amalan paling mulia

Mengenal Karakter Ibadurrahman (2)

Majalahnabawi.com – Melanjutkan pembahasan lalu (Karakter pertama sampai ke empat) seputar karakter Ibadurrahman, kajian mengenai karakter hamba Sang Maha Pengasih ini semakin menarik untuk ditelaah.

Penulis membaginya menjadi 8 karakter, meski jika dipisah bisa menjadi 11 karakter. Berikut adalah lanjutan pembahasan pada pengenalan karakter ibadurrahman yang pertama.

Karakter yang kelima Ibadurrahman adalah mereka yang tidak menyekutukan Allah, tidak membunuh dan tidak berzina.

وَٱلَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)”. (Al-Furqon : 68)

Menanamkan tauhid yang lurus dalam hati, tidak membunuh sesama manusia serta tidak melakukan zina juga termasuk karakter ibadurrahman, yang jika seorang manusia ingin masuk ke dalam golongan tersebut, ia harus maksimal melakukan itu semua.

Bertauhid adalah asas keyakinan seorang muslim. Misi utama Rasulullah Saw diutus ke muka bumi ini adalah untuk meyakinkan manusia bahwa hanya Allahlah yang patut disembah, hal ini tampak jelas dari redaksi satu di antara dua syahadatain berisi pengesaan Allah yang menjadi syarat seseorang menjadi muslim.

Dalam hal ini, almarhum Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub termasuk sosok yang sering menegaskan hal ini, beliau amat mengecam keras perilaku syirik, yakni mengadakan sekutu bagi Allah padahal Dia-lah yang menciptakanmu (an taj’ala lillahi niddan wa huwa kholaqoka).

Begitupun dengan larangan membunuh yang jelas-jelas bertentangan dan Hak Asasi Manusia. Adapun masalah zina, dalam tafsirnya Ibnu Katsir mengatakan bahwa berzina adalah dosa besar setelah syirik, hal ini dikaitkan dengan sabda Nabi Muhammad Saw : “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dibanding laku seseorang laki yang menaruh spermanya di perempuan yang tidak halal baginya.” (HR Ibn Abi Dunya)

Yang keenam adalah mereka yang tidak membuat persaksian palsu serta tidak menyia-nyiakan waktu

وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Al-Furqon : 72)

Orang yang melakukan persaksikan, bisa dikatakan standar kebenarannya ada dalam menilai sebuah perkara, baik dan buruknya sebuah perkara tergantung persaksikan.

Demikian dalam sidang pengadilan, saksi menjadi faktor penting dalam memvonis sebuah perkara yang disidangkan, maka melakukan persaksikan palsu sama saja menghadirkan kebenaran yang palsu. Jelas hal ini bertentangan dengan nilai islam yang mengedepankan kejujuran.

Menurut Qatadah ayat ini bermakna bahwa di antara karakter Ibadurrahman adalah tidak membantu menyukseskan kebatilan seseorang, tidak bersekutu dan bergotong royong melahirkan keburukan.

Berikutnya, menurut al-Hasan dan al-Kalby, sebagaimana diceritakan oleh al-Baghawi dalam Ma’alim al-Tanzil, kata al-laghw dimaknai sebagai maksiat. Maksudnya adalah di antara karakter Ibadurrahman adalah apabila mereka melewati sebuah perkumpulan yang penuh dan maksiat dan kebatilan, mereka menyegerakan diri melewatinya dan mengabaikannya.

Yang ketujuh adalah mereka yang memperhatikan ayat-ayat Allah.

وَٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا۟ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا۟ عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا

“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (Al-Furqon : 73)

Orang yang beriman senantiasa dianugerahi oleh Allah hati, mata dan telinga yang awas. Sehingga sangat peka terhadap ayat-ayat yang ditebarkan oleh Allah Swt di muka bumi ini.

Hal ini bertolak belakang dengan orang yang digolongkan sebagai orang-orang yang lalai (al-ghafilun), yakni mereka yang punya hati tapi tidak peka, punya mata tapi tak melihat, punya telinga tapi tak mendengar.

Mengomentari ayat ini, imam al-Qurthubi dalam Jami’ li Ahkam al-Qur’an menjelaskan bahwa mereka (hamba Allah yang Maha Pengasih) tatkala diperdengarkan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur’an mereka mengingat kampung akhirat dan tidak lalai layaknya orang yang tidak mendengar.

Yang kedelapan adalah mereka yang berdo’a kepada Allah agar diberikan pendamping dan keturunan yang baik

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqon : 74)

Quraish Shihab mengatakan bahwa kata qurroh bermakna menggembirakan. Ciri Ibadurrahman yang terakhir adalah mereka yang senantiasa berdoa agar diberikan keturunan yang baik dan menggembirakan lewat budi pekerti dan kara-karya mereka yang terpuji. Demikian dalam tafsir Al-Misbah.

Tak diragukan lagi, keturunan yang baik adalah faktor terpenting keberlanjutan generasi yang baik. Nabi dan para sahabat sangat memperhatikan hal ini, maka lahirlah generasi tabi’in yang mulia. Begitupun seterusnya.

Mereka yang sadar pentingnya merawat masa depan keluarga dan bangsanya akan antusias memperhatikan kualitas generasi pelanjutnya. Selain dengan menyediakan fasilitas pendidikan yang baik, berdoa agar menjadi generasi yang menggembirakan juga harus selalu dipanjatkan oleh seorang muslim.

Wallahu A’lam Bisshawab

Similar Posts