Kebanyakan masyarakat meyakini bahwa bulan Ramadan merupakan bulan dimana para syetan dan Iblis dikerangkeng (dibelenggu) oleh Allah. Walaupun itu masih menjadi misteri apakah kabar tersebut benar dan berdasar atau tidak.

Dalam al-Qur’an disebutkan, “Ya Allah tangguhkanlah aku sampai hari kebangkitan. Maka Allah menjawab, sesungguhnya engkau termasuk orang yang diberi penangguhan” (al-A’raf: 14-15)

Dialog tersebut merupakan kisah percakapan antara Allah dan Iblis yang terdapat dalam al-Qur’an. Pada awalnya, percakapan itu terjadi ketika Allah hendak menciptakan manusia pertama, nabi Adam. Allah berfirman kepada malaikat bahwa Dia akan menjadikan  khalifah di muka bumi. Kemudian para malaikat “protes” mengapa harus menciptakan manusia yang terbukti telah merusak dan menumpahkan darah di muka bumi. Kemudian Allah menjawab dengan firman-Nya “Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Setelah penciptaan manusia pertama selesai, maka Allah segera memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam. Seluruh malaikat bersujud kepada nabi Adam kecuali Iblis. Alkisah, dalam tafsir al-Thabarī, nama Iblis sebenarnya adalah Haris, yang dalam bahasa Indonesia berarti penjaga. Disebut penjaga karena tugas sehari-harinya adalah menjaga salah satu pintu surga. Karena pembangkangan itulah dia disebut sebagai Iblis.

Iblis, dalam kamus al-Muhīth, berarti putus asa dan kacau pikirannya. Jadi ketika itu Iblis merupakan makhluk yang putus asa dari rahmat Allah dan pikirannya pun kacau balau. Menguak sisi psikologis yang terjadi pada Iblis, ada beberapa alasan yang membuat Iblis merasa sombong dan membanggakan diri ketika itu.

Pertama, dari segi penciptaan, Iblis merasa lebih baik penciptaannya karena Allah menciptakan dirinya dari api dan menciptakan manusia dari tanah. Menurut Iblis, api itu lebih baik dari pada tanah. Allah SWT. berfirman:

 قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah bertanya kepada Iblis; “Apa yang menyebabkan kamu enggan bersujud kepada Adam? Kemudian Iblis menjawab: “Aku ini lebih baik darinya Engkau menciptakan aku dari api sedangkan Engkau menciptakan dia (Adam) dari tanah. (QS. al-A’raf: 12)

Kedua, secara filosofis, karakter tanah adalah rendah, selalu di bawah dan selalu diinjak. Sedangkan karakter api adalah selalu meninggi, dimanapun dia berada, bahkan ketika dijungkirkan ke bawah, ia akan tetap selalu mengarah ke atas. Sehingga sesuai dengan sifat dasarnya, Iblis selalu meninggikan diri dan gengsi untuk bersujud kepada Adam. Kemudian Allah berfirman:

قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ (13) قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (14) قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (15)

“Keluarlah kamu dari surga! Karena tidak sepatutnya bagimu untuk menyombongkan diri di dalamnya. “Maka keluarlah, sesungguhnya kamu adalah makhluk hina”. Kemudian Iblis menjawab: “Tangguhkanlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi penangguhan.” (QS. Al-A’raf: 13-15)

Menarik sekali, dimana sekalipun telah didurhakai, Allah tetap mengabulkan doa Iblis sebagaimana tercantum dalam ayat di atas. Barangkali itulah salah satu kelebihan Iblis. Sedangkan manusia, sekalipun banyak yang berdoa, tetapi tidak secara langsung dikabulkan oleh Allah.

Dalam doa tersebut Iblis meminta agar diberi umur panjang sampai hari Kiamat terjadi, dan Allah pun mengabulkan permintaan tersebut. Tujuan Iblis meminta penangguhan adalah mengganggu para keturunan Adam agar mengikuti jalannya yang tidak lurus. Dengan pengabulan tersebut, Iblis tidak akan pernah mati bahkan dia akan selalu beranak-pinak sampai pada hari yang telah ditentukan. Janji Iblis akan mengganggu anak cucu Adam termaktub dalam ayat,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ 17

“Iblis berkata: “Karena Engkau menghukum aku sesat, maka aku akan menyesatkan hamba-Mu dari jalan yang lurus. Kemudian aku akan datangi mereka dari hadapan mereka, dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka sampai Engkau tidak mendapati kebanyakan dari mereka yang termasuk dalam golongan orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Tentunya Allah SWT. yang Maha Tahu, mempunyai maksud tertentu mengapa Dia mengabulkan doa Iblis tersebut. Tujuan Allah mengabulkan doa Iblis tersebut adalah untuk menguji keimanan manusia, siapa di antara mereka yang beriman, dan siapa di antara mereka yang kafir.

Jika ditinjau dari sisi psikologis, keberadaan Iblis bisa dijadikan sebagai motivasi bagi kita untuk selalu waspada karena mereka senatiasa ada di sekitar kita untuk mengganggu kita, untuk mengajak bergabung dalam rekrutmen yang diadakan oleh jamaah sesat mereka setiap saat, kapan pun dan dimana pun. Karena jika kita sudah masuk jamaah mereka, maka neraka Jahannam sudah menanti di akhirat kelak. Na’ūdzu billah.

Akan tetapi fenomena yang aneh terjadi, dimana pada saat Ramadan umat Islam berbondong-bondong menyerbu serta melawan kaum Iblis, tapi berbeda ketika mereka di momen Idul Fitri. Sebagian kaum muslimin berbondong-bondong menjadi Iblis, mereka dengan sombongnya memamerkan kekayaannya dimana pemameran tersebut dibalut dengan sesuatu yang baik semisal  pemberian ZIS (zakat, infak, dan sedekah) kepada kaum tak mampu.

Dengan bantuan media, mereka dengan sombongnya memamerkan kebaikannya (riya’) di depan publik, seolah-olah ia adalah seorang hartawan yang rupawan dan dermawan, akan tetapi jika tanpa ada niat lī thalabi ridhā’illah (untuk mencari ridha Allah) maka ia layaknya Iblis.

Hari raya juga menjadi momen kebangkitan Iblis-iblis baru, yaitu tatkala manusia beramai-ramai untuk bersilaturrahim (halal bi halal) kepada tetangga dan sanak saudara. Di waktu itu, kerumunan umat manusia saling memakai baju baru nan indah, mereka saling memamerkan baju yang mereka kenakan. Bukannya untuk meramaikan dan memaknai Idul Fitri, malah dibuat ajang mencari popularitas dan kejayaan. Hal tersebut merupakan salah satu watak yang dimiliki Iblis, dimana ia selalu sombong dan menyombongkan diri. Bukannya sifat sombong itu hanya milik Allah? (HR. Al-Baihaqi).

Sebagai motivasi, Iblis saja ketika berdoa, doanya diterima. Apalagi kita, manusia, yang notabene makhluk paling sempurna di antara makhluk lainnya. Tentunya, dengan sugesti positif yang kita punya, Allah akan memprioritaskan dan mengabulkan doa kita. Sehingga bulan puasa merupakan momen yang tepat untuk melawan Iblis, dengan mengekang nafsu dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi segala larangan. Hal itu untuk meraih derajat syakirin (orang-orang yang bersyukur), derajat yang ditakuti oleh kaum Iblis.

Setelah menjadi orang-orang yang bersyukur Allah akan lebih memprioritaskan doa kita yakni ketika kita sudah menjalankan puasa secara penuh dan menjalankan apa yang tersebut di atas. Saat-saat itu adalah Hari Raya Idul Fitri, hari kemerdekaan setelah berjuang melawan Iblis. Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Iblis tersebut adalah larangan bagi kita untuk menyombongkan diri kepada sesama makhluk bahkan kepada Allah. Karena dengan sombong berarti kita sudah menjadi keluarga besar Iblis, the big family of Iblis. Dalam ajaran mana pun, sombong merupakan sifat tercela, terlarang dan termasuk ke dalam jenis-jenis psikopatologi (penyakit jiwa). Allahu A’lam. ***