Pernikahan Dapat Menghapus Dosa Zina, Benarkah?
Majalahnabawi.com– Zina adalah salah satu dosa besar dalam Islam yang tidak hanya merusak hubungan antara individu dan Allah, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial serta moralitas masyarakat. Banyak yang berpikir bahwa menikah dengan pasangan yang terlibat dalam zina dapat menghapus dosa tersebut. Tapi benarkah demikian? Apakah pernikahan benar-benar bisa menjadi jalan untuk menghapus dosa besar seperti zina? Berikut penjelasannya dan panduan cara bertaubat dari zina menurut ajaran Islam.
Pernikahan: Awal Pertaubatan, Bukan Penebusan Dosa
Dalam kajian Gus Baha, beliau menekankan bahwa menikah dengan seseorang yang sebelumnya terlibat dalam zina bukanlah cara untuk menghapus dosa zina tersebut. Pernikahan dapat menjadi awal dari pertaubatan, tetapi bukan berarti pernikahan secara otomatis menghapus dosa yang telah dilakukan.
Pernikahan dalam hal ini berfungsi sebagai sarana untuk memperbaiki diri dan keadaan yang rusak akibat dosa tersebut. Gus Baha menjelaskan bahwa pernikahan adalah langkah pertama dalam memperbaiki kesalahan, tetapi tetap harus disertai dengan taubat yang tulus dan penuh penyesalan.
Cara Bertaubat dari Zina
Dalam Islam hukuman bagi pelaku zina berbeda tergantung pada status mereka. Bagi pelaku zina yang sudah menikah (muhsan), hukuman yang dijatuhkan adalah rajam, yaitu dilempari batu hingga mati. Sedangkan bagi pelaku zina yang belum menikah (ghayr muhsan), hukuman yang diberikan adalah cambuk seratus kali, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dera.” (QS. An-Nur: 2)
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. menceritakan tentang seorang wanita yang pernah berzina dan kemudian dihukum rajam. Nabi Saw. menyatakan:
“Dia telah bertaubat dengan taubat yang jika dibagi kepada tujuh puluh orang dari penduduk Madinah, maka akan mencakup mereka.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa hukuman atas zina bisa menjadi bentuk taubat yang menghapus dosa, karena hukuman tersebut adalah penyesalan nyata dan pengakuan terhadap kesalahan yang telah dilakukan. Namun, jika hukuman tidak dijalankan, taubat sejati tetap menjadi jalan untuk mendapatkan pengampunan Allah.
Langkah Taubat dari Zina
Jika hukuman had tidak diterapkan, dosa zina tetap dapat dihapus dengan taubat yang tulus dan ikhlas. Berikut tiga langkah utama dalam taubat dari zina, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Attiyah Saqr dalam kitab Fatawa wa Ahkam lil Mar’ah al-Muslimah:
1. Meninggalkan Perbuatan Dosa
Seseorang yang ingin bertaubat dari zina harus benar-benar menghentikan perbuatan tersebut dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
2. Menyesali Perbuatan Zina yang Telah Dilakukan
Penyesalan adalah tanda bahwa seseorang merasa bersalah dan ingin kembali ke jalan yang benar. Tanpa penyesalan, taubat tidak akan diterima.
3. Memiliki Niat dan Tekad yang Kuat untuk Tidak Mengulangi Perbuatan Zina
Taubat yang diterima Allah adalah taubat yang disertai dengan tekad yang kuat untuk tidak kembali melakukan dosa yang sama.
وإذا لم يقم الحد على الزاني – وهو مستعد له راض به ، فلا يغفر الذنب إلا بالتوبة النصوح ، القائمة على الإقلاع عنه والندم عليه ، والعزم الأكيد على عدم العود للعصيان ، وطلب العفو والسماح ممن اغتصبها بغير رضاها ، إذا حدث ذلك يرجى أن يغفر الله هذا الذنب
Dan jika hukuman had tidak dilaksanakan kepada pelaku zina—padahal ia bersedia dan ridha menerimanya—maka dosa tersebut tidak akan diampuni kecuali dengan taubat nasuha, yang terdiri dari meninggalkan perbuatan dosa, menyesalinya, memiliki tekad yang kuat untuk tidak mengulanginya, serta meminta maaf dan pengampunan dari orang yang ia zalimi tanpa kerelaannya. Jika semua ini dilakukan, diharapkan Allah akan mengampuni dosa tersebut .
Dengan demikian, pernikahan tidak dapat secara otomatis menghapus dosa zina, tetapi dapat menjadi awal dari proses pertaubatan. Menurut ajaran Islam, dosa zina hanya dapat dihapus melalui taubat yang tulus dan ikhlas, yang mencakup tiga langkah utama yaitu berhenti dari perbuatan dosa, menyesalinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Hukuman yang sesuai dengan syariat juga dapat menjadi bentuk penebusan dosa jika dilaksanakan. Oleh karena itu, pernikahan lebih berfungsi sebagai langkah perbaikan diri, sementara penghapusan dosa tetap memerlukan taubat yang sungguh-sungguh kepada Allah. Wallahu a’lam.