Wakaf Produktif Solusi Kesejahteraan Sosial
Permasalahan ekonomi di Indonesia sudah merajalela. Akibatnya juga menjalar terhadap pendidikan dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan ini masih saja belum membuahkan hasil yang secara nyata menyejahterakan rakyat. Maka apakah ada solusi alternative untuk hal itu?
Dalam agama islam kita mengenal istilah waratsah dan wakaf. Keduanya merupakan upaya penjagaan harta. Waratsah dalam kitab fikih biasa disebut dengan Faraidl, Imam Taqiyuddin Asy- Syafi’I mendefinisikan : al- Fardhu nashibun muqaddarun syar’an li mustahiqqihi. Faraidl adalah jamak dari fardlu yang artinya secara syariat adalah bagian yang dikirakan bagi seorang mustahiq ( yang berhak atas harta peninggalan orang yang meninggal ).
Sedangkan wakaf sendiri dalam syariat islam diartikan sebagai Habsu Maalin Yumkinu al-Intifa’ bihi ma’a baqa’i ‘ainihi mamnu’un min al-Tasharrufi fi ‘ainihi. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk umum dengan tidak mengurangi nilai harta tersebut untuk mendekatkan diri pada Allah Swt.
Sekilas dari dua definisi itu bisa dipahami bahwa waris atau faraidl merupakan upaya pengelolaan harta dengan kepemilikan individual, sedangkan wakaf sendiri adalah jalan kepemilikan harta bersifat pada kepemilikan umum atau manfaat umum. Wakaf yang sifatnya adalah harta yang diberikan sebagai sarana taqarrub ila Allah bisa memberikan kemanfaatan terhadap orang lain atau umum.
Secara umum tidak ada ayat yang menjelaskan tentang wakaf produktif namun wakaf produktif ini disandarkan pada infaq fi sabilillah. Wakaf produktif ini diupayakan agar bisa menjadi amal jariyah bagi waqif. Sebagaimana hadits Nabi dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda :
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، وعلم ينتفع به، وولد صالح يدعو له
Dari Abu Hurairah Ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : Apabila manusia meninggal dunia, putuslah pahala semua amalnya, kecuali tiga macam amal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang telah mendo’akan kedua orang tua ( H.R. Tirmidzi wa an-Nasa’i)
Hadits tersebut menjelaskan tentang amal-amal manusia yang masih bisa mengalir selepas ia meninggal, salah satunya adalah amal jariyah dalam hal ini bisa dipraktikkan dalam bentuk wakaf produktif.
Praktik wakaf sendiri sebenarnya sudah sudah berkembang luas pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah dan seterusnya, banyak orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf , dan wakaf tidak untuk orang-orang faqir miskin saja namun menjadi modal untuk membangun Lembaga pendidikan, membangun perpustakaan, membayar gaji para stafnya dan bahkan untuk beasiswa.
Di Indonesia sendiri terdapat wacana perwakafan berkembang di beberapa pengkaji, diantaranya adalah wakaf produktif dalam bentuk bidang tanah. Wakaf ini difungsikan untuk membantu pihak-pihak yang membutuhkan, bisa berbentuk tanah yang akan dijadikan ladang perekebunan atau bahkan persawahan yang hasilnya akan digunakan sebagaimana tujuan wakaf. Wakaf sawah salah satunya dapat memberi ruang kepada petani untuk bekerja dan memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Wakaf produktif ini bisa juga dikaitkan dengan pemikiran Fikih Sosial yang diusung oleh KH.MA. Sahal Mahfudh. Ciri pertama dari fikih sosial adalah kontekstualisasi teks-teks fikih. Kontekstualisasi ini berusaha memaknai fikih agar sesuai dengan konteks ( ruang dan waktu) yang dihadapi.
Bersama dengan perkembangan zaman maka konsep praktik fikih yang bersifat sosial bisa dikembangkan. Jika praktik wakaf yang ada pada zaman dahulu adalah wakaf masjid, maka untuk masa sekarang bisa dikembangkan lagi menjadi wakaf tanah untuk wakaf produktif. Karena hal ini juga merupakan upaya penstabilan ekonomi rakyat terutama dari kalangan menengah ke bawah yaitu para petani. Sehingga dengan wakaf produktif yang dikonsep dan dikelola dengan baik sesuai aturan islam maka dapat menjadi sarana Taqarrub ila Allah sekaligus mewujudkan kesejahteraan sosial.
Wallahu a’lam bishowab.
Sumber :
- Kifayah al-Akhyar karya Taqiyyuddin As-Syafi’i
- Mengembangkan Fikih Sosial KH.MA. Sahal Mahfudh