Menyingkap Trilogi Pemikiran Tasawuf Imam Junaid Al-Baghdadi
Majalahnabawi.com – Tasawuf merupakan istilah khusus dari mistisisme dalam Islam yang bertujuan untuk mencari hubungan langsung dengan Allah. Tasawuf membina manusia agar menjadi sosok yang memiliki mental utuh dan tangguh, serta mengajarkan bagaimana manusia menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba Allah. Salah satu tujuan besar dari tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah dan ma’rifatullah. Salah satu syarat akan kedekatannya hamba dengan Allah adalah dengan menyucikan diri. Imam Junaid al-Baghdadi merupakan salah satu tokoh tasawuf yang mengajarkan upaya-upaya yang harus dijalankan oleh seorang hamba. Upaya-upaya tersebut untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dengan pemikirannya yang dikenal dengan trilogi yaitu mithaq, fana dan tauhid.
Biografi Imam Junaid Al-Baghdadi
Abu al- Qasim Imam Junaid Al-Baghdadi bin Muhammad al-Khazzaz al-Nahwandi atau yang dikenal dengan Imam Junaid al-Baghdadi merupakan seorang sufi terkenal dari Baghdad. Lahir pada tahun 215 H dan wafat pada tahun 297 H/910 M. Semasa muda ia bekerja sebagai penjual sutra sehingga dijuluki dengan Khazzaz. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki kecerdasan yang tajam sehingga seringkali membuat gurunya (Abu Tsawr) terkagum. Dalam bimbingan Abu Tsawr inilah ia tumbuh menjadi seorang faqih yang cerdas. Imam Junaid belajar tasawuf kepada pamannya yaitu Surri as-Saqt, Ma’ruf al-Karkhi, Haris bin Asad al-Muhasibi (seorang sufi terkemuka pada zaman itu), dan Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Qashshab.
Imam Junaid adalah sosok ahli ibadah ia mampu melaksanakan salat 400 rakaat sehari semalam meskipun dalam keadaan sakit sekalipun. Sebagai seorang sufi yang terkenal Imam Junaid tidak menulis kitab khusus yang membahas tentang tasawuf. Ia hanya menulis tentang pengalaman spiritualnya dan pemikirannya dalam bentuk risalah yang kemudian dibagikan kepada para sahabatnya dan murid muridnya seperti risalah Imam Junaid kepada sahabatnya Yahya bin Mu’adz al-Razi. Dalam risalah tersebut Imam Junaid membahas tiga pokok ajaran tasawufnya (trilogi) yaitu mitsaq, fana’, dan tauhid.
Trilogi Pemikiran Tasawuf Imam Junaid Al-Baghdadi
Tujuan utama kehidupan para sufi adalah mendekatkan diri kepada Allah, sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin untuk selalu mendekatkan dirinya kepada Allah. Kedekatan Allah dengan hamba bukanlah kedekatan material namun spritual, (Allah hanya dapat dijangkau melalui pengalaman spiritual). Sebagai seorang sufi Imam Junaid memiliki tiga pokok ajaran yaitu mitsaq (perjanjian agung), fana’ (peleburan), dan tauhid (penyatuan).
Mitsaq
Mithaq adalah perjanjian agung yang dilakukan oleh setiap manusia dengan Allah Swt sebelum ia dilahirkan di muka bumi ini. Allah menciptakan manusia dalam bentuk jiwa, kemudian jiwa tersebut bertemu dan bersaksi kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A’raf :172
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢
Dalam kitabnya yang berjudul Rasail Junaid, Imam Junaid mengatakan bahwa ketika manusia melakukan perjanjian dengan Allah (mitsaq) manusia hanya terdiri dari jiwa saja tanpa adanya raga seperti di dunia. Ia mengatakan bahwa terdapat dua mode keberadaan manusia, pertama adalah bentuk ilahiyah (keberadaan manusia sebelum dilahirkan di dunia) kedua bentuk fisik (keberadaan manusia di dunia).
Ajaran mitsaq ini mengajarkan kepada kita semua tentang bagaimana seorang hamba dapat kembali ke bentuk ilahiyah (jiwa mereka terpisah dari tubuh fisiknya) karena dengan spritual mereka telah menyatu dengan tuhan, mengajarkan pentingnya menjaga janji dan komitmen dalam hubungan dengan tuhan, dan mengajarkan kepada manusia untuk kembali ke bentuk ilahiyah dengan cara bersikap zuhud dan menjauhi kesenangan duniawi.
Fana’
Secara etimologi fana’ bermakna rusak, binasa, musnah, dan lenyap sedangkan secara terminologis fana’ adalah hilangnya sesuatu selain Allah dari dirinya. Orang yang mengalami kondisi fana’ akan sirna sifat-sifat tercela yang ada pada dirinya dan muncul sifat-sifat terpuji. Imam Junaid al-Baghdadi membagi fana’ menjadi tiga tingkatan yaitu:
- Fana’ moral: yaitu fana’ dari sifat, etika, dan tabiat/perilaku. Pada Tingkat ini fana’ berhubungan dengan tujuan kehidupan manusia/kehidupan yang aktif, yang disebut Imam Junaid sebagai sifat dan kualitas diri yang hendak dicapai manusia.
- Fana’ mental: yaitu fana’ dari sifat transaksional dalam ibadah kepada Allah, dengan menyerahkan harapan dan keinginan hanya kepada Allah. Tingkatan ini adalah implikasi bahwa manusia harus mampu menjauhkan diri dari kenikmatan dunia.
- Fana’ dari penglihatan, pada tingkatan ini manusia akan mengalami kehilangan kesadaran karena sudah mencapai tingkat tauhid.
Tauhid
Pembahasan mengenai tauhid dalam tasawuf berbeda dengan pembahasan tauhid pada ilmu fikih yang membahas tentang sifat sifat Allah. Bagi kaum sufi berprilaku baik dalam kehidupan sehari-hari adalah makna tauhid yang sebenar-benarnya. Bagi kaum sufi tauhid adalah bersatunya antara hamba dengan Allah dan sirnanya keinginan seorang hamba selain keinginan untuk kekal bersama-Nya. Dalam risalahnya Imam Junaid mengklasifikasikan tauhid menggunakan sudut pandang psikologi dan etika. Isi risalah berdasarkan pengalaman serta pemahaman yang dibagi menjadi empat tingkatan yaitu:
- Pertama: Tauhid orang awam, yaitu pengakuan atas keesaan Allah (الإقرار بوحدانية الله)
- Kedua: Tauhid orang-orang yang menguasai ilmu agama, yaitu pengakuan atas keesaan Allah yang diiringi dengan melaksanakan seluruh perintah Allah serta menjauhi segala larangannya karena mereka memiliki rasa takut kepada Allah dan karena hasrat mereka sendiri.
- Ketiga dan keempat adalah Tauhid yang dialami oleh orang-orang terpilih yang memiliki pengetahuan ma’rifat.