Antara Salafi dan Nusantara

Sebagai pegiat tulisan atau sering menjunjung tinggi sebuah Ejaan Yang Disempurnakan dalam kalimat, hal ini membuat saya sangat tertarik terkait pembahasan yang disampaikan oleh Ustaz Hilmy Fidausy ketika ngaji angkatan, terkait adanya perbedaan antara Nusantara dengan Salafi dapat dilihat dengan jelas perbedaan melalui para ulama dalam mendakwahkan agama Islam.

Di tengah keberagaman macam hadis dilihat dari segi hukumnya. Orang-orang salafi lebih sering menggunakan hadis sahih untuk memperjuangkan fadhilah teks Hadis tersebut. Sedangkan nusantara, mereka lebih cenderung menggunakan hadis dhaif agar masyarakat mau mengamalkan ibadah tersebut dan inilah yang menjadi maqashidnya mereka. Ini terbukti dalam realita kehidupan kita bahwa masyarakat dalam mengadakan acara, kita ambil contoh, gunting rambut atau aqiqah, perayaannya gimana guys? Dirayain dengan sangat meriah, mengundang orang-orang, padahal bunyi hadisnya gimana?

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى

“Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), dicukur rambutnya, dan diberi nama.”

Simpel kan? Tapi penerapannya? Wahhhhh sampe ada pertanyaan di mana ibunya nanya sambil menjulurkan kain “warna ini cocok ga? Berdiri di depan orang-orang nanya kek gitu. Kalau ga cocok atau dijawab sama jamaah yang hadir “engga..” maka diganti warnanya sambil nanya pertanyaan yang sama, dan itu terus menerus sampai akhirnya dijawab “cocokkkkkk“. Masya Allah bukan? Orang Nusantara ga ngamalin kalo ajarannya

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

Mereka baru bergairah kalo bunyi hadisnya “bla bla bla..من فرح بدخول رمضان” 😂 paham ga bedanya? Semoga paham ya. Dan masih banyak lagi contohnya yang lain.


Tulisan ini sudah terbit di link instagram penulis di bawah ini.

https://www.instagram.com/p/CeQjp4xF3Fw/?utm_source=ig_web_copy_link

Similar Posts