Oleh: Zahratul Kamilah

majalahnabawi.com – Nabi Muhammad saw merupakan keturunan dari salah satu suku yang terpandang di Arab, yakni suku Quraisy. Terdapat tiga pembagian mengenai pembahasan nasab Nabi Muhammad saw yang dijelaskan dalam kitab ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. (al-Mubarakfuri, 2016)

Pembagian Nasab Rasulullah saw.

Pertama adalah nasab yang telah disetujui oleh para sejarawan dan para ahli nasab, yakni nasab yang berawal dari Nabi Muhammad saw sampai Adnan. Berikut rinciannya: “Nabi Muhammad putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, putra Hasyim, putra Abdi Manaf, putra Qushai, putra Kilab, putra Murrah, putra Ka’ab, putra Luaiy, putra Ghalib, putra Fihr, putra Malik, putra an-Nadheer, putra Kinanah, putra Khuzaimah, putra Mudrikah, putra Ilyas, putra Mudhar, putra Nizar, putra Ma’ed, putra Adnan.”

Bagian kedua ini merupakan bagian yang diperdebatkan oleh para sejawaran dan ahli nasab, yaitu nasab yang bermula dari Adnan sampai Ibrahim as. Dalam perdebatan tersebut yang disepakati hanyalah menerangkan bahwa Adnan adalah keturunan Ismail as. Berikut rincian nasab kedua: “Adnan, putra Salaman, putra Aus, putra Bauz, putra Qumwal, putra Ubay, putra Awwam, putra Nasyid, putra Haza, putra Baldas, putra Yadhaf, putra Thabikh, putra Jahim, putra Nahisy, putra Makhi, putra Aidh, putra Abqar, putra Ubaid, putra Da’a, putra Hamdan, putra Sinbar, putra Yastrib, putra Yahzan, putra Yalhan, putra Ar’awi, putra Aidh, putra Daisyan, putra Aishar, putra Afnad, putra Aiham, putra Muqshir, putra Nahits, putra Zarih, putra Sumay, putra Muzay, putra Iwadhah, putra Iram, putra Qaidar, putra Ismail, putra Ibrahim.”

Ketiga, bagian ini bermula dari atas nabi Ibrahim as sampai nabi Adam as. Berikut rinciannya: “Ibrahim as, putra Tarih, putra Nahur, putra Saru, putra Ra’u, putra Falikh, putra Abir, putra Syalikh, putra Arfakhsyad, putra Sam, putra Nuh as, putra Lamik, putra Mutawasylikh, putra Akhnukh, putra Yarid, putra Mihla’il, putra Qaynan, putra Anusyah, putra Syits, putra Adam as.”

Kemuliaan Nasab Nabi Muhammad saw.

Nasab atau keturunan Nabi Muhammad telah ditentukan oleh Allah dengan sebaik-baiknya. Beliau ditakdirkan untuk lahir di keluarga yang jauh dari perilaku orang Arab jahiliyah. Leluhur Nabi Muhammad memang bukanlah orang yang kaya raya, namun keluarganya sangat terpandang diantara kabilah-kabilah yang lain. Hal itu dikarenakan mereka dianggap sebagai tokoh masyarakat yang terkenal dengan kebaikannya serta akhlak yang mulia.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

لَمْ يَزَلِ اللّهُ يَنْقُلُنِيْ مِنَ الَأََصْلاَبِ الطَّاهِرَةِ إِلَى الْأَرْحَامِ الزَّكِيَّةِ الْفَاخِرَةِ حَتَّى أَخْرَجَنِي اللّهُ مِنْ بَيْنِ أَبَوَيَّ وَه‍ُمَا لَمْ يَلْتَقِيَا عَلَى سِفَاحٍ قَطُّ

Allah telah mengutusku dari keturunan yang mulia ke dalam rahim-rahim yang tahir, hingga pada akhirnya Allah membawa aku ke dunia melalui kedua orangtuaku yang hidup dalam kesucian tanpa cacat. (Shihab, 2011)

Genealogi Hasyimiyah

Keluarga Hasyimiyah merupakan sebutan dari keluarga Nabi Muhammad yang dinisbatkan kepada kakek nabi Muhammad, yakni Hasyim ibn Abdi Manaf. Nama asli dari Hasyim adalah Amr. Ia mendapat julukan Hasyim karena kebiasaannya yang senang menumbuk roti untuk kemudian dibuat tsarid (makanan dari campuran remah roti dan kuah). Beliau terkenal orang yang kaya lagi mulia. Disebut sebagai perintis dua rute ekspedisi dagang menjadi dua kali setahun, yang kemudian diikuti juga oleh suku Quraisy dengan membuat ekspedisi musim panas dan musim dingin.

Hasyim memiliki empat anak lelaki dan lima anak perempuan yakni: Asad, Nadhlah, Abu Shaifi, Abdul Muthalib, asy-Syifaa, Khalidah, Jannah, Ruqayyah, Dhaifah.

Genealogi Abdul Muthalib

Dari anaknya Hasyim, yakni Abdul Muthalib melahirkan ayahanda Nabi Muhammad saw yang bernama Abdullah. Singkat cerita mengenai kakek Nabi Muhammad, yaitu Abdul Muthallib. Beliau merupakan putra Hasyim dari istrinya yang bernama Salmah binta Amr dari Bani Adi ibn Najjar. Dikisahkan bahwa pada suatu ekspedisi dagang ke Syam, Hasyim menikahi Salmah di saat beliau singgah di Madinah. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dengan meninggalkan Salmah dalam keadaan hamil, hingga Hasyim wafat pada tahun 497 di Gaza. Bersamaan dengan itu, lahirlah putranya dari Salmah yang kemudian diberi nama Syaibah (yang beruban).

Selama kurang lebih 8 tahun tidak ada satupun keluarga Hasyim yang mengetahui keberadaan Syaibah. Hingga suatu ketika Muthallib yang merupakan saudara dari Hasyim sekaligus pemegang siqayah dan rifadah milik Hasyim tersebut mengetahui keberadaan Syaibah. Lalu ia pun mendatanginya dan membawanya ke Mekkah untuk diajak bersilaturahmi serta mengunjungi makam ayahnya. Pada mulanya Salmah binti Amr, ibunya Syaibah tidak mengizinkannya. Akan teatapi, dengan keteguhan Muthallib akhirnya Syaibah pun memberi izin kepadanya untuk membawa anak semata wayangnya itu.

Sesampainya di Makkah, terdapat sekumpulan orang Arab yang melihat Muthallib membawa seorang anak tersebut. Mereka mengira bahwa anak itu adalah budak Muthallib sehingga mereka memanggilnya Abdul Muthallib. Meski pada saat itu Muthallib telah menjelaskan kepada orang-orang Arab tersebut bahwa yang dibawanya bukanlah budaknya, melainkan keponakannya, namun para orang Arab tersebut tidak mempercayainya. sejak saat itu Syaibah dikenal dengan nama Abdul Muthallib dan hidup bersama Muthallib di Makkah hingga menggantikan posisi Muthallib. (al-Mubarakfuri, 2016)

Wallahu a’lam.