majalahnabawi.com – Berbicara mengenai negara dan Pancasila, ada satu kalimat menarik dari seorang ilmuwan Islam abad ke-9 bernama Abu Hanifah Ahmad ad-Dinawari. Dia terkenal sebagai ahli botani pertama yang melakukan observasi secara serius kepada tumbuhan dan tanaman yang pemikiran nya tertuang dalam buku “Wasathiyah Islam” karya M. Kholid Syerazi.” Kalimat nya begini, “Jika kamu ingin mengenal lebih jauh tentang seseorang, maka lihatlah bagaimana dia mencintai negaranya.”

Yang membuat kalimat ini jadi menarik, ad-Dinawari lahir dari sebuah wilayah bernama Dinawar. Sebuah kota di Iran Barat yang pernah diluluh-lantahkan oleh bangsa Mongol dan selalu menjadi kecamuk politik di kawasan Arab yang berlangsung hingga sekarang. Ad-Dinawari seolah memahami sepenuhnya takdir tanah kelahirannya itu.

Kemajemukan bangsa Indonesia adalah keniscayaan, dan Pancasila adalah penengah segala perbedaan itu. Siapapun yang ingin merubah bangsa kita dengan sistem khilafah, apalagi komunisme, tentu saja ingin menggusur Pancasila. Secara sederhana bisa kita katakan begini, janganlah mengatakan bahwa kita mencintai Pancasila, membenci komunisme, tapi pada bagian yang lain kita ingin menegakkan sistem khilafah, ini kemunafikan. Seperti yang ditulis oleh ad-Dinawari, “mereka, para pengkhianat besar negara yang selalu hidup dalam kepura-puraan.”

Bangsa kita sudah terlalu sering dikhianati dari segala arah. Komunisme melalui PKI dan kelompok Islam melalui DI /TII pernah berusaha menikam bangsa kita dari belakang. Kita semua mengalami sejarah yang tidak enak itu. Ibu Pertiwi seringkali diserang oleh anak-anak yang lahir dari rahimnya sendiri. Ironisnya, semua memang berawal dari hipokrisi dan kepura-puraan akibat menelan buta ideologi politik yang dijejalkan paksa oleh orang luar.

Pancasila lahir untuk melebur segala perbedaan. Ia adalah “produk lokal” yang terbukti masih membentengi kita dari segala upaya perpecahan melalui berbagai racun ideologi impor. Komunisme sudah sekarat di mana-mana. Tidak ada satu negara pun yang mau memakai ideologi khilafah, tapi Pancasila masih berdiri kokoh memayungi kemajemukan kita.