Istilah ngabuburit sudah tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat Indonesia, terlebih ketika bulan Ramadhan tiba. Kata ini selalu identik dan khas terdengar di bulan puasa. Nah, dengan demikian apa sebenarnya ngabuburit itu? Dan dari mana asal kata ngabuburit tersebut?

Kata ngabuburit terbentuk dari kata dasar “burit” yang artinya menunggu sore dan memperoleh proses reduplikasi dwipurwa (pengulangan suku kata pertama) serta penambahan prefiks “nga-“ (imbuhan bahasa Sunda) yang membentuk kata kerja. Kata dasarnya sendiri sebenarnya tidak ada hubungan atau kaitannya dengan puasa. Maksudnya, ngabuburit  tidak harus pada bulan puasa saja

Sedangkan di Jawa, khususnya daerah sekitar Gunung Muria (Jepara, Kudus, dan Pati) istilah ngabuburit di bulan puasa itu dikenal dengan istilah “nunggu dheng” . “Dheng” dalam Jawa artinya bedug, jadi maksud dari “nunggu dheng” adalah menunggu bedug  maghrib, atau “luru sore” yang artinya mencari kegiatan sambil menunggu sore hingga tenggelamnya matahari (waktu berbuka puasa).

Pada  awalnya, kegiatan-kegiatan ngabuburit yang dilakukan orang-orang dahulu adalah berantusias pergi ke tajug (Sunda) atau langgar (Jawa) untuk tadarus Al-Qur’an yang dibimbing oleh ajengan (kyai), mendengarkan kultum sebelum berbuka puasa, dan berbagai kegiatan baik lagi untuk mengisi waktu sore sambil menunggu maghrib.

Firman Allah Swt:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas kamu orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Tujuan utama menunaikan ibadah puasa adalah untuk meningkatkan ketakwaan sang hamba kepada Tuhan-Nya, salah satu bentuk ketkwaan hambanya adalah dengan mengisi waktu-waktu puasa seperti melakukan ibadah-ibadah sunnah lain, memperbanyak membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya. Jadi, puasa tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja.

Hal ini ditegaskan dengan hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Huraitah r.a:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa  namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga”.

Kepopuleran kata ngabuburit  di kalangan masyarakat Indonesia diawali dengan penayangan acara ngabuburit di salah satu stasiun televisi yang kemudian diikuti oleh masyarakat indonesia pada bulan puasa hingga sekarang ini.

Sangat disayangkan, kegiatan ngabuburit  dikalangan remaja adalah hanya sekedar  jalan-jalan dan berusuka ria bersama teman-temannya, bahkan tak jarang  mereka yang pergi bersama pasangannya (pacar) yang bukan mahrom.

Tentunya, dalam ajaran islam hal tersebut malah dapat mengurangi rasa ketakwaan seorang hamba kepada Tuhan-Nya, karena dapat medekatkan seorang hamba terhadap perbuatan zina.

Kesimpulannya, ngabuburit dalam Islam itu boleh. Asal dapat menambah ketakwaan kepada Tuhan dan tidak diisi dengan perbuatan yang dapat mendekatkan diri terhadap maksiat yang  menyebabkan puasa yang telah  kita jaga dari terbit  fajar hingga terbenamnya matahari menjadi sia-sia.