Belakangan ini masyarakat ramai membicarakan tentang pindah keyakinan (murtad). Tak sedikit para netizen memberi komentar negatif dan bahkan menghujat keputusan untuk pindah keyakinan. Perihal tersebut begitu ringannya menjadi persoalan yang dibicarakan dengan luas, seolah perpindahan keyakinan bukan lagi hal yang individual yang mana agama itu hanya terkait antara dirinya dengan tuhan.

Agama adalah pondasi hidup seseorang. Agama Islam yang ajarannya di ajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang nilai-nilai islam nya ditanamkan pada sahabat, lalu diajarkan kepada para tabiin, tabi’ut tabi’in, sampai kepada para ulama serta para wali. Cerita pada masa nabi, para sahabat, para wali dan ulama adalah rujukan yang tepat untuk berperilaku dan meumutuskan sesuatu.

Pada zaman Rasulullah ﷺ setelah Rasulullah melakukan perjalanan isra’ mi’raj dan menyerukan untuk melakukan sholat 5 waktu, banyak para sahabat yang awalnya percaya dengan perjalanan isra’ mi’raj tersebut dan kemudian memilih untuk murtad. Cerita tersebut dijelaskan dalam kitab Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayil Qur’an karya imam Thabari dalam tafsirsurat al-Isra ayat 60:

وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِالنَّاسِ ۚ وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ ۚ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْيَانًا كَبِيرًا

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”

Dalam cerita tersebut, tidak ada perintah dari Rasulullah ﷺ untuk mengucilkan, membunuh atau reaksi-reaksi negatif kepada sahabat-sahabat yang murtad.

Kemudian dalam kitab Al-Ishabah Fi Tamyiz As Shahabah karya Ibnu Hajar menyebutkan bahwa sahabat Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf murtad pada masa khalifah Umar.

ربيعة بن أمية بن خلف بن وهب بن حذافة بن جمح القرشي الجمحي أخو صفوان أسلم يوم الفتح وكان شهد حجة الوداع لكان عده في الصحابة صوابا لكن ورد أنه ارتد في زمن عمرn

“Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah Al Qurasy Al Jumahi saudara Shafwan memeluk islam pada hari Fath Al Makkah dan ia menyaksikan haji wada.Walaupun tidak diragukan kalau ia seorang sahabat telah dikabarkan bahwa ia murtad di zaman Umar.

Dalam riwayat Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi diceritakan juga mengenai Rabi’ah bin Umayyah,meminum Khamar:

عن عبد الرحمن بن عوف أنه حرس ليلة مع عمر بن الخطاب فبينا هم يمشون شب لهم سراج في بيت فانطلقوا يؤمونه حتى إذا دنوا منه إذا باب مجاف على قوم لهم فيه أصوات مرتفعة ولغط فقال عمر وأخذ بيد عبد الرحمن أتدري بيت من هذا قال قلت لا قال هو ربيعة بن أمية بن خلف وهم الآن شرب فما ترى قال عبد الرحمن أرى قد أتينا ما نهانا الله عنه نهانا الله فقال ولا تجسسوا فقد تجسسنا فانصرف عنهم عمر وتركهم

Dari Abdurrahman bin ‘Auf  bahwa ia pernah jaga malam bersama Umar bin Khattab. Ketika mereka sedang berjalan, mereka melihat lampu menyala dari sebuah rumah, maka mereka mendatangi rumah tersebut. Ketika mereka sampai ke rumah tersebut, pintunya terbuka tanpa seorang pun di sana, sedangkan dari dalam rumah terdengar suara yang sangat keras. Umar memegang tangan Abdurrahman dan berkata “tahukah kamu ini rumah siapa?” Abdurrahman menjawab “tidak.” Umar berkata “Ini adalah rumah Rabi‘ah bin Umayyah bin Khalaf, saat ini mereka sedang meminum khamr,bagaimana pendapat mu?”. Abdurrahman berkata: “Menurutku, kita sekarang ini telah melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Bukankah Allah telah berfirman “Dan janganlah kamu memata-matai” dan kita telah memata-matai mereka. Setelah mendengar perkataannya, Umar pergi dan meninggalkan mereka.

Saat ini, pindah keyakinan (Murtad) seolah menjadi masalah bagi kita,ditambah dengan opini-opini negatif (misal) gerakan-gerakan kristenisasi, dan sebagainya. Dengan cerita dan contoh yang dilakukan olehRasul dan para Sahabat mengenai orang-orang yang murtad kita bisa meneladani sifat saling menghormati antar sesama manusia. Agama dan kepercayaan merupakan hak setiap individu, kita tidak berhak menghakimi siapapun hanya karena pilihan keyakinan mereka. Mereka perlu diterima, dihormati dan dihargai dengan pilihannya. Yang harus kita lakukan sekarang adalah meningkatkan kualitas iman masing-masing.

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِىَ دِيْنِ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Wallahu a’lam bishowab.