cara nabi

Majalahnabawi.com – Rasulullah ﷺ merupakan sosok yang tidak pernah mempermasalahkan sebuah persoalan yang berkaitan dengannya. Sejarah telah mencatat, ketika Rasulullah ﷺ menyampaikan dakwah Islam, tidak sedikit kalangan yang membencinya dan berpaling dari apa yang beliau sampaikan. Bahkan pada level maksimal, saking bencinya kaum Kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad ﷺ, sebagian dari mereka melempari beliau menggunakan batu dan kotoran unta. Namun hal demikian tidak membuat Rasulullah ﷺ marah. Bahkan Rasulullah ﷺ membalasnya dengan doa penuh keikhlasan. Begitulah cara Nabi Muhammad ﷺ dalam mengingkari dan mencegah Kemungkaran.

Namun Rasulullah adalah orang yang paling marah ketika ada yang melanggar hukum syar’i , beliau akan sangat menentang orang tersebut bila melanggar hukum Allah Swt. Terlepas dari itu semua, Beliau ﷺ telah memberikan pengajaran kepada kita semua selaku umatnya, terkait bagaimana cara mengubah kemungkaran yang ada.

Mencontoh Nabi Lewat Hadis

Dalam kitab hadis Arbain Nawawi, Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (Arba’in Nawawi, no. 34, HR. Muslim, no. 49)

Setiap orang pasti mendambakan kehidupan yang aman dan sejahtera. Tidak ada lagi kemaksiatan dan kemungkaran yang terlihat dalam setiap lini kehidupan. Namun hal demikian tidak akan kita dapati jika masih saja berdiam diri dan bersantai. Sampaikan kebenaran dengan sebenar-benarnya, jika itu berkaitan dengan syariat Islam. Dengan demikian itu bisa mengurangi kemungkaran yang ada. dengan mengikuti cara Nabi Muhammad.

Hadis Nabi ﷺ yang kami kutip di atas, jelas memberikan pengajaran bagi kita tentang bagaimana cara mengubah atau mencegah kemungkaran yang ada. Namun saat ini banyak kita temukan orang yang mencegah kemungkaran justru menimbulkan masalah yang baru. Hal demikian perlu kita soroti bersama, bahwa dalam mencegah kemungkaran jangan sampai menimbulkan kemungkaran yang baru.

Apa bila dari kita melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak bisa, maka ubahlah dengan lisan. Jika tidak bisa, maka ingkarilah dengan hati. Demikian perintah yang terkandung dalam Hadis tersebut di atas. Penulis akan sedikit menguraikan makna dari pada beberapa perintah dalam hadis di atas.

Makna Kalimat “فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِه”

Kalimat di atas bermakna “ubahlah dengan tangannya”. Kata tangan di sini tidak seperti tangan yang kita kira, akan tetapi tangan di sini bermakna “kekuasaan”. Khodim ma’had Darus-Sunnah, KH. Zia Ul Haramein mengatakan, maksud dari kalimat di atas adalah ketika kita melihat kemungkaran, maka hendaklah langsung kita cegah dengan cara yang ma’ruf. Sebagai contoh, ketika seorang ibu melihat anaknya yang masih kecil tengah memainkan pisau, maka seorang ibu haruslah mencegahnya untuk menghindari akan terjadinya sesuatu yang tidak ia inginkan. Sebagai contoh lain, ketika kita mendapati tetangga kita tengah asyik mabuk-mabukan dan berjudi, sungguh kita tidak akan sanggup mencegahnya dengan tangan kita. Akan tetapi yang memiliki kekuasaan atau posisi yang tinggilah yang bisa mencegah hal itu. Seperti pak RT atau Pak Lurah yang saat itu menjadi tokoh pejabat di daerah tersebut. Demikian itu adalah cara mencegah kemungkaran dengan tangan atau kekuasaan.

Yang perlu kita garis bawahi adalah, ketika kita melihat kemungkaran, tidak serta merta langsung kita cegah begitu saja, akan tetapi harus melihat dengan ilmu. Agar kita mengetahui titik temu persoalannya dan kita pun mengetahui, cara seperti apa yang akan kita lakukan untuk mencegah kemungkaran tersebut. Seperti contoh orang yang membuka warung makan di bulan puasa. Ketika orang yang melihat hal ini tidak memiliki pengetahuan terkait pencegahan kemungkaran, maka dia akan bertindak keras agar warung makan tersebut ditutup. Bahkan pada level maksimal, warung tersebut di obrak-abrik dan menimbulkan kemungkaran yang baru. Sedang kita tahu bahwa, mencegah kemungkaran itu tidak boleh sampai menimbulkan kemungkaran yang baru. Jika orang yang melihat hal ini menggunakan ilmu dan pengetahuan, maka dia akan mengetahui bahwa tidak mungkin orang yang berpuasa, singgah ke warung makan. Adapun warung makan tersebut ramai oleh pengunjung, boleh jadi orang yang makan adalah seorang musafir, perempuan yang haid atau bahkan orang non-muslim.

Dibalik Kalimat “فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ”

Potongan hadis di atas adalah cara kedau dalam mencegah kemungkaran. Jika tangan atau kekuasaan/posisi kita tidak lagi bisa mencegah kemungkaran, maka kita harus menggunakan cara kedua, yakni dengan lisan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Alu Imran ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Sebagai contoh mencegah kemungkaran dengan lisan adalah, ketika kita melihat sahabat atau kerabat dekat kita tengah asyik dengan judinya dan minuman alkoholnya, langkah preventif yang kita lakukan adalah melaporkan hal itu kepada orang tua yang bersangkutan. Contoh lainnya adalah, seperti yang dijelaskan oleh KH. Zia Ul Haramein, ketika kita menjumpai orang yang ingin bunuh diri dari gedung yang tinggi, maka kita harus meneriaki dia dan menasihatinya agar membatalkan niatnya untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut. Demikian itu adalah cara mencegah kemungkaran dengan lisan.

Menelaah “فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ”

Cara Nabi Muhammad yang ketiga dalam mencegah kemungkaran adalah mengingkari dengan hati. Mendoakan saudara dan sanak saudara kita agar berhenti dari kemungkaran yang dilakukan adalah bentuk pengingkaran kemungkaran menggunakan hati. Namun perlu kita ketahui bahwa, langkah kita tidak hanya berhenti di situ saja. Akan tetapi harus ada tindakan lain untuk mendukung niat kita guna mencegah kemungkaran yang ada.

Setelah kita mendoakannya, maka langkah selanjutnya adalah memberitahukan kepada pihak berwajib atau kepada orang tua yang bersangkutan, agar memberikan nasehat dan sedikit sanksi agar ada efek jera dan tidak kembali melakukannya. Seperti yang dijelaskan oleh KH. Zia Ul Haramein, “setelah mengingkari kemungkaran dengan hati, maka usaha kita harus dinaikkan satu tingkat lagi, yakni menggunakan lisan”.

Wallahu A’lam.