Tips Mudik Syar’i
Fenomena lebaran di Indonesia tak lepas dengan mudik yang sudah menjadi tradisi muslim Indonesia. Tentu terlalu berharga untuk dilewatkan berkumpul, pulang ke kapung halaman jumpa dengan sanak keluarga. Menikmati suasana kapung halaman, bercerita dan canda tawa dengan saudara yang selama ini terpisah oleh jarak, siapa yang tidak mau?
Maka dari itu momen mudik menjelang lebaran adalah kesempatan yang dinanti muslim Indonesia tiap tahunnya. Segala kebutuhan perjalanan akan disiapkan sebagai bentuk antisipasi segala kesulitan yang didapat selama perjalanan mudik.
Dalam riwayatnya, Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah pernah Bersabda. “Safar itu separuh dari siksaan, seseorang dari kalian akan terhalang untuk tidur dan makan…” (H.R. al-Bukhari).
Potongan hadis tersebut begitu relevan dengan fenomena yang terjadi saat musim mudik tiba. Bagaimana tidak, seseorang rela menempuh perjalanan jauh dalam keadaan lapar dan haus, terlebih mereka harus merasakan sesaknya jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan demi melepas kerinduan dengan kempung halaman.
Dalam syariat islam, setidaknya terdapat beberapa tips yang diajarkan oleh Rasulullah untuk para calon musafir, sehingga sahabat muslim tidak perlu khawatir jikalau terdapat kesulitan saat kegiatan tersebut berlangsung.
Jadi, bagi kawan muslim yang sudah terbiasa atau yang memiliki rencana untuk mudik tahun ini, yuk simak tips mudik ala Rasulullah.
1.Berpamitan Dengan Sanak Keluarga.
Mudik tidak akan bermakna jika tidak mendapat restu dari sanak keluarga, terlebih jika yang melakukannya ialah perempuan dengan status sebagai istri, maka restu dari mereka sangat dibutuhkan, dengan tujuan saling mendoakan.
2.Berdoa
Tahukah kalian bahwa doa seorang musafir terhitung mustajab, jadi jangan sampai hal tersebut terlewatkan.
Adapun doa saat hendak melakukan safar ialah:
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ * وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ والتَّقْوى، ومِنَ العَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، والخَلِيفَةُ فِي الأهْلِ، اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكآبَةِ المَنْظَرِ، وسُوءِ المُنْقَلَبِ فِي المَالِ والأهْلِ
3. Berdzikir Saat Perjalanan Berlangsung
Adapun salah satu bentuk dzikir yang diucapkan Rasullah yaitu saat kendaraan dalam posisi menanjak dan menurun, adapun yang harus diucapkan ialah:
كُنَّا إذَا صَعَدْنَا كَبَّرْنَا، وَإذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا
“Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” (H.R. al-Bukhari)
4. Bawa Bekal Yang Cukup
Dalam kitab Nurul Huda wa Dzulumat ad-Dilal fii Dhau I al-Kitab wa as-Sunnah disebutkan bahwa diharuskan seseorang untuk membawa bekal yang cukup, menurut Ibnu Umar dalam mentafsirkan potongan ayat surat al-Baqarah ayat 197:
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
Dalam kalimat tazawwadu yang bermakna bawalah bekal tidaklah cukup hanya materi saja. Namun bekal yang paling penting disini ialah bekal ketakwaan.
5. Diutamakan Safar Hari Kamis
Disebutkan dalam kitab Al-Adab asy-Syar’iyyah karangan Ibnu Muflih, bahwa Rasulullah tidaklah pernah pergi bersafar kecuali pada hari Kamis.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ إلَى غَزْوَةِ تَبُوكَ وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ
“Nabi Saw keluar pada hari kamis saat perang Tabuk dan beliau suka keluar (bepergian) pada hari kamis”
6. Utamakan Sholat
Dalam perjalanan yang amat penat, ada sebagian musafir rela menggugurkan kewajiban shalat demi mempercepat perjalanan, padahal shalat merupakan ibadah wajib yang tak boleh digugurkan begitu saja, sehingga munculah istilah rukhsah dalam safar, guna memberikan keringan untuk beribadah tatkala sedang bersafar.
Dalam kitab Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu karangan Wahbah Az-Zuhaili menyatakan bahwa terdapat beberapa rukhsoh saat perjalanan panjang. Seperti shalat jama’ dan qashar, diperbolehkan membasuh moza selama tiga hari, membatalkan puasa.
Mayoritas muslim yang melakukan shalat jama qoshor sebagai rukhsah dalam perjalanan, kemudian apakah menggabungkan sholat jama’ dan qoshor lebih utama dari pada melaksanakan jama’ saja?
Ternyata bagi kalangan pengikut Malikiyah menganggap kedua rukhsoh tersebut dijadikan sebagai suatu ibadah sunnah muakkad yang sangat dianjurkan, dikarenakan Rasulullah sering melakukan ibadah tersebut. Seakan-akan tak lengkap rasanya melakukan shalat jama’ jika tidak dibarengi dengan sholat qoshar.
Adapun menurut pengikut Syafiiyah menganggap qashar sebagai bentuk pilihan, sedangkan bagi kalangan Hanabilah mengqashar lebih utama dari pada tidak.
Setelah itu bagaimana kasusnya dengan orang yang berpuasa, mana yang lebih utama, apakah meneruskan puasa atau membatakalkannya?
Bagi mayoritas ulama menganjurkan untuk meneruskan puasa alias tidak dibatalkan karena sesuai dengan kutipan ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 184 yang berarti “dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Jadi, bagi kalian yang ingin mudik tahun ini lakukanlah tips-tips diatas agar perjalanan kalian selamat sampai tujuan dan menjadi ladang pahala.
Wallahu a’lam bishowab.