Disudut kontrakan kecil, disaat keheningan sepertiga malam menyelimuti, nampak Safei masih terlelap sembari memeluk erat gulingnya. Berbeda dengan dua temannya Naldi dan Haqiqi yang sibuk mengunyah nasi dengan lauk seadanya. Keduanya sudah membangunkan Safei untuk sahur, hanya saja ia terlalu lelap dalam tidurnya.

“Imsakkk !! Imsaakk!!”. Toa masjid menggema keras. Tiba-tiba, Safei terjengkal dari tempat tidurnya, bergegas mengambil sepotong roti dan meneguk air putih. Kedua temannya pun hanya tertawa, bersyukur berkat teriakan toa masjid nyawa Safei masih tertolong dan bisa menikmati berkahnya sahur. Sebuah hadis dalam Sohih Bukhori Rasul bersabda:

أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً»

Dari Anas bin Malik R.A berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: bersahurlah kalian, sesungguhnya didalam sahur ada keberkahan”.

Dari cuplikan kisah diatas, bisa kita ilustrasikan bagaimana pentingnya pengingat atau batas waktu sahur yang biasa kita kenal dengan istilah imsak. Sehingga orang-orang yang telat untuk bersahur bisa tertolong paling tidak bisa menikmati 3 biji kurma atau sekedar satu tegukan air putih.

Imsak secara Bahasa adalah menahan. Sedangkan makna imsak secara bahasa sudah ditetapkan menjadi definisi tersendiri dari sebuah syariat yaitu puasa. Yang berarti menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Tak jarang kita mendapatkan pamplet-pamflet atau selembaran berisi jadwal sholat lima waktu beserta waktu imsaknya dalam satu bulan Ramadan penuh.

Dalam hal ini ada sedikit perbedaan makna, bahwa imsak yang dimaksud diatas bukanlah makna dari istilah Bahasa atau Syariat (puasa). Akan tetapi yang dimaksud imsak dalam hal ini adalah waktu ihtiyat (kehati-hatian) agar segela menghentikan aktifitas sahur menjelang azan subuh.

Lantas apakah batas akhir sahur adzan subuh atau imsak?

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwasanya ijma’ ulama menjelaskan bahwa batas akhir sahur alias waktu memulai puasa adalah ketika fajar shodiq telah terbit yang diperingati dengan kumandang adzan subuh. Dalam suatu ayat Allah berfirman:

 

وكلوا واشربوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ

Dan makan minumlah kalian hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam. (Al-Baqarah:187)

Ayat diatas menjelaskan bahwa waktu mulai dan berakhirnya puasa adalah ketika telah jelas perbedaan siang dan malam. Yaitu pada waktu subuh terbitnya fajar shodiq (mulai berpuasa) dan waktu maghrib terbenamnya matahari. (waktu berbuka)

Akan tetapi sedikit menjadi kendala jika kita hanya mengandalkan azdan subuh sebagai batas berakhirnya sahur, mengingat tidak semua orang faham dengan istilah fajar shodiq, dan presisi azan subuh. Maka akan muncul kekhawatiran terutama untuk orang awam yang sahur melampui batas yang sudah ditentukan.

Ibn Rusydi dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid mengatakan bahwa seyogyanga bagi seseorang untuk menahan segala aktivitas sahur (imsak) sebelum adzan subuh tiba, dengan tujuan ihtiyat (kehati-hatian) dan sad Az-zari’ah yang berarti mencegah sesuatu perbuatan agar tidak sampai menimbulkan mafsadah. Bersandarkan pada hadis Rasulullah Saw :

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: «تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ»، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ ” قَالَ: «قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً»

Zaid bin Tsabit R.A berkata : Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah Shallahu ‘a‘aihi wasallam kemudian beliau pergi untuk melaksanakan Shalat. Aku bertanya: berapa jarak antara azan (subuh) dan sahur?. Dia menjawab: “Sebanyak ukuran bacaan lima puluh ayat”.

Yang dimaksud dengan قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً  dalam Fathul Bari bi Syarh Shahih al-Bukhori  karya Imam Hajar Asqolani adalah perkiraan batas waktu berkhirnya aktivitas sahur dan masuknya waktu subuh.

Para ulama memperkirakan kadar قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً adalah sekitar 10-15 menit sebelum waktu subuh. Jadi, sebelum waktu yang sudah diperkirakan sesuai hadis diatas, baiknya bagi kita untuk menghentikan makan dan minum sebagai bentuk kehati-hatian kita jika melewati batas adzan subuh.

Namun bukan berarti kita tidak boleh minum / makan pada 10-15 menit terakhir, karena pada hakikatnya masih boleh dipergunakan untuk sekedar makan dan minum seperlunya, dengan catatan tetap memperhatikan batas subuh dengan detail agar tidak melampui batas yang telah ditentukan.

Melihat pemaparan konsep ihtiyat (kehati-hatian) dalam pengambilan batas waktu sahur, sangat tepat jika diterapakan untuk masyarkat Indonesia. Mengingat kultur masyarakat Indonesia yang masih suka terlambat dalam melaksanakan sesuatu, ditambah dengan begitu majemuknya ragam masyarakat Indonesia. Seperti orang awam yang tidak paham betul presisi waktu subuh, atau tuntutan pekerjaan sehingga menyebabkannya lalai akan batas-batas waktu sahur, dan sebab manusiawi lainnya.

Diangkat dari kegelisahan diatas, untuk mencegah batalnya puasa yang disebabkan karena bersahur melewati adzan subuh, para ulama nusantara khususnya, membuat satu langkah yang sangat bijak, memaparkan konsep ihtiyat (kehati-hatian) dalam batas waktu sahur kepada masyarakat luas, yang lebih dikenal dengan waktu imsak. Yang berarti waktu untuk berhati-hati agar segara menyelsaikan ibadah sahur karena dalam waktu 10-15 menit adzan subuh akan berkumandang.

Hal ini yang menjadi motifasi tersendiri bagi masyarkat Indonesia yang masyhur dengan budaya gotong royong, saling membantu satu sama lain. Maka muncul lah inisiatif sebagai pengingat waktu imsak dengan berbagai cara, seperti memanfaatkan toa masjid, menyalakan sirine, membaca sholawat tarhim atau diisi dengan melantukan ayat-ayat suci al-quran di setiap masjid, atau dengan cara yang lainnya sesuai budaya dan adat daerah masing-masing

Kebiasaan yang berlandaskan Sunnah Rasul ini pun telah membudaya di Indonesia. Dengan motivasi kasih sayang dan kebersamaan,  setiap orang bisa ikut andil membantu terhadap sesama dengan asas kebaikan dan ketakwaan. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَان

Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al-Maidah:2).

Wallahu a’lam bis Showab.