Kritik Hadis; Catatan Singkat Tadarus Karya Kiai Ali Mustafa Yaqub
Majalahnabawi.com – “Karya-karya tulis akan kekal sepanjang masa, sementara penulisnya hancur terkubur di bawah tanah” . Dawuh Pak Kiai, mengawali halaman dalam buku Kritik Hadis ini. Tahun 1995 beliau telah merampungkan karya tulisannya dan terkenang sampai saat ini.
Hadis menjadi sumber hukum kedua umat Islam setelah al-Quran. Meski begitu, masih ada kalangan yang menentang dan mengkritik hadis. Bedasarkan alasan tersebut, maka dalam buku ini Pak Kiai Ali Mustafa Yaqub membahas tentang kritik hadis dalam perspektif sejarah, kajian hadis di kalangan orientalis, urgensi sanad dan seterusnya.
Kritik hadis tidak melulu berasumsi negatif. Dalam buku ini, kritik hadis bertujuan untuk menyeleksi hadis sehingga teridentifikasi mana hadis yang sahih dan mana hadis yang tidak sahih. Lalu bagaimana sejarah munculnya kritik hadis dan apa itu kritik hadis?
Kritik Hadis pada Masa Nabi
Cikal bakal munculnya kritik hadis adalah pengecekan yang para sahabat lakukan terhadap suatu berita yang sampai kepada mereka. Salah satunya respon Umar bin Khatab terhadap berita yang sampai kepada beliau dari tetangganya, tentang Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya, untuk meyakinkan kebenaran berita itu besoknya beliau langsung tabayun kepada Rasulullah ternyata hal itu tidak benar. Hal yang Umar lakukan ini terkenal dengan kritik materi hadis. Kritik materi hadis adalah mengecek kebenaran dari apa yang disampaikan.
Tahun 36 H ketika terbunuhnya Usman bin Affan, muncul kelompok-kelompok politik yang mencari legitimasi dengan membuat hadis palsu. Hal ini melatar belakangi ulama kritikus hadis tidak hanya meneliti dari segi matan saja namun juga sanad hadis yang terkenal dengan kritik sanad hadis. Kritik sanad hadis adalah meneliti identitas periwayat hadis.
Kajian Hadis di Kalangan Orientalis
Menurut Prof. Azami, sarjana Arab yang pertama kali melakukan kajian hadis adalah Ignaz Goldziher, orientalis Yahudi ini sampai pada kesimpulan yang meragukan adanya otentitas hadis (suatu hadis bisa autentik ketika memenuhi empat syarat hadis sahih). Sedangkan orientalis lain yaitu Joseph Schacht yang sampai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satu pun hadis yang otentik dari Nabi, ia berargumen dengan konsep “Projecting Back yaitu mengaitkan pada pendapat para ahli fikih, abad kedua dan ketiga hijriah kepada tokoh-tokoh terdahulu agar pendapatnya memiliki legitimasi.
Namun argumen-argumen mereka terpatahkan oleh tiga ulama kontemporer yaitu Prof. Dr. Mustafa al-Siba’i dalam bukunya al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islam, Prof. Dr. Mohammad Ajjaj al-Khatib dalam bukunya al-Sunnah qabla al-Tadwin dan Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami dalam bukunya Studies in Early Hadith Literature.
Prof. Azami tidak hanya menghancurkan teori-teori orientalis berupa projecting back dengan melakukan penelitian khusus tentang hadis-hadis nabawi yang terdapat dalam naskah-naskah klasik, melainkan juga meluruskan beberapa istilah yang sering disalah pahami oleh sementara orang, khususnya oleh kalangan Orientalis sendiri seperti jumlah hadis, istilah yang dipakai dalam penyebaran hadis.
Orientalis mencurigai jumlah hadis yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu, mereka mengatakan apakah hadis-hadis itu palsu atau Nabi hanya berbicara saja, hal ini karena mereka menganggap hadis adalah materi yang diriwayatkan Nabi padahal hadis adalah gabungan antara materi (matan) dengan sanad.
Sedangkan dalam penyebaran hadis orientalis meyakini istilah akhbarana, haddatsana membuktikan penyebaran hadis hanya secara lisan saja. Azami membuktikan bahwa penyebaran hadis juga tertulis.
Cikal Bakal Penolakan Hadis
Cikal bakal penolakan hadis yang disebut Ingkar sunnah pada masa klasik muncul di Basrah Irak karena ketidaktahuan mereka terhadap kedudukan sunnah. Sedangkan ingkar sunah modern muncul di Cairo Mesir karena pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam dan orang yang pertama kali melontarkan ingkar sunnah adalah Muhammad Abduh. Namun aliran ingkar sunnah klasik berhasil Imam al-Syafii lumpuhkan. Sedangkan aliran ingkar sunnah modern terbantah oleh munculnya pakar hadis kontemporer seperti al-Siba’i, Azami dan lain-lain.
Pada akhir abad kedua hijri, muncul kelompok-kelompok yang menolak sunnah di antaranya Khawarij yang pada awalnya menerima hadis yang para sahabat sampaikan. Namun setelah kejadian fitnah mereka menilai mayoritas sahabat sudah keluar dari Islam sehingga tertolak hadis-hadis para sahabat. Kelompok selanjutnya adalah Syiah yang menerima hadis nabawi sebagai sumber syariat Islam, namun sepeninggalan Nabi mereka menganggap sahabat sudah murtad.
Catatan Penting
Orang yang pertama menulis hadis di hadapan Nabi adalah Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash (W 65 H) karyanya al-Shahifah al-Shahihah, sedangkan al-Zuhri adalah orang yang pertama kali mengumpulkan tulisan-tulisan hadis. Sedangkan yang pertama membukukan hadis secara komprehensif adalah al-Ramahurmuzi.
Tiga tokoh utama yang menjadi sasaran anti Islam adalah Abu Hurairah karena banyak meriwayatkan hadis, Ibnu Syihab al-Zuhri karena orang yang pertama yang menghimpun tulisan-tulisan hadis, dan al-Bukhari karena penulis kitab yang paling otentik setelah al-Quran.
Taha Husein, Ahmad Amin dan Abu Rayyah adalah tiga tokoh yang menggoyangkan atau meragukan kredibelitas sahabat.
Itulah beberapa catatan yang bisa kita ambil dari buku Kritik Hadis ini. Semoga dengan adanya buku ini bisa membentengi diri kita dari orang-orang yang mencoba menyerang keotentikan hadis Nabi.
Waalahu alam