Dukun agamis

Majalah Nabawi.com – Memuallafkan Sosialisme? Sejak era industri, kemunculan praktek kapitalisme yang menguntungkan pemilik modal (borjuis) dari pada kaum buruh menimbulkan aliran sosialisme. Sosialisme ini membatasi kepentingan dan kebebasan individu. Terutama kaum borjuis dan lebih berorientasi ke kesejahteraan bersama, antara tokoh-tokoh besar aliran ini. Mungkin Karl Marx lah yang memiliki pengaruh terbesar. Tandanya adalah munculnya marxisme sebagai bibit dari lahirnya aliran komunisme.

Karl Marx pada dunia modern

Selain itu, dia juga sebagai bapak komunisme juga sebagai imam sosialisme. Marx memandang bahwa adanya kelas-kelas social pada masanya hanya menyebabkan polarisasi antar kelas. Dia juga menganggap bahwa pada masanya ialah masa-masa perjuangan antar kelas, bangsawan dengan rakyat jelata, penindas dan yang tertindas, majikan dan budak, tuan tanah dan para pekerja dan demikian seterusnya akan terjadi pertikaian yang tak kunjung berhenti. Sehingga marx merasa perlu adanya revolusi sebagai jalan satu-satunya.

Apakah marx dan para tokoh-tokoh pada zamanya menjadi yang pertama dalam menitikberatkan perhatian pada hal ini ?. Jika kita tarik dari masa saat ini jauh sebelum seorang karl mark lahir sekitar lebih dari 14 abad yang lalu baginda Rasulullah Muhammad SAW telah lebih dahulu memusatkan perhatiannya terhadap kelas dan kasta, beliau telah menunjukkan bahwa semua manusia sama di hadapan tuhannya yang membedakan hanyalah iman dan taqwa

ْاِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّهِ أَتْقَاكُم

“Sesungguhnya orang yang paling mulia antara kamu di sisi Allah ialah orang paling bertakwa”

Perhatian beliau bisa kita tandai dengan terjalinnya persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor yang sangat erat

عن انس بن مالك عن النبي صلى االه عليه و سلّم قال: آية الايمان حبّ الأنصار, و آية النفاق بغض الانصار

“Dari anas bin malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: Tanda iman adalah mencintai kaum Anshor dan tanda nifaq (munafik) adalah membenci kaum Anshor”

Imam Sosialisme

Kemudian yang terbesar tersusunnya Piagam madinah sebagai konstitusi tertulis atau yang kita sebagai konstitusi madinah, suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan masyarakat madinah yang menjadi hunian beberapa macam golongan, beliau memandang perlu meletakkan aturan pokok tata kehidupan bersama di madinah di tengah kemajemukan pada saat itu, berusaha mempersatukan golongan-golongan yang ada baik muhajirin dengan anshor hingga berlakunya hak saling mewarisi antar mereka dan golongan-golongan yahudi yang tertulis secara formal dalam suatu naskah shahifah.

Pada kajian yang terselenggara oleh Pengurus Pusat Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadits Indonesia (FKMTHI) pada minggu, 21 agustus 2022 tentang “Eksistensi Hadits Dalam Dunia Modern”, terdapat pemaparan di dalam salah satu point oleh Narasumber bahwa Hadits baik yang bernotabene sunnah qouliyyah maupun fi’liyyah dapat menjadi inspirasi semangat reformasi social dan politik, presiden kedua mesir Gamal Abdul Naseer – lanjut Narasumber –, menyematkan gelar “Imam Sosialisme” bukan kepada marx, melainkan kepada Nabi Muhammad SAW, gamal selaku presiden sekaligus sosialis Pada saat itu memilki pemikiran independen terkait sosialisme serta menolak bisu terhadap pemikiran sosialisme karl marx dan para filsuf lainnya yang anti Tuhan dan memilih menjalankan gagasan sosialisme yang bertuhan dan islamis sebagaimana yang baginda Rasulullah SAW ajarkan dan contohkan

Dukun Agamis, Sosialisme Islamis dan Ateis

Marx nampak alergi terhadap agama, dasar pemikiran sosialisme yang dia bangun berdiri atas prinsip pengingkaran adanya tuhan atau Ateisme. Juangnya terhadap polarisasi dan penindasan kelas proletar pada kenyataannya tidak menggapai esensi dari sosialisme, melainkan menciptakan kelas baru secara tidak langsung, pemikiran dan kritiknya terhadap kediktatoran borjuis yang mengeksploitasi proletar justru menimbulkan pergeseran kekuasaan ke tangan proletariat, terbukti dengan munculnya marxisme kemudian terbentuknya aliran komunisme yang melebar sebagai ideologi blok timur. Sikap Ateisme marx dan filsuf lainnya pada saat itu hanya menimbulkan pemikiran dan perjuangan yang berlandaskan ego dan ambisi belaka, sosialisme tidak mengakibatkan kesetaraan atau bahkan keadilan, akan tetapi keberpihakan pada golongan tertentu.

