Penelitian Naskah Kuno (Filologi)

Majalahnabawi.com Filologi bukan merupakan sebuah tujuan, tetapi hanya suatu peralatan.

Para pemikir dari setiap zaman acap kali menumpahkan ide mereka tidak hanya secara oral saja, namun juga mereka tumpahkan melalui tulisan-tulisan. Banyak pula sesuatu atau konsep yang baru mereka temukan bisa mereka wariskan kemudian melalui tulisan-tulisan tersebut. Hal ini lantaran kala itu, agaknya tulisanlah yang menjadi alat rekam terbaik atas pembaharuan konsep atau inovasi ide yang mereka hasilkan.

Kemudian, karena kebutuhan untuk menelaah kembali tulisan-tulisan para pemikir tersebut, maka dikembangkan kembali satu disiplin sebagai alat bantu untuk telaah tulisan-tulisan tersebut. Disiplin ini tersebut dengan istilah ‘Filologi’.

Sejatinya konsep ‘filologi’ ini telah ada sejak abad ke-3 sebelum masehi di Iskandariyah, Yunani. Salah satu matematikawan Yunani yang menggunakan istilah ini adalah Eratothenes untuk merujuk kepada para ahli yang memusatkan studinya pada teks-teks klasik dalam bahasa Yunani. Hingga kemudian dengan filologi ini, para ahli tersebut mampu membaca naskah-naskah Yunani lama pada abad yang lebih tua lagi yakni abad ke-8 sebelum masehi. Pada masa ini, tercatat bahwa filologi lebih menitikberatkan pada penyelamatan teks-teks Yunani dari kepunahan dan kerancuan.

Secara etimilogis, ‘filologi’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani “philologia” yang artinya adalah “kegemaran berbincang-bincang”. Namun sebagaimana ungkapan Wagenvoort, makna dari kata “philologia” ini kemudian berkembang lagi menjadi “cinta kepada kata sebagai pengejawantahan pikiran”, kemudian menjadi “perhatian terhadap sastra” dan akhirnya menjadi “studi ilmu sastra”. Adapun secara terminologis, ‘filologi’ bermakna sebagai investigasi ilmiah atas teks-teks tertulis (tangan), dengan menulusuri sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya serta sejarah lahir dan perkembangannya.

Tujuan Filologi

Sebagaimana disiplin ilmu lainnya yang memiliki tujuan risetnya masing-masing, ilmu filologi juga memiliki tujuan risetnya sendiri yang terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umum dari ilmu filologi ini yakni; ‘pertama’, memahami kebudayaan suatu bangsa melalui karya sastranya, baik lisan maupun tertulis. ‘Kedua’, memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya. ‘Ketiga’, mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.

Sementara tujuan khususnya yakni; a) menyunting sebuah teks yang tergolong paling dekat dengan teks aslinya, b) mengungkap latar belakang sejarah terciptanya teks dan perkembangannya, c) mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya, d) mengupayakan dengan berbagai cara supaya sebuah teks lama dapat diakses dan dinikmati oleh lebih banyak pembaca masa kini.
Adapun langkah-langkah penelitian dalam ilmu filologi di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Inventarisasi Naskah. Kegiatan ini mencakup usaha pengumpulan informasi mengenai keberadaan naskah-naskah yang mengandung teks sekorpus, baik melalui metode library research ataupun field research. Langkah inventarisasi naskah ini menghasilkan daftar mengenai sejumlah naskah (sekorpus) yang akan menjadi sumber data penelitian, berupa judul naskah, nomor koleksi, tempat penyimpanan, pemilik naskah dan seterusnya.
  2. Deskripsi Naskah. Langkah ini mencakup penyajian informasi mengenai kondisi fisik naskah-naskah yang menjadi objek penelitian setelah memperoleh naskah melalui inventarisasi naskah.
  3. Alih Tulis Teks. Langkah ini paling tidak mencakup 3 tahap; a) transliterasi teks, b) suntingan teks, dan c) aparat kritik (pertanggungjawaban ilmiah atas kritik teks).
  4. Terjemah Teks. Langkah ini bertujuan supaya masyarakat dapat memahami bahasa yang terdapat dalam teks karena sudah berubah bahasanya. Demikian dilakukan tidak lain supaya amanat san pesan yang disampaikan oleh sang pencipta teks dapat dipahami oleh pembaca dengan baik.

Demikian sedikit hal mengenai ilmu filologi, penutup kata sebagaimana penyampaian oleh Hendri Chambert Loir (Filologis Melayu), bahwa “filologi itu bukan merupakan sebuah tujuan, tetapi hanya suatu peralatan”.

Similar Posts