majalahnabawi.com – Perkembangan tafsir dari masa ke masa tidak berjalan stagnan melainkan cukup dinamis, bain dari segi metode, corak, ataupun sistematikanya. Metode tafsir dari mulai masa klasik sampai modern memiliki karakteristik masing-masing. Seperti tafsir tahlili yang mengurai makna ayat secara mendetail, tafsir ijmali yang menyajikan makna ayat secara umum, hingga tafsir maudhu’i yang dirumuskan oleh Abdul Hayy al-Farmawi. Tafsir Maqashidi adalah metode tafsir yang menambah kekayaan keilmuan ini. Sebagai metode yang baru dan memiliki potensi untuk menghasilkan berbagai temuan, epistemologi tafsir maqashidi ini sangatlah penting.

Sekilas Tentang Term Maqashid dalam Tafsir

Term maqashidi dalam tafsir mengidentifikasikan dua hal, pertama maqashid sebagai lawn / corak dan maqashid sebagai metode penafsiran. Maqashid sebagai lawn / corak adalah penafsiran yang bercorak maqashid syari’ah, yaitu penafsiran dengan menonjolkan aspek maqashid syari’ah dari suatu ayat seperti hifdz aql dan lainya.

contoh dari tafsir bercorak maqashid syari’ah misalnya pada QS. al-Isra/17:32

وَلَا تَقۡرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَـٰحِشَةࣰ وَسَاۤءَ سَبِیلࣰا

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Dalam Tafsir al-Razi atau Mafatih al-Ghaib Fakhr al-Razi mengemukakan salahsatu maqashid syari’ah yang terdapat dalam ayat ini yaitu hifdz al-nasl atau menjaga keturunan. Ia mengatakan bahwa perbuatan zina mempunyai banyak dampak buruk diantaranya yang pertama adalah tercampur aduknya keturunan sehingga anak yang lahir tidak dapat mengetahui siapa orang tuanya. Hal ini bisa menyebakan anak tersebut tidak mendapat pendidikan dari orang tuanya bahkan bisa menyebabkan terputusnya keturunan.(al-Razi,Mafatih al-Ghaib, Juz 20, 332.)

Sementara itu, Maqashid sebagai metode adalah metode menafsirkan suatu ayat dengan menentukan maqshid dari maqra’ yang seorang mufasir tafsirkan. Metode ini ibarat kacamata berwarna yang seorang mufasir gunakan sehingga semua ayat dari maqra’ itu mempunyai warna yang sama. Misal ketika maqshid suatu ayat adalah tentang keimanan misalnya, maka semua ayat itu akan mempunyai maqshid yang sama.

Langkah-langkah Menafsirkan secara Maqashidi

Menafsirkan secara maqashidi bukanlah menafsirkan dengan corak maqashid syari’ah, karena penafsiran seperti itu merupakan penafsiran maudhu’i atau tematik dengan tema maqashid syari’ah. Cara kerja tafsir maqashidi adalah dengan menentukan maqra’ dan kemudian maqashid lalu menafsirkan ayat itu sesuai maqashid dan menyimpulkannya. Contohnya jika kita menentukan bahwa maqra’nya adalah QS. al-Mu’minun/23:18-21.

وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَاۤءِ مَاۤءَۢ بِقَدَرࣲ فَأَسۡكَنَّـٰهُ فِی ٱلۡأَرۡضِۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابِۭ بِهِۦ لَقَـٰدِرُونَ(١٨)

(١٩) فَأَنشَأۡنَا لَكُم بِهِۦ جَنَّـٰتࣲ مِّن نَّخِیلࣲ وَأَعۡنَـٰبࣲ لَّكُمۡ فِیهَا فَوَ ٰ⁠كِهُ كَثِیرَةࣱ وَمِنۡهَا تَأۡكُلُونَ

(٢٠)وَشَجَرَةࣰ تَخۡرُجُ مِن طُورِ سَیۡنَاۤءَ تَنۢبُتُ بِٱلدُّهۡنِ وَصِبۡغࣲ لِّلۡـَٔاكِلِینَ

(٢١) وَإِنَّ لَكُمۡ فِی ٱلۡأَنۡعَـٰمِ لَعِبۡرَةࣰۖ نُّسۡقِیكُم مِّمَّا فِی بُطُونِهَا وَلَكُمۡ فِیهَا مَنَـٰفِعُ كَثِیرَةࣱ وَمِنۡهَا تَأۡكُلُونَ

Kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan maqshid dari ayat. Untuk menentukan maqshid bisa menggunakan content analysis dan tadabbur. Misalnya jika kita menggunakan content analysis dan kita dapatkan bahwa kata yang sering muncul adalah al-akl atau makan, kemudian kita dapatkan bahwa ayat ini adalah tentang nutrisi yang diperlukan saat makan.

ayat ke-18 menyebutkan tentang air sehingga bisa ditafsirkan bahwa kita perlu mendapat asupan air yang cukup dan bahwa air itu lebih dibutuhkan daripada makanan. Manusia bisa bertahan lebih lama tanpa makanan dibandingkan dengan tanpa air. Ayat ke-19 menyebutkan tentang buah-buahan sehingga bisa kita tafsirkan bahwa manusia juga perlu mengkonsumsi vitamin, nutrisi, serat yang ada dalam sayuran dan buah. Ayat ke-20 berbicara tentang al-duhn atau gandum yang menunjukkan bahwa manusia perlu mendapat asupan karbohidrat. Dan ayat ke-21 berbicara tentang daging sehingga menunjukkan bahwa manusia juga memerlukan asupan lemak.

Dari penafsiran ini bisa disimpulkan bahwa ayat-ayat ini berbicara tentang anjuran nutrisi yang harus ada dalam makanan yang sehat. Tentu jika kita mengganti maqshid dari ayat ini penafsiran yang kita hasilkan akan berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penafsiran dengan metode maqashidi akan sangat dinamis dan menghasilkan temuan yang baru.

By Trisna Yudistira

Mahasantri Darus-Sunnah 2020 dan Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir 2021