Kisah Qarun Sebagai Inspirasi Pembentukan Karakter Sosial

Majalahnabawi.com – Sebagai seorang muslim harus percaya bahwa Al-Quran bukanlah sebuah kitab yang berisi dongeng masa lalu belaka. Melainkan di dalamnya terdapat hikmah yang bisa kita petik dalam setiap zaman. Seperti kisah Qarun yang diabadikan dalam (QS. al-Qashash [28]: 76-82).

Qarun hidup di zaman Nabi Musa terkenal sebagai seorang kaya raya yang terlampau sombong sehingga ia mendapatkan hukuman atas perbuatannya tersebut. Memiliki banyak pelajaran yang bisa kita ambil serta dapat juga kita aplikasikan dalam kehidupan dan penguatan untuk karakter manusia yang berkualitas baik agama maupun sosial. 

Ibadah Qarun Sebelum dan Sesudah Kaya

Si Miskin yang Rajin Beribadah;

Jauh sebelum kekayaan Qarun melimpah ruah, sejatinya dia adalah seorang yang sangat taat beribadah. Karena seluruh waktunya dia habiskan untuk ibadah, Qarun tidak begitu peduli dengan masalah duniawi. Alhasil Qorun dan keluarganya hidup serba kekurangan. Istrinya yang bernama Ilza sering mengeluh dan merengek agar Qarun mau lebih berusaha meningkatkan taraf hidup mereka. 

Kemudian Qarun meminta nabi Musa untuk mendoakannya agar Allah memberikan harta benda yang banyak untuk dirinya. Nabi Musa menyetujuinya tanpa ragu karena dia tahu bahwa Qarun adalah seorang yang sangat saleh dan pengikut ajaran Ibrahim dengan sangat baik.

Bersifat Sombong Setelah Kekayaannya Berlimpah; 

Sebab doa Nabi Musa, Qarun menjadi Saudagar kaya raya dan hartanya yang tersimpan di banyak gudang dengan kunci-kuncinya yang sangat berat. Meskipun ukurannya hanya sebesar jari namun untuk mengangkut kunci gudang kekayaannya itu membutuhkan 60 bighal atau kuda kecil.

Surat al-Qashash [28], ayat 67-83 bercerita perbendaharaan harta Qarun yang begitu besar menyebabkan dirinya menjadi sangat sombong dan memandang rendah orang di sekelilingnya. Meskipun dia sudah dapat peringatan dari kaumnya agar tidak terlalu membanggakan harta benda dan kekayaannya sebab Allah tidak menyukai itu, namun Qarun tetap tidak menggubrisnya.

Tak hanya itu, ketika turun perintah zakat, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi Musa kala itu pergi menemui Qarun dan memerintahnya mengeluarkan zakat. Setelah Qarun menimbang, ternyata jumlah zakatnya lumayan besar. Sifat bakhilnya pun menghalagi hatinya untuk mengeluarkan zakat. Karena menurut Qarun, limpahnya harta kekayaan ialah sebab hasil kerja keras dan usahanya sendiri, tidak ada kaitan dengan siapa pun, termasuk dengan Allah.

Fitnah Qarun Terhadap Nabi Musa

Ia tidak mengindahkan nasehat dan peringatan Nabi Musa untuk berzakat. Dalam “Tafsir Ruh al-Bayan” menerangkan bahwa bukan hanya itu, Qarun juga menghasut saudagar-saudagar lainnya supaya tidak membayar zakat. Bahkan dia merencanakan untuk menghancurkan citra Nabi Musa. Dia membayar seorang wanita penghibur untuk menuduh Nabi Musa telah melakukan hal yang tak senonoh. Mendengar hal itu Nabi Musa sangat sedih dan terpukul, beliau lalu salat dua rakaat dan meluruskan segala tuduhan termasuk mengingatkan si perempuan.

Kedurhakaan Qarun mencapai puncaknya, akibat dari perbuatan aniaya itu, Allah lalu membinasakan Qarun beserta seluruh harta bendanya. Terekam dalam Al-Quran, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (diri).” (QS. Al-Qashash [28]: 81)

Mengambil Pelajaran dari Kisah Qarun

Kisah Qarun yang terekam dalam Al-Quran mengajarkan pentingnya memiliki karakter sosial yang baik. Di lain sisi terdapat akibat yang timbul dari adanya prilaku buruk yang sejatinya merugikan dirinya sendiri. Internalisasi nilai karakter sosial dapat kita lakukan dengan mengidentifikasi nilai-nilai karakter dari tokoh Qarun.

Sebagaimana Qarun yang pada mulanya meminta Nabi Musa mendoakannya agar menjadi kaya raya dengan tujuan dia bisa lebih taat beribadah dan membantu sesama. Nyatanya, lambat laun Qarun melupakan tujuan tersebut, dengan kekayaanya dia malah berlaku sombong, merasa paling baik, dan ingkar dari perintah Allah. Hingga akhirnya Allah menenggelamkan dia beserta harta bendanya ke dasar bumi. 

Setiap orang pastinya mendambakan kekayaan harta atau minimal segala kebutuhannya dapat tercukupi. Namun kadang kala tidak semua bisa merasakan itu. Ada banyak orang yang mengeluh karena rezekinya selalu terhambat, padahal ia sudah bekerja keras, beramal, dan berdoa untuk mendapatkan rezeki. Kendati demikian sebenarnya ia harus intropeksi diri, bahwa apapun yang menjadi ketetapan Allah adalah yang terbaik bagi hambaNya. (QS al-Baqarah [2]:216)

Bisa jadi, jika Qarun mendapat kelapangan materi malah sibuk dan meninggalkan dari menaati perintah Allah. Maka dari itu, sudah seharusnya seorang hamba menerima dengan lapang hati apa yang sudah menjadi kehendak Allah dan yang terpenting disamping ia berikhtiar juga selalu bersyukur dalam setiap keadaan, sebab dikatakan orang bijak bahwa “Rasa syukur adalah kekayaan yang sesungguhnya”.

Sikap Ketika Mendapatkan Karunia dari Allah yang Seharusnya

Dan bagi mereka yang telah Allah karuniakan dengan kekayaan yang berlimpah harus dipergunakan di jalan Allah dalam wujud kepatuhan kepada-Nya. Dengan menjalankan syariat agama dan bersikap tawadhu’ kepada yang lain tanpa mengunggulkan dirinya atau merasa lebih dari yang lain, sebab semua yang ada di dunia adalah karunia dari Allah dan sikap sombong hanya akan mendatangkan murka-Nya.

Penting juga bagi seseorang untuk lebih peduli kepada lingkungan sekitarnya. Sebagaimana Allah telah mengasihi dan berbuat baik kepadanya, maka ia harus menebarkan kebaikan itu kepada makhluk-Nya. Seperti misalnya dengan membantu orang-orang yang kurang beruntung dan sebagainya. Karena setiap harta yang dititipkan oleh Allah pada seorang hamba, terdapat hak-hak orang lain di dalamnya.

Wallahu a’lam