Berdoa kepada Allah

Majalahnabawi.com – Seorang hamba tanpa Rabb-Nya bagaikan raga tanpa jiwa. Kita ada karena Allah, kita sehat karena Allah, kita sukses karena Allah. Allah Tuhan alam semesta yang mengatur seluruh kehidupan beserta qadha dan qadarnya makhluk.

Kedekatan seorang hamba dengan Rabb-Nya memang harus sedekat dan seerat pelukan dua insan. Hal itu dapat kita lakukan dengan selalu mengingat-Nya, beribadah siang-malam dan selalu berdoa kepada-Nya. Sebenarnya Allah tahu apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan, karena Allah Maha Mengetahui segala yang nampak dan yang tersembunyi dari kita. Tapi Allah ingin mendengar doa hamba-Nya secara langsung, terutama ketika salat Tahajud di malam yang sepi sunyi dengan selimut-selimut yang menghangatkan manusia.

Sebagaimana termaktub dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الْأَغَرِّ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Abdul Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Malik bahwa Ibnu Syihab dari Abu Abdullah al-Aghar dan Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tuhanmu yang Maha Pemberi berkah dan Maha Mulia, selalu turun ke langit dunia setiap malam, pada paruh waktu sepertiga malam terakhir, dan Dia berfirman: Barang siapa yang berdoa kepadaku maka akan aku kabulkan, barangsiapa mengajukan permintaan kepadaku akan aku berikan dan barangsiapa memohon ampun kepadaku akan aku ampuni.” (HR. Imam al-Bukhari)

Apakah Berdoa kepada Langit Sama dengan Berdo’a kepada Allah?

Dewasa ini banyak kita jumpai di media sosial, video singkat anak milenial yang sedang berdoa sambil mengangkat kedua tangan dengan dan menatap langit “Langit, bisakah kau turunkan uang? Aku ingin kaya tanpa bekerja”.

Namun pernahkah kalian berpikir bahwa sebenarnya kita tidak boleh melakukan hal tersebut? mengapa demikian?

Pertama, hal itu termasuk perbuatan syirik karena meminta kepada selain Allah. Meskipun hanya sebuah gurauan, namun kita sebagai generasi penerus umat Islam harus sadar akan hal tersebut.
Kedua, Hal tersebut terlalu mustahil dan bisa dikatakan kita kurang sopan kepada Allah, karena meminta hal yang tidak mungkin terjadi, karena Allah telah mengatur semua rezeki dan takdir hambanya yang telah dituliskan di Lauh Mahfuz ketika manusia masih di dalam perut ibunya.
3. Bisa saja itu adalah Istidraj, yaitu azab dari Allah yang berupa kenikmatan dan merupakan ujian Allah untuk hamba-Nya yang lalai beribadah dengan memberikannya rezeki melimpah. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-An’am ayat 44:

فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِه فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ

Artinya:
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa. (QS. Al-An’am:44)

Apakah dalam berdo’a ada tata caranya?
Ketika berdo’a, seorang hamba itu sedang berbicara dan memohon kepada Rabb. Jika kita berhadapan dengan orang yang lebih tua saja harus sopan dan penuh adab, apalagi kepada Allah. Adab tersebut menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh dalam berdo’a. Adab berdo’a yaitu:
1. Mengangkat kedua tengan dengan baik, sekiranya setara dengan dada dan penuh kekhusyu’an
2. Mengawali do’a dengan memuji dan beristighfar kepada Allah
3. Berdo’a menghadap kiblat
4. Melemah-lembutkan suara ketika berdo’a
5. Penuh harapan, keyakinan, kesungguhan dan terus-menerus berdo’a setiap waktu-waktu mustajab
6. Menjauhi maksiat

By Salwa Afiatul Musyarofah

Student of Darussunnah International Institute for Hadith Sciences