Majalahnabawi.com – Rasulullah Muhammad Saw., memerintah agar memberi nama anak itu, pada hari yang ke-7 dari semenjak lahir. Imam Al-Nawawi di dalam kitabnya Al-Adzkar menyebutkan bahwasanya kesunnahan memberi nama anak adakalanya di hari ke-7 atau di hari ketika baru lahir. Menurut Imam Al-Nawawi, pendapat tersebut berdasarkan hadis yang shohih.

Hujjah Kesunnahan Memberi Nama Anak pada Hari Ke-7

Dari kesunnahan memberi nama pada anak di hari ke-7 itu ternyata mutlak. Yaitu sekalipun anaknya meninggal sebelum sampai seminggu. Maka dengan demikian, sekalipun anaknya meninggal sebelum sampai hari ke-7, maka tetap sunnah hukumnya memberi nama pada anak di hari yang ke-7. Dan bahkan hal ini berlaku untuk anak keguguran sekalipun. Dari sinilah kita ambil pemahaman bahwasanya Nabi Muhammad Saw. memang sangat menganjurkan apa yang telah diperintahkannya.

Orang yang memberi nama adalah orang yang memiliki hak perwalian, yaitu seperti ayah dan kemudian kakeknya. Lalu nama apa dan seperti apa yang pantas dan bagus untuk disematkan? Di dalam kitab Fathul Mu’in bab haji, nama yang bagus adalah nama yang Allah Swt cintai. dan yang memiliki keutamaan, seperti Abdullah dan Abdurrahman. Dua nama tersebut berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim yaitu:

  “أَحَبُّ الْأَسْمَاءِ إِلَى اللهِ تَعَلَى عَبْدُاللهِ وَ عَبْدُ الرَّمَنِ”

“Nama yang paling utama adalah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”

Begitu juga nama yang semakna dengan yang dua itu, seperti Abdurrahim, Abdul Khalik, dan Abdurrazaq.

Menamai Anak dengan Nama Para Nabi dan Malaikat

Terus bagaimana kalau diberi nama dengan nama-nama Nabi atau Malaikat? Nah, memberi nama dengan nama Nabi, seperti Musa atau nama Malaikat seperti Jibril, itu juga bernilai bagus dan tidak makruh. Landasan hal tersebut adalah salah satu sabda Nabi Muhammad Saw. riwayat Ibnu Abbas yang termaktub dalam kitab Ianah Al-Tholibin.

اَخْرَجَ اللهُ أَهْلَ التَّوْحِيْدَ مِنَ النَّارِ, وَأَوَّلُ مَنْ يَخْرُجُ مَنْ وَاَفقَ اِسْمُهُ اِسْمَ نَبْيِّ

Artinya: “Allah mengeluarkan para ahli tauhid dari api neraka dan orang yang namanya sesuai dengan nama Nabi.”

Bahkan ada sebuah riwayat hadis yang menyatakan “memberi nama pada anak kalau disandingkan dengan nama Muhammad, maka memiliki keutamaan yang tinggi”. Bunyi hadisnya yaitu:

“إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَادٌ: أَلَا لِيَقُمَ مَنْ اِسْمُهُ مُحَمَّدٌ فَلْيَدْخُلِ اْلجَنَّةَ كَرَامَةً لِنَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ”

Pesan dari hadis tersebut, “seharusnya kalau memberi nama pada anak itu jangan dikosongkan dari yang namanya “Muhammad”. (Sumber: Al-Jami’ Ma’mar bin Rosyid).

Maka dari itu, jangan memberikan nama sembarangan kepada anak. Dan jangan sampai salah, karena sekalipun nama, ada yang dimakruhkan juga, seperti memberi nama dengan nama hewan seperti keledai, juga nama-nama Syetan, atau nama yang berbau aib seseorang. Dan bahkan ada yang sampai haram, seperti Malikil Muluk. Alasannya, karena nama itu hanya layak disandingkan kepada Allah Swt. Dan juga Qadhil Qudhat atau Hakimil Hukkam, alasan kenapa haram karena menyamai dengan Malikil Muluk, walaupun ada beberapa ulama yang hanya memakruhkan saja.

Keharaman Menamai Anak dengan Nama Abil Qasim

Demikian juga haram hukumnya memberi nama Abdunnabi dan Jarullah. Mengapa? Karena di situ ada dugaan persekutuan dengan Allah Swt. Akan tetapi, menurut pendapat yang mu’tamad yaitu seperti Imam Al-Ramli, beliau salah satu ulama yang memperbolehkannya. Dan yang terakhir -dari nama yang haram- adalah berkun-yah dengan Abil Qasim. Adapun jika sudah masyhur nama itu, maka sudah tidak haram lagi. makanya imam An-Nawawi dan imam Al-Rafi’i di dalam kitabnya, itu berkun-yah dengan Abil Qasim, maka nama Thoha Abil Qasim tidaklah haram. Wallahu A’lam Bisshawab

By Thoha Abil Qasim

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo