Makan; antara Kebutuhan atau Keinginan
Majalahnabawi.com –Untuk melakukan berbagai aktivitas, manusia sebagai makhluk hidup tentu membutuhkan makan. Makan adalah untuk memenuhi asupan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Ketika energi telah terpenuhi maka aktivitas dapat terlaksana dengan baik, terutama aktivitas ibadah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Selain itu, makanan tertentu dapat menambah mood seseorang (mood-booster). Mudahnya, kita sebagai muslim dapat melaksanakan salat plus bersucinya dengan sempurna. Mulai dari badan menjadi vit, emosi stabil, pikiran jernih, dan mood yang baik. Intinya, saat kondisi prima semua kegiatan baik terutama ibadah akan terlaksana dengan maksimal. Kondisi prima tersebut akan kita dapatkan setelah kebutuhan makan selesai agar tidak mengganggu konsentrasi pikiran.
Seberapa Penting Makan untuk Keberlangsungan Hidup?
Terlepas dari itu, makan memang bagian fundamental yang menonggak keberlangsungan hidup. Kita sepakat bahwa semua urusan, kepentingan, dan program terencana itu terletak nomor sekian setelah urusan perut selesai. Syariat Islam sendiri mengkonsepkan lima prinsip, salah satunya hifdzun-nafs atau menjaga diri–hidup, dalam penjelasan kitab Maqoshid as-Syari’ah al-Islamiyah: (14). Penerapannya dapat kita temukan pada rukhsah terhadap seseorang saat kondisi darurat. Kaidahnya berbunyi: Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang, dalam penjelasan kitab al-Qawaid al-Fiqhiyah: (151).
Statement awal, bahwa makan hanyalah menopang hidup, ternyata mengalami perkembangan. Makan bukan lagi hanya persoalan pokok. Makan bisa jadi ekspresi seni, konteks kebudayaan, kondisi musim, inovasi kesehatan, acara ulang-tahun, dan banyak lagi. Bahkan di suatu tempat, makan menjadi prestasi yang patut menjadi apresiasi (peerlombaan). Tidak ketinggalan bahkan di media sosial, banyak konten kreator yang menyuguhkan betapa luasnya dan kayanya kegiatan mulut ini.
Tentang makan, Al-Quran telah memaparkan arahan kepada kita. Terjemahnya:…Makanlah dan minumlah kalian. Dan janganlah kalian berlebihan. Sesungguhnya Dia–Allah–tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (Al-A’raf [7]: 31). Secara eksplisit manusia memang dipersilahkan makan dan minum, di mana hal itu memang kebutuhan dasar. Namun di samping kebolehan tersebut, Al-Quran juga menyertakan larangan.” Jangan berlebihan!”, berlebihan dapat kita pahami sebagai sesuatu yang lebih. Maksudnya, lebih dari ukuran keperluan.
Jadi, Berapa Kadar Makan yang Cukup untuk kebutuhkan?
Standarisasi kadar ‘butuh/perlu’ terbilang relatif. Kebutuhan pekerja kasar tentu berbeda dengan kebutuhan pelajar. Meskipun bersifat relatif, kebutuhan tetap dapat kita bedakan dari keingingan. Dalam hal ini, boleh anda istilahkan nafsu. Keinginan atau nafsu itulah yang memberikan akses masuk sesuatu yang lebih.
Ada sebagian spesies yang suka rela memberikan akses tersebut. Tipe makan orang seperti ini adalah mengejar puas. Ia tidak berhenti kecuali perut benar-benar tidak muat lagi. Padahal, terdapat banyak peringatan untuk golongan penghamba kenyang. Seperti pada redaksi Hadis: “Janganlah kalian membunuh hati dengan makanan dan minuman. Karena sesungguhnya hati itu seperti tanaman, ia akan mati jika terlalu banyak menerima air “. (Tanbihul-Mughtarin: 130). Disebut juga: “Janganlah kalian banyak makan kemudian banyak minum sehingga kalian banyak tidur dan pada akhirnya banyak kemalasan”. (Fawaidul-Mukhtaroh: 329).
Efek Samping Makan Berlebihan
Dipandang dari segi kesehatan, makan berlebih juga mempunyai efek buruk. seperti dijelaskan bahwa makan berlebih dapat beresiko buruk terkena obesitas, diabetes type- 2, gangguan jantung, dan banyak lagi. Bagi kalian yang masih menyukai aktivitas makan berlebih mulai saat ini cobalah mengontrol diri. Makan itu karena kebutuhan, bukan keinginan atau nafsu semata. “Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan!”