nikah

Standarisasi Kafa’ah dalam Pernikahan, Pentingkah?

 

Pernikahan adalah ibadah yang mulia, selain itu menikah adalah ibadah yang paling lama jangk awaktunya dalam hidup manusia. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Alquran: “Bahwasanya Dia telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, dari berbagai macam suku kelak untuk saling mengenal”.

Anjuran untuk menikah juga disampaikan oleh Rasulullah Saw untuk menjaga diri dari hal-hal yang merugikan kita. Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»،

Hadis ini menjelaskan bahwasanya barangsiapa yang sudah mampu untuk menikah, maka tidak boleh baginya untuk menunda kebaikan tersebut. Dan bagi yang belum mampu untuk melaksanakannya maka dianjurkannya untuk berpuasa agar bisa membentengi dirinya demi menjaga kehormatannya sebagai seorang muslim.

Banyak orang yang memahami adanya keharusan “sepadan/sederajat” dalam pernikahan. Hal ini dianggap sebagai salah satu contoh untuk menghargai derajat perempuan. Sederajat atau keserasian dalam agama Islam bisa kita sebut dengan Kafa’ah. Kafa’ah bisa diartikan sebagai kesetaraan derajat suami dihadapan istrinya. Rasulullah Saw bersabda :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ الله عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ الله-صلى الله عليه وسلم- :« تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ وَأَنْكِحُوا الأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ

“Pandai-pandailah memilih untuk tempat seperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara, dan nikahkanlah mereka” (IbnuMajah, hal.633, no. 1938)

Kafa’ah dalam agama Islam menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam masalah pernikahan. Akan tetapi, kewajiban adanya kafa’ah bukan menjadi keabsahan suatu pernikahan. Para ulama al-Madzhahib al-‘Arba’ah( Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal) mempunyai kriteria kafa’ah yang tidak jauh berbeda.

Dari keempatnya kriteria tersebut meliputi agama, nasab dan kedudukan sosial. Namun para ulama bersepakat bahwasanya adanya kriteria kafa’ah ini bukan menjadi keharusan dalam pernikahan. Adanya Kafa’ah bertujuan untuk menyelaraskan atau menyeimbangkan antara suami dan istri sehingga dapat mengurangi potensi percekcokan dan perselisihan dalam rumah tangga karena adanya perbedaan latar belakang.

Namun di zaman sekarang, banyak sekali orang yang salah memahami kafa’ah dalam agama Islam ini. Mereka beranggapan bahwasanya kesamaan derajat atau kafa’ah bersifat materil dan sangat penting demi adanya pengakuan sosial. Jika hal ini dijadikan tujuan dalam melaksanakan kafa’ah sudah jelas keliru karena akan berdampak negatif untuk dirinya dan orang lain. Adanya kesenjangan sosial adalah dampak yang paling berpotensi terjadi. Pernikahan yang dilandasi dengan “gengsi” atau hal yang dipaksakan demi popularitas semata akan menuai dampak yang tidak baik.

Rasulullah Saw pernah mengatakan dalam hadisnya bahwa barang siapa yang menikahi seseorang karena agamanya akan lebih beruntung dan lebih baik. Dikarenakan iman adalah pondasi yang harus dikokohkan. Rumah tangga yang dilandasi tanpa iman kepada Allah Swt akan mudah goyah bahkan hancur. Dengan pasangan seiman yang mempunyai visi serta misi sebagai sesama muslim, rumah tangga akan lebih mudah dilalui dan dipenuhi keberkahan.

Oleh karena itu standarisasi kafa’ah dalam pernikahan tetap menjadi hal yang harus dijadikan pertimbangan, akan tetapi bukan suatu keharusan atau menjadi syarat sah pernikahan  . Hal yang paling utama adalah kesamaan landasan Agama bagi kedua pihak yang akan menghantarkan rumah tangga penuh keridhoan Allah dan dijadikan keluarga yang sakinah, mawaddahdanrahmah.

Wallahu a’lam bishowab.

Similar Posts