Berbeda dengan apa yang baginda Nabi Muhammad SAW contohkan dan ajarkan, sikap social yang beliau tunjukkan menimbulkan pergeseran ke arah masyarakat yang demokratis, beliau juga menunjukkan sikap yang anti keberpihakan pada golongan tertentu, ini karena sikap beliau sebagai seorang rasul yang segala tindakan dan ucapannya bukan dari nafsu dan keinginan belaka.

و ما ينطق عن الهوى ان هو الاّ وحي يوحى

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan

Ateisme Anak Kandung Agama

Marx menganggap tuhan hanya sebuah opium, obat yang dapat meringankan atau melupakan rasa sakit. Tuhan baginya hanya hasil atau mitos yang manusia ciptakan karena keluh kesah dan keputusasaan. Tuhan tidak menciptakan manusia melainkan manusialah yang menerka dan menciptakan eksistensi dari mitos Tuhan itu sendiri. Pemikiran marx menjadi kuat dengan argument-argumen Nietzsche; tuhan telah mati dan menganggap agama merupakan budaya manusia yang dibangun atas landasan mitologi dan fantasi aneh yang jelas keliru.

Nietzsche dengan gairah dan resahnya melahirkan opini pengingkaran eksistensi tuhan, sedangkan marx karena dendam dan luka masa lalunya terhadap kediktatoran borjuis merepresentasikan opini Nietszche sebagai bentuk kebenciannya terhadap agama, ia resah melihat praktek-praktek keagamaan pada zamannya hanya untuk alat dan kepentingan kaum borjuis, agama bagi marx ialah fasilitas paling mudah dan sering menjadi tempat persembunyian otoritas jahat dan kepentingan sebagian golongan, fenomena penjualan agama untuk berbagai keinginan, ambisi, ego, uang, politik memang kerap kali terjadi di zaman marx kala itu, kelakuan para pemuka-pemuka agama, atau kaum-kaum penindas yang mengaku agamis justru menimbulkan keresahan dan kekecewaan di tengah masyarakat dan para pemikir serta menghilangkan kepercayaan mereka terhadap agama, kebencian marx terhadap fenomena ini menimbulkan kritik dan serangan terhadap agama, baginya agama hanyalah candu, yang lambat laun berani mengingkari eksistansi tuhan.

Dukun Agamis Pencetak Bibit Marxis

Segala bentuk aktivitas, baik berupa tindakan, perbuatan maupun ucapan jika diintervensi dengan sentuhan dogma, maka dimungkinkan semuanya mampu dilegitimasi dan dilegalisasi, baik atau buruk dan sadar atau tidak sadar.

Dogma agama tak jarang nampak begitu rentan menjadi alat transformasi dan legalisasi tingkah laku manusia, khususnya di tangan mereka yang tidak bertanggung jawab, dogma-dogma mereka jual dan menjadi alat pembungkus nan indah dan estetik bagi segala tingkah yang tidak sepantasnya.

Di zaman marx ia menjadi zona sakral dari otoritas jahat penguasa. Agama menjadi mantel berbulu domba bagi para serigala borjuis, lambat laun angin segar yang senantiasa berhembus dalam kesenanagn dan kesewenangan penguasa kala itu tnpa di sadari kian membesar. dan pada akhirnya merobohi tiang-tiang kekuasaan mereka, dengan terbuahinya bibit yang bosan dan dendam terhadap segala otoritas dan kesewenangan mereka. Teringat sebuah ungkapan:

التاريخ يعيد نفسه

Sejarah Itu mengulang diri sendiri

Seiring bergilirnya waktu serta bergilirnya kepentingan manusia, ego, ambisi, nafsu akan tetap mencari ruangnya untuk berekspresi, agama nyatanya tetap relevan untuk selalu menjadi komoditas kepentingan ambisi. Contohnya dalam skala besar seperti kampanye-kampanye politik dengan dalih ayat-ayat tertentu untuk kepentingan. Baik menyerang oposisi atau menarik umat. dan dalam skala kecil seperti dukun-dukun agamis berkedok penyembuhan dan pengobatan dll.

contoh fenomena-fenomena seperti yang kita singgung di atas hanya akan melahirkan bibit marx baru yang bosan terhadap praktek-praktek keagamaan. Muhammad Arkoun mengatakan Al-Quran itu suci sedangkan pemikiran-pemikiran terhadap Al-Quran itu yang tak suci. Bahkan dapat mengotori kesucian Al-Quran itu. Demikian pula agama, hakikatnya ia suci tapi terkadang praktek-praktek kepentingan sebagian golongan lah yang mengotori.

Sudah sepatutnya agama tidak kita ekspresikan untuk kepentingan dunia, tempatkanlah ia pada ruangnya.

عن أبي هريرة عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال: من نعلّم علما يبتغى به و جه الله عزّ و جلّ لا يتعلمه الّا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عزف الجنّة يوم القيامة

“barang siapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya kita harap adalah ridho Allah. Tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat”

By Fabirron Mukammal

Mahasiswa Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences