Hingga saat ini, perayaan maulid Nabi Saw terus menjadi polemik berkelanjutan. Karena masalah ini, sebagian kalangan disesatkan, dibid’ahkan dan dianggap menyimpang dari Sunnah Rasulullah Saw. Di Indonesia, 12 Rabiul Awal menjadi hari besar Islam dan masuk hari libur Nasional, maulid Nabi Saw memang rutin dilaksanakan setiap tahun. Penghormatan khusus ini diberikan kepada manusia teragung, Maha Karya terbaik Tuhan di alam semesta, Rasulullah Muhammad Saw.

Ada yang berpendapat maulid Nabi bid’ah karena tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah Saw, para sahabatnya, dan para tabi’in. Mereka berpendapat, sejak abad pertama hingga ketiga Hijriyah tidak pernah ada yang namanya maulid Nabi Saw, baru setelah abad kesembilan kemudian maulid Nabi Saw diadakan, yaitu di masa dinasti Fatimiyah. Sejak saat itu maulid Nabi dihidupkan yang kemudian berkembang dan ditradisikan. Perayaan maulid Nabi Saw pun dianggap bid’ah dan dilarang.

Pendapat lain menyebutkan Maulid Nabi Saw dibolehkan bahkan dianjurkan. Dalilnya Rasulullah Saw sendiri memperingati hari kelahirannya, maka saat Rasulullah Saw ditanya perihal puasa hari Senin, beliau menjawab; “Pada hari itulah aku dilahirkan dan diutus menjadi Nabi.”

Berdasarkan argumen ini –di samping ada argumen Hadis lain– perayaan maulid Nabi dianjurkan dan patut dilestarikan dengan syarat tidak ada penyimpangan di dalamnya. Maka Shalahuddin al-Ayyubi telah melakukan langkah strategis dengan menjadikan mulid sebagai moment membangkitkan semangat juang kaum muslimin dalam membebaskan bangsa Palestina dari penjajahan. Betul saja, di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi lah umat Islam akhirnya meraih kemenangan pada perang Salib II. Inilah contoh kecil manfaat maulid Nabi Saw. Al-Ayyubi membuktikan bahwa maulid bukan bid’ah. Kalaupun bid’ah, itu adalah bid’ah hasanah yang justeru sangat dianjurkan dalam agama Islam.

Bagai dua sisi mata uang, pro kontra maulid Nabi terus menempel tak terpisahkan. Di mana ada maulid, di situlah akan yang menentang dan mendukung. Prihatin akan hal tersebut, seorang ulama bernama al-Sayyid Abu al-Husain Abdullah al-Hasani al-Makki al-Hasyimi membahas masalah tersebut dalam kitabnya yang berjudul al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawi bayna al-Mu’ayyidin wa al-Mu’aridhin (Perayaan Maulid Nabi; antara Pro dan Kontra).

Di Indonesia, ulama ternama Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari juga tidak tinggal diam. Dalam kitabnya yang berjudul al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat (Peringatan Keras bagi orang yang menyalahgunakan Maulid dengan kemungkaran), Kiai Hasyim dengan sangat serius benar-benar telah mencurahkan pemikirannya dalam menyikapi masalah maulid yang terus berkepanjangan ini. Maka kitab ini harus diapresiasi, kitab fenomenal yang harus dibaca oleh seluruh umat Islam baik yang pro maupun kontra maulid. Bagaimanakah maulid Nabi menurut Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy‘ari?

By Muhammad Ali Wafa, Lc., S.S.I

Dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences