Majalahnabawi.comKasyf al-Ghummah fi Ahwal al-Mawta fi al-Barzakh wa al-Qiyamah, atau terkenal dengan Kasyf al-Gummah, merupakan karya Syekh Daud al-Fathani. Kitab ini selesai pada 20 Rabi’ul Awwal 1238 H/ 1819 M. Diberi nama Kasyf al-Ghummah karena kitab ini menerangkan secara jelas tentang keadaan orang mati di alam barzakh dan keadaan yang terjadi pada hari kiamat. Kitab Kasyf al-Gummah terdiri dari 2 juz. Dicetak di bagian tepi karya beliau yang paling besar yaitu Furu’ al-Masail. Namun, ada juga yang dicetak berasingan.

Kandungan Kitab Kasyf al-Ghummah

Secara keseluruhan karya ini menceritakan tentang keadaan yang berkaitan dengan kematian, suasana di dalam kubur, keadaan di hari akhir, juga kisah surga dan neraka. Kupasan kitab ini terbagi menjadi dua juz. Juz pertama terdapat 14 bab, dan juz kedua terdapat 35
bab. Kitab ini merupakan sebuah perpaduan antara karya Jalal al-Din al-Suyuthi yaitu Syarh al-Shudur dan karya Abd al-Wahab al-Sya’rani yaitu Mukhtashar Tadzkirah al-Qurtubi. Dengan kata lain, kitab ini memuat terjemahan hadis-hadis, atsar dan pendapat para ulama terutama dari kedua tokoh di atas, yang mereka sebutkan dalam dua karya tersebut.


Mengenal Syekh Daud Bin Abdullah al-Fathani

Syekh Wan Daud bin Syekh Wan Abdullah bin Syekh Wan Idris (Wan Senik) al-Fathani atau yang kerap disapa dengan panggilan Tok Syekh Daud Fatani atau Syekh Daud al-Fathani merupakan kelahiran Kampung Parit Marhum, Keresik, Patani. Keresik adalah sebuah daerah yang terletak di pesisir pantai. Mengenai tahun kelahiran beliau masih terdapat perselisihan pendapat, ada yang mengatakan tahun 1133 H, 1153 H dan tahun 1183 H.

Syekh Daud al-Fathani merupakan putra dari pasangan Syekh Wan Abdullah dan Fatimah. Ibunya merupakan anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su Bin Tok Kaya Rakna Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datuk Jambu (Sultan abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzzafar Waliyullah bin Sultan Abu Abdullah Umadatuddin (Wan Abu atau Wan Bo Teri-teri atau Maulana Israil Raja Champa 1471 M. Ayahnya bernama Syekh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin Tok Wan Abu Bakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela.

Sanad Nasabnya Bersambung Sampai Rasulullah

Faqih Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datok Jambu (Sultan Abdul hamid) bin Sultan Muzzafar Syah Waliyullah, merupakan saudara kandung dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau juga bersaudara dengan Sultan Babullah (Sultan Ternate) di mana ayah dari Sultan Muzzafar Syah Waliulllah, Sultan Babullah dan Syarif Hidayatullah adalah Sultan Abdullah Umadatuddin. Kakek mereka bertiga ialah Sayyid Ali bin Sayyid Nur Alam bin Maulana Syeikh Jamaluddin al-Akbari al-Husayni (Sulawesi) bin Sayyid Ahmad Syah (India) bin Sayyid Abdull Malik Abdul Muluk (India) bin Sayyid Alwi (Hadramaut) bin Sayyid Muhammad Sahib Mirbat bin al-Sayyid al-Khali Qasam (Hadramaut) Imam Isa Naqib (Basrah) bin Muhammad Naqib (Basrah) bin Imam Ali Uraidi (Madinah) bin Ja‘far Sadiq bin Imam Muhammad Baqir bin Imam Baqir bin Imam Ali Zain al-Abidin bin Imam Husein bin Ali, dari Ibunda Sayidah Fatimah al-Zahra binti Muhammad Saw.

Dengan sebagian penjelasan nasabnya tersebut, maka Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani memiliki pertalian darah dengan Rasulullah Saw, baik dari pihak ayahnya maupun dari pihak Ibu.

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani adalah anak pertama dari lima bersaudara. Adik-adiknya adalah Syekh Wan Abdul Qadir, Syekh Wan Abdul Rasyid, Syekh Wan Idris dan Siti Khadijah binti Abdullah al-Fathani.


Kecerdasan dan Wafatnya

Dari sejak kecil, beliau memiliki akhlak yang baik serta kecerdasan dan kepandaian yang luar biasa daripada teman-teman sepermainannya. Saat Syekh Daud bin Abdullah membaca dan hanya sekali mendengar, beliau langsung hafal dan tidak perlu susah payah untuk mengahafal seperti kebanyakan orang-orang yang sedang belajar. Dari lima bersaudara, beliaulah yang paling alim, bahkan dalam keluarga besarnya pun belum ada yang sealim dirinya.

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani wafat di Thaif pada tahun1265 H atau 1850 M dan berumur kurang lebih 80 tahun. Menurut Nik Tikat, Syeikh Daud bin Abdullah al- Fathani wafat pada tahun 1263 H atau 1847 M. Namun, tak dapat dipastikan kapan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani wafat. Untuk mengetahui hal itu, butuh penelitian lanjutan dari penelitan sebelumnya. Jenazah Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani dikebumikan bersebelahan dengan Abdullah Ibn Abbas (Thaif). Kemudian oleh Syekh Muhammad bin Ismail al-Fathani (Syekh Nik Mat Kecik) dipindahkan dari Thaif ke Mekah karena Syeikh Nik Mat Kecik ini mengetahui bahwa Wahabi akan datang dan menghancurkan kuburan-kuburan keramat termasuk makam Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani yang dianggap keramat oleh penduduk setempat.


Latar Belakang Pendidikan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani

Pendidikan awal tentang keislaman, beliau dapat dari ayah dan kakeknya yang merupakan ulama terkenal di daerahnya. Ayah dan kakeknya sangat disiplin dalam menjaga dan mendidiknya sejak kecil.

Sekitar usia lima sampai tujuh tahun, beliau sudah mengenal pengetahuan tentang Allah (Ilmu Tauhid). Setelah hafal dan tidak lupa lagi, beliau melanjutkan belajar seperti nahwu dan sharaf. Semua sistem pendidikan tradisional di Patani telah beliau lalui. Selain itu, beliau juga pernah mempelajari Islam selama lima tahun di pondok daerah Keresik. Pada saat itu, Keresik merupakan tempat tumpuan pembelajaran Islam.

Beranjak remaja, kecintaanya pada ilmu pengetahuan serta rasa tanggung jawab untuk belajar semakin tertanam dalam benak beliau. Hampir semua orang alim yang berada di wilayah Patani pernah beliau kunjungi.

Guru beliau yang terkenal ketika masih belajar di Patani adalah Syekh Abdurrahman Pauh Bok al-Fathani. Setelah itu beliau menyambung keilmuannya di Aceh dan Sumatra Utara selama dua tahun karena pada waktu itu ada hubungan yang erat antara Patani dengan Aceh sebagai pusat pembelajaran Islam Melayu Nusantara sebelum mereka melanjutkan pembelajaran di Mekah.

Daud Al-Fathani kemudian melanjutkan pendidikannya ke Mekah, dan menetap selama lima tahun. Sesampainya di Mekah, beliau segera bergabung dengan kalangan murid Jawa yang telah ada di sana. Mereka adalah Muhammad Shalih bin Abd al-Rahman al-Fathani, Ali bin Ishaq al-Fathani, al-Palimbani, Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari, Abd al-Wahhab al-Bugisi, Abd al-Rahman al-Batawi dan Muhammad al-Nafis. Diantara murid-murid itu, beliaulah yang paling muda sehingga mereka semua dijadikan guru oleh beliau untuk membantunya belajar ketika dengan guru non-Melayu.


Guru-guru Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani memiliki banyak sekali guru. Hal ini karena beliau banyak menimba ilmu kepada guru yang berbeda dan di berbagai lokasi. Di antara guru -guru beliau yaitu:
1. Ayahnya: Syekh Wan Abdullah
2. Kakeknya: Syekh Wan Idris
3. Syekh Shafiyyuddin (kerabat ayahnya)
4. Syekh Abdurrahman Pauh Bok al-Fathani (guru di Keresik)
5. Syekh Abdul Samad al-Falimbani
6. Syekh Muhammad Zain al-Asyi (Guru beliau di Aceh)
7. Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Saman (Guru di Mekah dan Madinah)

Murid-murid dari Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani

Seperti yang telah kita ketahui, bahwasannya beliau adalah orang yang sangat alim, yang tidak diragukan keilmuannya. Hal inilah yang menyebabkan beliau memiliki banyak sekali murid. Di antara murid beliau adalah

  1. Syekh Wan Musa al-Fathani, Kampung Tapang, Kota Bharu, Kelantan.
  2. Abdul Halim.
  3. Syekh Wan Muhammad Zain.
  4. Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman.
  5. Syekh Abdul Malek bin Isa, Kampung Serengas, Terengganu.
  6. Syekh Hasan bin Ishak, Tanjung Gong Surau, Besut.
  7. Syekh Zainuddin, Aceh.
  8. Syekh Ismail bin Abdullah, Minangkabau.
  9. Syekh Muhammad Zainuddin bin Muhammad Badawi, Sumbawa.
  10. Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Ghaffar, Sambas.
  11. Syekh Wan Abdullah bin Muhammad Amin, Pulau Duyong,Terengganu.

