Oleh: Nanda Firdaus
Majalahnabawi.com – Di dalam kitab Risalah, Syekh Hasyim A’syari, mengemukakan beberapa gagasannya mengenai penjelasan tentang sunnah, bid’ah, tentang orang-orang mati, dan tanda-tanda zaman. Seperti yang sudah dikemukakan oleh Syekh Zaruq di dalam kitab Uddatul Murid, bahwasanya bid’ah adalah mencipatakan perkara baru dalam agama seolah-olah hal tersebut merupakan bagian dari urusan agama, padahal realitanya bukan, baik dalam perspektif (gambaran) maupun hakikatnya.
Sementara menurut Imam Nawawi adalah mencipatakan sesuatu amalan yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah. Dan terbagi menjadi dua, yakni bid’ah hasanah dan bid’ah qabihah[1]. Menurut Imam Abdissalam ra. sendiri adalah suatu pekerjaan atau perbuatan yang belum pernah di lakukan di zaman Rasulullah Saw.
Menurut Abdurrahman bin Abi Bakar Jalaluddin, Bid’ah adalah ungkapan untuk sebuah perbuatan yang bertolak belakangan dengan syariat atau perbuatan yang mengharuskan melakukan baik dengan melebihkan atau mengurangi. Ulama salaf mendoktrin bahwa mereka tidak menyukai bid’ah dan tidak menyukai orang orang yang melakukan bid’ah
Dalil-dalil bid’ah
مَنْ أَحْدَثَ فِي اَمْرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: Barang siapa yang mengadakan suatu amalan baru dalam agama kami yang di luar syari’at kami, maka amalan itu tertolak.
مَنْ عَمِلَ عَمَالٌ لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم
Artinya: Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan syari’at kami, maka amalnya itu tertolak.[2]
Selain definisinya, penting kiranya sebagai kita mengetahui macam-macamnya dari beberapa sudut pandang beberapa ulama. Diantaranya :
1. Menurut Imam Zaruq
Pembagian menurut imam zaruq ada 2:
- Bid’ah Sharihah
Suatu amalan yang ditetapkan tanpa landasan syar’i baik dari aspek wajib, sunnah, mubah dan lainnya. Hal ini juga bisa membinasakan sunnah dan membathilkan yang haq. Bid’ah ini masuk kategori seburuk-buruknya bid’ah. Walaupun memiliki seribu mustanad dari asal dan furu’
- Bid’ah Khilafiyah
Yaitu bid’ah yang memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya. Dilihat sari satu aspek bid’ah sementara di lihat dari aspek yang lain sunnah.
Pendapat Syeikh Waliyuddin as-Syabsyiri dalam kitab syarah arbain al-Nawawi, menjelaskan hadis
فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ
Artinya : barang siapa yang menciptakan perkara baru (dalam agama) atau membantu orang lain mencuptakan hal baru, maka ia akan mendapatkan laknat Allah
Yang termasuk dalam kategori hadis di atas adalah akad fasid, yang hukumnya di arahkan kepada orang yang tidak tahu (bodoh) atau dhalim, dan setiap sesuatu yang tidak menyamai syariat. Hal ini sebagaimana masalah-masalah ijtihadiyyah, dimana korelasinta dengan korelasinya menggunakan dzan mujtahid. Begitu juga menulis mushaf, merumuskan madzhab-madzhab, menulis ilmu nahwu dan hisab.2.
2. Menurut Syekh Ibnu Abdussalam
- Bid’ah Wajib
Seperti belajar ilmu nahwu, belajar ilmu gharib dalam al-Qur’an dan sunnah yang bisa membantu pemahaman syariat agama
- Bid’ah Haram
Seperti Madzhab Qadariyah, Jabriyah, dan Majusiyyah.
- Bid’ah Sunnah
Seperti membangun pesantren dan madrasah dan tiap-tiap hal baik yang belum pernah ada di masa generasi awal
- Bid’ah Makruh
Seperti menghiasi masjid secara berlebihan dan menyobek nyobek mushaf
- Bid’ah Mubah
Seperti berjabat tangan setelah salat, melonggarkan baju dan lain lain
Begitu juga menggunakan alat tasbih, melafazkan niat shalat, tahlil bagi mayit, ziarah kubur dan lain-lain bukan termasuk bid’ah. Sedangkan pertunjukan pasar malam dan sepak bola adalah sejelek-jelek bid’ah
[1] ZakariyaMahyuddin Bin Syarif an-Nawawi,Tah\zib Al-asmawallughat, juz III, (Bairut: DarulKutub alAlamiyah, t,t), hlm. 22
[2] Diriwayat oleh Aisyahr.a, Shahih Muslim, nom. 1718, (Riyad: Dar al-Tibah, 1428 H)