Kiai Ali Mustafa dan Refleksi Maulid Nabi

Majalahnabawi.comAllahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Sallim. Beberapa hari terakhir ini, bertepatan dengan peringatan maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal 1443 H, beredar sebuah konten di medsos tentang sebuah ajakan untuk merefleksikan maulid Nabi. Seandainya kamu bertemu Nabi, apa yang akan kamu katakan atau lakukan kepada beliau? Kira-kira seperti itu tema maulid 1443 H kali ini di jagat maya. Ini sungguh pertanyaan yang bagus sekali. Untuk menjawabnya butuh pemikiran panjang. Bukan karena sulit, tapi karena berpikir kesiapan dan kelayakan. Menjawabnya, tidak bisa sambil bercanda tertawa-tawa. Tidak bisa asal ceplos saja, karena mesti akan berhadapan dengan hati kita sendiri.

Seseorang mungkin bisa saja langsung menjawab, “Saya akan ngaji kepada beliau langsung.” Tapi apakah iya, hatinya sudah siap dan layak untuk itu? Sejatinya, sah-sah saja kita menjawab apapun yang ada di benak kita, toh pertanyaannya hanyalah sebuah pengandaian. Jadi, jawabannya pun bisa berupa sebuah pengandaian juga, namun tentu akan lebih bagus kalau berupa sebuah doa, harapan, keinginan, hingga program yang memang benar-benar nyata sesuai dengan karakter harian kita. Ini karena bertemu Nabi adalah anugerah agung bagi orang yang beriman dan ingin menyempurnakan keimanannya dengan cinta kepada beliau.

Bagi orang yang jatuh cinta, tidak perlu berpikir harus mengatakan apa dan melakukan apa di hadapannya. Cukup bisa bertemu, sekedar melihat atau mendengar suaranya, bahkan dalam mimpi pun sudah nikmat yang luar biasa. Apalagi bisa mengatakan sesuatu dan melakukan sesuatu untuk sang kekasih.

Menjadi Pembantu Nabi

Ada banyak sekali ekspresi kecintaan kepada Baginda Nabi yang diungkapkan oleh para pecintanya. Semua boleh mengekspresikan dengan hal-hal yang ia memang ingin utarakan dan persembahkan untuk hadlraturrasul.

Terkait hal itu, ada hal menarik yang sejak sebelum tahun 2016 sudah pernah dinyatakan oleh guru kami tercinta, yang sangat mencintai hadraturrasul Saw . Beliau adalah Gurunda, Alm. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Beliau berkali-kali, sangat sering mengungkapkan cintanya kepada hadraturrasul dengan sebuah pengandaian sebagai tanda harapan agung nan tinggi sekaligus luapan rasa yang menghujam di dalam lubuk hati. “Seandainya Aku hidup (bertemu Nabi) pada masa Nabi, Aku ingin sekali menjadi pembantu Beliau,” kata beliau. Kemudian beliau biasanya melanjutkan ungkapan rasanya itu, dengan sebuah ilustrasi, “Aku ingin mencuci baju beliau. Aku ingin jadi sayyidina Anas kedua. Kalau sayyidina Anas melayani di ruang tamu dan dapur, saya melayani urusan pakaian beliau. Ya, bayangan beliau adalah memang menjadi “Khadimun Nabi“.

Membahagiakan Nabi Muhammad

Mahaguru kami memang didapuk sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis. Tapi cita-citanya justru menjadi pelayan atau pembantu hadraturrasul. Istilah pelayan atau pembantu mungkin bukan istilah menunjukkan kebesaran. Tapi, apakah arti sebuah kebesaran kalau tak diakui oleh hadraturrasul sebagai umatnya. Alasan beliau ingin menjadi pelayan hadraturrasul adalah supaya beliau bisa selalu bersama hadraturrasul setiap hari. Berada di dalam kediaman beliau. Menemani hari-hari beliau di manapun. Kebersamaan dengan hadraturrasul adalah impian beliau. Lebih dari itu, memberi pelayanan untuk hadraturrasul adalah cita-cita beliau. Jadi, bukan sekedar membersamai, tapi juga melayani. Dengan begitu, hadraturrasul bukan hanya sekedar mengakui, tapi juga bahagia dan bangga pada beliau.

Aduhai, manis sekali rasanya bertemu hadraturrasul, membersamai beliau setiap hari, melayani aktifitas harian beliau. Kalau begitu, aku ingin membantu guruku melayani hadraturrasul. Izinkan kami ya Allah. Oh iya, satu lagi. Saat ketemu dengan hadraturrasul, jangan lupa sampaikan “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabiyyu wa Rahmatullah Wa Barakatuh“. Shalawatullah alaika Ya Rasulallah. Salamullah alaika Ya Rasulallah.

Similar Posts