Bolehkah Menggabungkan Dua Ibadah Dalam Satu Waktu?
Menggabungkan dua ibadah dalam satu waktu seringkali menjadi pertanyaan dikalangan masyarakat. Lantas bagaimanakah hukumnya?
Kaidah Fiqhiyyah
إذا اجتمعت عبادتان من جنس واحد تداخلت أفعالهما، واكتفي عنهما بفعل واحد إذا كان المقصود واحدا
“ketika ada dua ibadah yang sejenis berkumpul dalam satu waktu maka mengerjakan salah satunya cukup apabila keduanya tidak berbeda tujuan”
Kaidah diatas adalah bagian dari kaidah penting yang dirumuskan oleh ulama’ usul, guna untuk meringkas beberapa amaliah ibadah dalam waktu satu waktu. Dengan Syarat, Ibadah tersebut satu jenis dan tujuan yang sama.
Kaidah Lain
اذا اجْتمع أَمْرَانِ من جنس وَاحِد وَلم يخْتَلف مقصودهما دخل أَحدهمَا فِي الآخر غَالِبا
“Apabila ada dua perkara yang satu jenis serta maksud dari keduanya juga sama. maka salah salah satunya memasuki yang lainnya.”
Maksud dari ‘satu jenis’ dalam kaidah tersebut ialah jenis ibadahnya harus sama. seperti puasa dengan puasa, sholat dengan sholat, Thoharah dengan Thoharah.
Maka jika jenis ibadah tersebut sama, boleh bagi kita untuk menggabungkan beberapa ibadah dalam satu waktu. Dengan syarat menyertakan niat didalamnya.
Misalnya, ada seseorang berniat puasa sunah di ayyamul bidh (puasa tiga hari tanggal 13,14,15 pada bulan Hijiryah), kebetulan bersamaan dengan puasa sunnah senin kamis.
Maka cukup bagi orang itu mengerjakan satu kali puasa dengan niat ganda. Berniat puasa ayyamul bidh juga puasa sunnah senin kamis.
Begitu pula dengan ibadah-ibadah lainnya. seperti sholat sunnah Qobliyah, dengan shalat sunnah Tahiyyatul Masjid. Atau shalat sunnah Tahiyyatul Masjid dengan sholat sunnah Wudhu’.
Begitu pula dalam Thaharah. Misalnya ketika mandi sunnah dihari jum’at bersamaan dengan hari raya idul fitri, maka cukuplah mandi sunnah satu kali dengan berniat mandi sunnah jumat dan idul fitri.
Lalu apakah yang dimaksud dengan ‘satu tujuan’ dalam kaidah di atas?.
‘Satu tujuan’ ialah ibadah yang mempunyani status tujuan yang independent secara Zatiyahnya. Bukan seperti sholat dzuhur dengan ashar, atau bukan juga seperti Sholat ashar Ada’ dan sholat ashar Qadha’. Karena keduanya sama-sama sholat yang Mustaqil berdiri sendiri.
Beda halnya dengan Sholat Sunnah Rawatib dengan Tahiyyatul masjid atau Sholat Sunah Wudhu’. Semua mempunyai tujuan yang sama yaitu mengisi kekosongan waktu Sholat.
Begitu pula Puasa sunnah, seperti senin kamis bersamaan dengan Ayyamul Bidh, atau sunnah senin kamis dengan sunnah Syawal. Puasa-puasa sunnah tersebut bisa digabungkan dalam satu waktu yang sama.
Lalu bagaimana pengaplikasian kaidah di atas dalam keseharian?
Apabila berkumpul dua kewajiban pada diri seorang Mukallaf seperti Mandi Junub dengan Wudhu’ maka dicukupkan bagi orang tersebut menghilangkan hadas besar, dengan pendapat yang Masyhur. Karena mereka sudah mendapatkan kemuduhan dispensasi dalam menggabungkan keduanya.
Begitu juga ketika seorang Muhrim, berniat Haji dan Umrah maka cukup bagi Muhrim tersebut melakukan satu Thawaf.
Kesimpulan :
Terlepas dari ihktilaf perbedaaan pendapat, kami berusaha menggaris bawahi untuk mempermudah dalam memahami kaidah diatas dalam tiga Kasus.
Mengabungkan dua Fardu dalam satu waktu tidak diperbolehkan, karena berbeda Zatiyah. Artinya keduanya adalah sholat yang independent.
Seperti mengumpulkan sholat dhuhur dengan sholat ashar. Begitu pula menggabungkan sholat Zhuhur Ada’ dengan sholat zuhur Qada’.
Terkecuali dalam beberapa kasus, seperti orang junub. Baginya boleh menggabungkan Niat Mandi besar sekaligus menghilangkan hadas kecil.
Menggabungkan Fardu dengan sunnah seperti menggabungkan Sholat Rawatib dengan sholat Maktubah lainnya. Maka dalam kasus ini tidak diperbolehkan, karena berbeda Zatiyah dari Sholatnya.
Menggabungkan Ibadah Sunah dengan ibadah sunnah lainnya seperti puasa senin kamis dengan puasa sunnah seperti Syawal, Arafah, puasa hari tertentu pada bulan Muharram, rajab atau Puasa Sunnah lainnya, maka dalam hal ini mayoritas ulama memperbolehkannya.
Wallahu A’lam
Daftar Rujukan:
Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, liTajudin Assubki. Darul Kutub Ilmiah
Al-AsybahWan Nadha’ir, Li Suyuti
Al-Qawaid al-Fiqhiyyah Watathbiqiha Fil Mazhahib, Mustofa Azzuhaili
Fawaidul Janiyah, Syekh Yasin Al-Fadani