Bergesernya Esensi Ramadan

Majalahnabawi.com –  Salah satu perilaku Nabi Saw,. yang sangat menonjol selama bulan Ramadan adalah sikap kedermawanannya yang sangat tinggi. Sahabat Abdullah bin Abbas ra,. menuturkan: “Apabila datang bulan Ramadan, Nabi Saw,. sangat dermawan ibarat angin yang kencang”.

Nabi Saw,. dermawan pada bulan-bulan selain Ramadan dan sangat dermawan pada bulan Ramadan. Sikap sangat dermawan ini kendati sudah menjadi perilaku pada masyarakat muslim masa lalu, namun tampaknya telah terjadi pergeseran bagi muslim masa kini.

Dahsyatnya promosi konsumerisme dan konsumtifisme yang gencar dilakukan jauh sebelum Ramadan datang dan sesudahnya telah mengubah perilaku muslim selama Ramadan menjadi berperilaku konsumtif. Fenomena ini telah menarik seorang sosiolog dari Universitas Oxford di Inggris, Walter Armburst yang pada tahun 2004 melakukan penelitian tentang hal itu. Ia berkesimpulan bahwa Ramadan telah menjadi peristiwa yang dapat dipergunakan untuk tujuan multiguna.

Ramadan menjadi sesuatu yang lebih jauh bisa dipakai untuk agenda yang berbeda-beda mulai dari menjual produk, merangsang produksi, hingga mempromosikan sikap politik. Para pemasar kelas dunia sejak lama menandai kedatangan Ramadan sebagai The Most Important Business Period. Pada bulan ini umat Islam tidak makan dan tidak minum seharian, tetapi ajaibnya konsumsi makanan meningkat signifikan (Indonesia Consumers, 2004, Zainal A Hidayat; KOMPAS 3/10/2006).

Banyak pengamat melaporkan bahwa tempat-tempat belanja seperti mall dan supermarket sangat ramai dipadati pengunjung selama Ramadan. Perilaku konsumtif umat Islam juga dipicu oleh promosi produk dan jasa yang dikemas dengan kemasan ibadah. Sebut saja misalnya paket umrah Ramadan sehingga umat muslim jor-joran berumrah Ramadan.

Pada tahun 2009 diberitakan umat Islam yang melakukan umrah Ramadan mencapai 3,6 juta orang. Apabila berita ini benar, maka jumlah umat Islam yang melakukan umrah Ramadan tahun itu lebih banyak daripada jumlah mereka yang melakukan ibadah haji.

Apabila setiap orang melemparkan uangnya rata-rata USD, 2000, maka akan terkumpul USD, 7,2 milyar yang dilempar oleh umat muslim untuk perbuatan tidak wajib dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Saw. Apabila jumlah itu ditambahkan dengan hasil penelitian sebuah lembaga di Damaskus yang menyatakan bahwa setiap tahun umat Islam melemparkan dana sebesar USD, 5 milyar untuk berhaji ulang, maka jumlah itu menjadi USD, 12,2 milyar.

Padahal di saat yang sama keadaan umat Islam secara umum masih terpuruk. Perhatikan misalnya umat Islam di Palestina, Somalia, Burma/Myanmar, bahkan Indonesia, yang apabila mengikuti indikator Bank Dunia yang menyatakan bahwa orang miskin adalah orang yang penghasilannya sehari kurang dari USD 2, maka jumlah orang miskin di Indonesia yang mayoritas muslim itu mencapai 117 juta orang.

Perilaku Ramadan umat Islam Indonesia tampaknya sudah bergeser dari perilaku dermawan dan berinfak seperti yang dicontohkan Nabi Saw,. menjadi perilaku konsumtif dan egoistis yang justru dilarang oleh Islam dan bertentangan dengan ajaran Ramadan itu sendiri.

Pada tahun lalu, malam pertama bulan Ramadan masjid Istiqlal memperoleh dana infak dari tromol shalat tarawih sebesar IDR, 23 juta, sementara pada tahun ini malam pertama Ramadan masjid Istiqlal memperoleh dana infak shalat tarawih sebanyak IDR, 16 juta. Sedangkan Masjid Agung Sunda Kelapa pada tahun lalu malam pertama Ramadan dari tromol shalat tarawih memperoleh sebesar IDR, 19 juta, dan pada tahun ini hanya mendapat sebanyak IDR, 16 juta.

Kendati dua masjid di ibukota ini belum dapat dijadikan barometer terhadap menurunnya perilaku infak umat muslim Indonesia, namun gejala tersebut patut menjadi renungan, karena perilaku kita ternyata semakin jauh dari tuntunan yang dicontohkan oleh Nabi Saw. Umat muslim Indonesia tampaknya memerlukan contoh aktual dari para pemimpinnya yang mampu memutar kembali kaset perilaku infak Nabi Muhammad Saw,. bukan pemimpin yang pandai bersilat lidah.

Similar Posts