Tafsir Surah al-Adiyat Ayat 8: Cinta yang berlebih kepada Harta
Oleh: Daffa
MajalahNabawi.com – Surah al-Adiyat adalah surah ke-100 berdasarkan susunan mushaf dan surah ke-14 sesuai urutan pewahyuan Alquran serta tergolong sebagai surah Makkiyah, meski sebagian berpendapat bahwa surah al-Adiyat adalah surah Madaniyah. Dalam tafsir surah al-Adiyat ayat 8 berbicara mengenai cinta kepada harta.
Berikut ini adalah teks ayat, terjemahan dan beberapa pendapat para mufassir dalam surah al-Adiyat ayat 8:
وَاِنَّهٗ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ ۗ
Artinya: Sesungguhnya cintanya pada harta benar-benar berlebihan. (Q.S. al-Adiyat [100]: 8)
Penafsiran Pertama
Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-Azhim) menyebutkan Yakni sesungguhnya kecintaannya kepada harta benda benar-benar sangat berat. Sehubungan dengan makna ayat ini, ada dua pendapat; pendapat pertama mengatakan bahwa sesungguhnya manusia itu sangat mencintai harta. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta, dia menjadi seorang yang kikir. Kedua makna sama-sama benarnya.
Penafsiran Kedua
Tafsir al-Misbah karya Prof. Quraish Shihab menyebutkan Kata “al-khair” biasa diartikan kebaikan. Tetapi yang dimaksud di sini adalah harta benda. Demikian pendapat mayoritas ulama. Surat Al-Baqarah ayat 180 juga menggunakannya untuk makna itu. Dapat juga dikatakan bahwa ia dinamai demikian untuk memberi isyarat bahwa harta benda adalah sesuatu yang baik. Semakin banyak ia semakin baik. Yang menjadikannya tidak baik adalah kecintaan yang berlebihan terhadapnya dan yang mengantar seseorang untuk bersifat kikir, atau menggunakannya bukan pada tempatnya.
Penafsiran Ketiga
Tafsir al-Jalalain menyebutkan (Dan sesungguhnya karena cintanya kepada kebaikan) maksudnya cinta atas harta benda (dia sangat bakhil) artinya lantaran sangat mencintainya, jadilah ia seorang yang amat bakhil atau kikir.
Penafsiran Keempat
Tafsir as-Sa’di karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menyebutkan “Dan sesungguhnya dia,” yaitu manusia, “sangat bakhil karena cintanya kepada harta,” yakni amat mencintainya, dan kecintaannya itulah yang menyebabkannya tidak menunaikan kewajiban-kewajiban. Ia lebih mengedepankan hawa nafsu daripada keridhaan Rabbnya. Semua itu karena ia membatasi pandangannya pada dunia sementara akhirat ia lalaikan.
Kesimpulannya manusia sangatlah kikir atau bakhil terhadap hartanya. Karena kikir atau bakhil salah satu penyakit cinta dunia, yang ia kikir atau bakhil dalam bershadaqah, berzakat dll. Tetapi manusia yang beriman ia akan mempergunakan hartanya dengan sebaik mungkin untuk di jalan Allah SWT. Sejatinya harta, ruh, dan jasad adalah milik Allah. Jadi, sangatlah rugi manusia yang hanya membuang-buang hartanya untuk hal tidak bermanfaat.