Majalahnabawi.com – Habib Muhammad Luthfi bin Yahya sangat familiar di kalangan semua lapisan masyarakat dari kalangan atas sampai kelas bawah. Sehingga tidak mengherankan, jika banyak yang memanggilnya dengan sebutan “Abah”. Yang artinya, Habib ibarat seorang ayah yang bijaksana, dapat membimbing anak-anaknya. Beliau juga dipandang mampu mengajak masyarakat menuju jalan kebenaran yaitu jalan Allah dan Rasul-Nya.

Pribadi yang bersemangat ini semakin terasa ketika Habib Luthfi mendapatkan tuntutan untuk menyelesaikan banyak pekerjaan sebagai Pendiri Forum Keyakinan Umat Beragama, Dewan Pertimbangan Presiden, Rais ‘Am Jamiat Ahli Thariqah An-Nahdliyah (JATMAN), dan sebagai Ketua World Sufi Forum yang tujuan utamanya merangkul umat untuk menciptakan perdamaian dunia.

Habib Luthfi dan Kearifannya

Kehadiran Habib Luthfi yang terkenal dengan kearifannya dalam menanggulangi isu intoleransi sangat diperlukan. Mengingat berbagai gejala yang mengindikasikan intoleransi mengintai kehidupan masyarakat kita. Sikap intoleran terhadap antar agama bahkan kelompok-kelompok yang notabennya se-agama, jihad yang mengatasnamakan islam radikal, terorisme, penyerangan dan pengusiran terhadap kelompok minoritas, pelarangan kegiatan keagamaan masih saja terjadi hingga saat ini.

Indonesia masih menyimpan potensi intoleransi. Sebagian dari itu sudah terjadi meski hanya di beberapa daerah. Sebagian besarnya bukan tak mungkin akan muncul ke permukaan secara masif di waktu yang akan datang, jika hal itu tidak ada yang menanganinya secara serius. Seperti beberapa aksi terorisme di Indonesia yang belakangan muncul dari orang-orang yang intoleran. Mereka terus bekerja dan juga melakukan perekrutan orang baru untuk menularkan paham radikal dan Islam ekstrim. Terungkap bahwa, ada indikasi penyebaran paham-paham intoleran di kalangan siswa sekolah menengah umum dan perguruan tinggi negeri. Yaitu menyamarkan gerakan mereka sebagai kelompok studi yang mendorong pemurnian agama.

Ekstrimis sebagai Tanda Sebuah Agama Kehilangan Esensinya

Salah satu kasus yang tidak lama ini terjadi pada mahasiswa Universitas Brawijaya dengan inisial IA yang diduga menyebarkan ajaran ISIS dengan media sosialnya dan membuka donasi untuk mendanai jaringan tersebut di Indonesia. Tertangkap di kosnya oleh tim Densus 88. Kasus tersebut tak luput dari kurang mendalamnya pengetahuan agama seseorang. Padahal sejatinya, tidak ada agama apapun yang mengajarkan kekerasan dan bahkan merugikan banyak orang.

Namun di tangan kelompok ekstrimis, agama menjadi serba formal, baku, beku dan kaku. Hal itu mencerminkan agama semakin kehilangan esensinya, yaitu sebagai media penghubung manusia dengan Allah Swt dalam bentuk ibadah ritual. Dan dengan sesama, dalam bentuk interaksi sosial yang bermoral.

Hilangnya dimensi spiritual dari agama menjadikan agama kehilangan keindahannya. Agama tidak lagi mempesona dan kehilangan daya tariknya. Dengan demikian, tasawuf yang bermakna pembinaan mental ruhaniah manusia, adalah solusi yang paling tepat dan efektif untuk menyelesaikan permasalahan krisis spiritual dalam beragama.

Menanam Benih Cinta Melalui Tasawuf

Selain itu, ajaran tasawuf yang menanamkan cinta kasih dapat membimbing manusia untuk mengamalkan ajaran tertinggi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Seseorang yang sudah memahami betul hakikat cinta, ia akan mengerti bahwa bentuk ibadah sebagai rasa cinta bukan hanya kepada Allah, melainkan juga pada ciptaan-Nya.

Oleh karenanya, dengan pengamalan tasawuf dalam laku beragamanya seseorang, harapannya tidak akan mudah menghakimi yang berbeda dari dirinya. Serta selalu berusaha memandang hal tersebut sebagai rahmat yang patut kita syukuri selalu. Terlebih lagi ia akan menghindari hal-hal kekerasan. Seperti sikap kasar, dan sifat-sifat semacam itu ketika berada di tengah-tengah manusia lain sebab itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.

Jalan damai tasawuf tersebut sejatinya sudah banyak contoh pengamalannya oleh ulama-ulama sufi terdahulu. Di antaranya dalam konteks ke-Indonesiaan adalah para walisongo ketika mengajak dan membimbing umat kepada jalan kebaikan. Di lain sisi juga mengajarkan untuk menjaga kesatuan dan persatuan nusantara.

Ber-Tasawuf Guna Menyucikan Hati

Sama halnya pula dengan Habib Luthfi dalam dakwahnya. Yang mendorong umat untuk menjalankan ajaran agama dengan jalan kedamaian, tanpa pemaksaan, bahkan kekerasan. Akan tetapi lebih menekankan pada kerelaan hati dan keterbukaan diri. Maka, ajaran tasawuf dari para auliya’ dan guru salihin tersebut sebagai cara berislam alternatif sangat selaras dengan era kontemporer dan kosmopolitan.

Habib Luthfi bin Yahya juga pernah menyatakan tentang munculnya pertikaian di berbagai belahan dunia, seperti intoleransi, radikalisme, perang dan saling hujat. Satu-satunya jalan yang bisa membersihkan hati, meluruskan niat, memperbaiki pola pikir di setiap negara adalah tasawuf. Sebab tasawuf mengandung nilai-nilai universal yang berhasil berpadu dengan komitmen pada norma-norma partikular.

Habib yang sangat konsern terhadap dunia tasawuf dan nasionalisme ini berpendapat, bahwa tasawuf yang mengajarkan tazkiyah an-nafs atau penyucian hati dapat membersihkan diri seseorang dari sifat yang selama ini identik dengan kelompok pengusung mazhab kekerasan.

Hati yang Bersih sebagai Langkah Awal Membasmi Sifat Merasa Paling Benar

Seperti menganggap dirinya atau kelompok yang sepaham dengannya yang paling benar, suka menyalahkan orang lain, hingga perbuatan mengafirkan orang lain. Jika sudah berpikiran bahwa tafsirnya adalah yang paling benar, maka orang tersebut dapat berpotensi dalam paham ektrimisme dan radikal.

Habib Luthfi pernah mengatakan bahwa jika hati manusia bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi hubungan manusia kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga manusia akan senantiasa mengingat Allah dalam hal apapun. Kemudian akan bertajalli dalam dirinya sifat ar-rahman dan ar-rahim-Nya kepada orang lain bahkan seluruh makhluk di penjuru alam.

Jika seseorang bisa mengamalkan ajaran ini, maka tidak akan ada intoleransi karena beda pemahaman atau pun juga kekerasan dalam beragama. Akan tetapi, orang akan saling menghargai satu sama lain. Rakyat tidak akan mudah terkena provokasi, negara kita akan aman tentram bahkan dunia akan senantiasa damai. Wallahu a’lam bisshowab.