Menepis Tudingan Terhadap Abu Hurairah

Abu Hurairah, figur sahabat nabi yang menurut sebagian kalangan, baik dari kalangan orientalis atau bahkan dari kalangan muslim sendiri, cukup mengundang kontroversi, terutama dalam perannya sebagai perawi Hadis, yang hanya dalam kurun waktu hanya sekitar tiga sampai empat tahun, mampu menduduki ranking pertama sebagai sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadis dibandingkan sahabat lain, bahkan melampaui khulafaur rasyidin dan Siti Aisyah. Hadis yang beliau riwayatkan sekitar 5.734 Hadis.

Kenyataan tersebut pada satu sisi merupakan suatu kebangaan dan prestasi. Namun, di sisi lain menjadi celah bagi yang ingin menjatuhkan posisi mulia Abu Hurairah, bahkan lebih jauh lagi ingin membuat umat Islam ragu terhadap hadis-hadis Rasulullah Saw.. Pemahaman seperti ini timbul karena tidak mau membuka mata terhadap fakta sejarah. Bila menilik kembali terhadap riwayat-riwayat yang ada, tentu keraguan seperti ini tidak akan muncul.

Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyyah. Setelah memeluk Islam, sahabat yang relatif baru ini mendapat kemuliaan untuk senantiasa bersama Rasulullah Saw. hingga Rasulullah Saw. wafat. Masa yang singkat ini dimanfaatkan Abu Hurairah secara maksimal untuk menerima Hadis.

Hampir di setiap waktu, siang dan malam hari, saat di perjalanan ataupun peperangan, Abu Hurairah selalu menemani Rasulullah Saw.. Rasa cinta Abu Hurairah yang begitu tinggi terhadap Rasulullah Saw. serta semangat, antusias dan kesungguhan yang begitu tinggi dalam menerima ilmu yang melebihi sahabat lainnya ini, membuat Abu Hurairah tak pernah absen dalam mendengarkan ilmu yang disampaikan Rasulullah Saw.

Ibnu Al-Musayyab meriwayatkan, bahwa Abu Hurairah mengisahkan:

يَقُولُونَ: إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَدْ أَكْثَرَ، وَاللهُ الْمَوْعِدُ، وَيَقُولُونَ: مَا بَالُ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ لَا يَتَحَدَّثُونَ مِثْلَ أَحَادِيثِهِ؟ وَسَأُخْبِرُكُمْ عَنْ ذَلِكَ: إِنَّ إِخْوَانِي مِنَ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ عَمَلُ أَرَضِيهِمْ، وَإِنَّ إِخْوَانِي مِنَ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ، وَكُنْتُ أَلْزَمُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي، فَأَشْهَدُ إِذَا غَابُوا، وَأَحْفَظُ إِذَا نَسُوا

“Orang-orang mengatakan bahwasanya Abu Hurairah (maksudnya dirinya sendiri) banyak meriwayatkan hadis, dan Allah SWT. lah yang menepati janji. Orang-orang berkata: ‘mengapa orang-orang Muhajirin dan Anshar tidak meriwayatkan hadis sebanyak Abu Hurairah?’. Saya (Abu Hurairah) akan memberitahu kalian tentang hal ini: saudara-saudara saya dari kaum Anshar sibuk mengurus hartanya, dan saudara-saudara saya dari kaum Muhajirin sibuk berjual-beli di pasar. Sementara saya senantiasa menyertai Rasulullah Saw. dalam keadaan perut hanya berisi makanan pokok saja, hingga saya lebih banyak mendengar sabda beliau. Saya hadir ketika mereka (sahabat Anshar dan Muhajirin) tidak hadir, dan saya dapat menghafal (Hadis) ketika mereka lupa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari kisah yang beliau tuturkan ini, kita bisa lihat ketekunan serta keistiqamahan Abu Hurairah untuk selalu mendengarkan ilmu yang disampaikan Rasulullah Saw., saat sahabat-sahabat lain tidak bisa menghadiri majlis karena disibukkan dengan mengurus dan mengelola harta. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Abu Hurairah adalah seseorang yang miskin, serta beliau juga belum menikah samasa Rasulullah Saw. hidup, ia belum memiliki istri dan keluarga yang harus ia tanggung nafkahnya.

Maka Abu Hurairah tak perlu menghabiskan banyak waktu untuk urusan mencari nafkah. Ia tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah, sehingga ia memiliki banyak waktu untuk fokus dan selalu istiqamah belajar kepada nabi.

Berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang disibukkan beberapa aktifitas. Umar bin Al-Khatthab misalnya, ia perlu untuk berjual-beli di pasar demi memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga membuatnya tidak bisa senantiasa bersama Rasulullah Saw. sebagaimana Abu Hurairah. Hal ini dijelaskan Ibn Hajar Al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari.

Selain karena ketekunannya, Abu Hurairah juga dilimpahi keberkahan Rasulullah Saw. Sebelumnya, Abu Hurairah kesulitan dalam menghafalkan hadis-hadis nabi. Hingga suatu saat, ia mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah Saw., dan terjadilah hal yang membuat Abu Hurairah tak pernah lupa satu pun hadis yang disampaikan Rasulullah Saw.  Diriwayatkan dalam Sunan at-Tirmdzi:

“Abu Hurairah berkata: ‘wahai Rasulullah, aku sering mendengar sesuatu dari engkau, namun aku tidak pernah hafal’. Beliau Saw. lantas berkata: ‘bentangkanlah selendangmu’. Aku pun membentangkan selendangku, kemudian beliau menuturkan banyak hadis kepadaku. Sejak saat itu, aku tidak pernah lupa sedikit pun terhadap hadis yang beliau sampaikan kepadaku’”

Dari dua hal ini; ketekunan dan keberkahan Rasulullah, tak mengherankan bila Abu Hurairah mampu melampaui sahabat-sahabat lain sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Maka tak ada celah lagi untuk meragukan Hadis-Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. Karena hujjah yang dikemukakan untuk meragukan Abu Hurairah, telah cukup terbantahkan dengan dua alasan ini.

Selain itu, bagi kita umat muslim secara khusus, tak sepantasnya meragukan Abu Hurairah yang notabenenya adalah sahabat nabi, ataupun meragukan hadis yang ia riwayatkan. Kalaupun memang diragukan dan perlu diteliti, maka bukan Abu Hurairah, melainkan para periwayat setelah sahabat lah yang harus diteliti.

Wallahu a’lam bisshowab

Similar Posts