wa al-‘Aqarib wa al-Ikhwan, Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdhah al-Ulama’, Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah, Mawai’idz, al-Durar al-Muntashirah fi Masa’il Tis’a Asyarah, Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Jam’iyyah Nahdlah al-‘Ulama’, al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin.
Latar Belakang Penulisan Kitab Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Jam’iyyah Nahdlah al-‘Ulama’
Latar belakang penulisan kitab ini berkaitan dengan didirikannya organisasi Islam Nahdlatul Ulama di Nusantara yang berasaskan pada 40 hadis ini. Di mana saat itu kondisi keagamaan dan sosial sangat memprihatinkan. Munculnya kelompok pembaharu Islam yang terus mencela praktik-praktik keagamaan yang telah diwariskan para wali songo dan ulama dahulu dianggap sebagai bid’ah, tahayul, dan khurafat, serta mencela pola bermazhab (taqlid) kepada ulama yang lebih kredibel dari segi pengetahuan dan pengalamannya, karena menurut mereka hal itu menyebabkan stagnasi umat Islam yang jumud dan tidak berkembang. Mereka menggelorakan ajakan pemurnian Islam supaya kembali kepada al-Quran dan hadis secara langsung yang mana menurut mereka hal tersebut dapat mengantarkan pada pembaharuan Islam yang maju dan modern. Dari segi sosial munculnya kolonialisme Belanda dan Jepang yang menyebabkan masyarakat Indonesia menderita dan hina, guna memperkuat ikatan persatuan, membangkitkan semangat, rasa senasib, dan cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka.
Isi Kitab Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Jam’iyyah Nahdlah al-‘Ulama’
Kitab hadis Arba’in karya KH. Hasyim Asy’ari berisi nukilan dari kitab-kitab mu’tabar (otoritatif), baik yang kanonik (al-kutub al-sittah) maupun non-kanonik (selain al-kutub al-sittah). Kitab ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tema besar sebagai berikut:
- Dakwah/amar ma’ruf nahi munkar sebanyak 7 hadis
- Kepemimpinan sebanyak 2 hadis
- Ibadah sebanyak 4 hadis
- Keharusan mengikuti sunnah Rasulullah dan Khulafaurasyidin sebanyak 4 hadis
- Akhlaq sebanyak 19 hadis
- Persatuan sebanyak 4 hadis
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Nahdlah al-‘Ulama’ setelah dilakukan penelitian terkait dengan sanad, dapat diperinci sebagai berikut:
- Hadis sahih baik sanad maupun matan berjumlah 31 hadis
- Hadis yang matannya sahih tapi sanadnya dhaif, namun kedhaifannya bisa terangkat menjadi hadis hasan li ghairihi karena banyaknya syawahid (sanad pendukung) berjumlah 4 hadis yaitu hadis nomor 11, 19, 36 dan 39.
- Hadis yang matannya sahih tapi sanadnya dhaif dan tidak bisa terangkat menjadi hasan li ghairihi berjumlah 3 hadis, yaitu hadis nomor 7, 15 dan 29
- Hadis dhaif karena sanadnya terputus (munqathi’), yaitu hadis nomor 32 yang berstatus mauquf dan nomor 33 yang berstatus maqthu’.