Majalahnabawi.com – Para pembaca yang budiman, perlu kita ingat bahwa fakta tak dapat dimungkiri, kenyataan tak dapat terbantahkan, realitas obyektif telah membuktikan bahwa kesuksesan tokoh-tokoh besar tak lepas dari bakti mereka kepada kedua orang tuanya, serta dukungan dan doa orang tua yang tak kenal lelah.

Lalu timbul satu pertanyaan: Bagaimana pandangan Islam terhadap peranan kedua orang tua ? Sebagai jawabannya, mari simak penjelasan berikut yang berjudul “Kunci Bahagia Adalah Memuliakan Kedua Orang Tua”

Kisah Imam Syafi’i, serta tokoh-tokoh kontemporer muslim yang sukses pada abad ini tak lepas dari The Great Power of Parents. Hal ini sangat relevan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW pernah ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR. Ibnu Majah).

Kesuksesan Imam Syafi`i

Kisah yang sangat isnpiratif kisah dari Imam Syafi’i ketika beliau berada di usia 7 tahun beliau telah hafal al-Quran dengan lancar, ketika beliau berada di umur 10 tahun telah hafal kitab hadis al-Muwatha’ karya imam Malik . Dan ketika beliau berada di umur 12 tahun beliau telah disahkan menjadi seorang mufti. Kesuksesan yang diukir Imam Syafi’I tentu tak lepas dari ketaatannya kepada ibundanya. Bahkan secara khusus Imam Syafi’i mengekspresikan baktinya dengan menulis kitab al-Umm yang maknanya adalah Ibu dan mengungkapkan dalam syair:

أَطِعِ اْلإِلٰهَ كَمَا أَمَر * وَامْلَأْ فُؤَادَكَ بِالْحَذَر

Taatilah Allah sebagaimana yang Dia perintahkan, Penuhilah hatimu dengan sikap waspada

وَأَطِعْ أَبَاكَ فَإِنَّهُ * رَبَّاكَ مِنْ عَهْدِ الصِّغَرِ

Taatilah bapakmu karena dialah yang telah memeliharamu di waktu kecil

 واخضع لأمك وارضها * فعقوقها إحدى الكبر

Merendah dan ridhalah kepada ibumu karena durhaka kepadanya termasuk dosa besar

Kisah suskses Imam Syafii orang yang begitu hebat luar biasa sebagaimana terdeskripsi di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang-orang sukses adalah orang-orang yang mampu mendedikasikan baktinya kepada orang tua. Disamping itu, mereka juga mampu menggali potensi dahsyat dari rumah orang tuanya. Merekalah madrasah sebelum madrasah lainnya. Merekalah Sekolah sebelum sekolah lainnya.

Birrul Walidain

Birrul Walidain sesungguhnya bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban. Tetapi dapat dimaknai lebih dahsyat yakni sebagai ekspresi keimanan, bukti kecintaan, wujud ketaatan, investasi masa depan, perencanaan reuni abadi di surga penuh kebahagiaan. Karena itulah, bakti harus terus dilakukan baik ketika masih hidup maupun setelah tiada. Dari bakti sejati inilah akan kita dapatkan doa yang mustajabah dan ridha yang mengiringi langkah. Sebab, berbakti kepada orang tua itulah yang mengantarkan kepada ridha Allah Ta’ala.

Rasulullah pernah bersabda “Ridhallahi fi ridhal walidain” (Keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua), wa sukhtullahi fi sukhtil walidain (murka Allah terletak pada murka orang tua). Ada anak yang terperosok ke dalam lubang kehancuran karena kedua orang tuanya disia-siakan. Sementara ada anak yang mendulang kesuksesan dan kebahagiaan karena kedua orang tuanya dimuliakan.

Maka dapat disimpulkan bahwa islam sangat memulyakan peran kedua orang tua, Birrul walidain sejatinya adalah wujud ketaatan dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.. Cinta kepada Allah memberikan inspirasi untuk menaati segala yang diperintahkan-Nya termasuk berbakti kepada kedua orang tua.