Karya-karya Syekh Dawud

Beliau memiliki banyak sekali karya. Karya-karya beliau sangat popular di daerah Arab umumnya dan Melayu khususnya. Semua karyanya beliau merupakan intisari dari hasil-hasil pemikiran beliau. Di antara karya beliau yaitu Kifayah al-Muhtaj (27 Muharram 1224 H / 14
Mei 1809 M), Idhah al-Bab (9 Rabiul Awal 1224 H), Ghayah al-Taqrib (5 Safar 1226 H), Nahj al-Raghibin (1226 H), Bulugh al-Maram (Rabiul Awal 1227 H), Ghayah al-Maram (5 Zulkaidah 1229 H), al-Dur al-Tsamin (17 Syawal 1232 H), Manuskrip Tasawuf (15 Ramadan 1233 H), Kasyf al-Ghummah (20 Rabiul awal 1238 H), Jam’ al-Fawa’id (27 Jumadil Awal 1239 H), Kanz al-Minan (23 Rabiul tsani 1240 H), Minhaj al-‘Abidin (15 Jumadil Tsani 1240 H), Munyah al-Mushalli (15 Zulhijjah 1242 H / 10 Juli 1827 M), Hidayah al-Muta’allim (12 Jumadil Tsani 1244 H), Uqdah al-Jawahir (24 Safar 1245 H), Ward al-Zawahir (9 Rajab 1245 H).

Beberapa Cara Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dalam Meriwayatkan Hadis

  1. Menyebutkan perawi hadis tersebut beserta maksud atau terjemahan hadisnya saja tanpa disertai matan hadisnya. Contohnya, riwayat dari al-Bukhari, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda, “neraka dikelilingi oleh semua jenis kehendak dan nafsu, sedangkan surga dikelilingi oleh semua hal yang tidak diinginkan dan tidak disukai.”
  2. Menyebutkan hadis dari Rasulullah Saw dan menyertakan terjemahan hadisnya saja. Contohnya, dan pada hadis Rasulullah Saw bersabda: “Maukah aku kabarkan kepadamu tentang penghuni surga?, Mereka terdiri dari orang-orang yang merendah diri, dan jika dia mengambil sumpah Allah bahwa dia akan melakukan perkara itu, maka Allah akan menunaikan janjinya (dengan berbuat demikian). Maukah aku kabarkan kepadamu tentang orang-orang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, ganas, bangga dan sombong.”
  3. Mengambil hadis dari sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, Contoh, dari Anas bin Malik RA berkata Rasulullah Saw bersabda…
  4. Menyebut perawi dan sahabat, kemudian menyebutkan terjemahannya. Contoh, riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah, Nabi berkata, “Surga dan neraka mereka saling berhujah. Dan api (neraka) itu berkata,” Aku dikhususkan untuk orang-orang sombong dan durhaka. Surga berkata, “begitu pula aku, hanya orang-orang lemah, yang masuk kedalam diriku.”
  5. Menyebutkan terjemahannya saja, Contoh hadis, “Kamu syuhada Allah pada bumi-Nya, maka barangsiapa yang bersaksi dengan kejahatan wajib baginya neraka.
  6. Menyebutkan sahabat yang menerima hadis dari Nabi beserta matan hadis tanpa terjemahan. Contoh: Riwayat Ibn Abi Syaibah marfu’ sabda Nabi Saw أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ. Bahkan, beliau juga menyebutkan rawi setelah sahabat, contoh, dari ‘Ashim anak Dhamrah dari Sayyidina Ali ra dari Rasulullah Saw.
  7. Menyebutkan matan hadis dan menyertakan terjemahannya saja tanpa menyebutkan hal lain. Contoh: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِيْ أَحَدَكُمْ قَبْلَ مَوْتِهِ فَيَقُوْلُ مُتْ يَهُوْدِيًّا مُتْ نَصْرَانِيًّا. Artinya: Sesungguhnya setan akan datang kepada seseorang sebelum kematiannya, maka ia berkata: “matilah dalam keadaan Yahudi dan matilah dalam keadaan Nasrani.”
  8. Menyebutkan rawi hadis dan sahabat, disertai matan hadis dan terjemahannya. Contoh, riwayat Abu Dawud dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah yang berkata Rasulullah Saw bersabda: يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى ثَلَاثَةِ أَصْنَافٍ: رُكْبَانًا، وَمُشَاةً، وَعَلَى وُجُوْهِهِمْ. Artinya: “Pada hari kiamat manusia berkumpul atas tiga golongan. Yaitu berkendara, berjalan, dan berjalan di atas muka mereka.”

Penulis : Mira Amirah & Mutiara Intan Permatasari