Majalahnabawi.com – Dalam buku karya Dr. Fahruddin Faiz ini pembaca diajak untuk memahami bagaimana menjadi manusia sejati yang sadar akan hakikat kehambaannya, dan menjadi hamba yang sejati yang sadar akan kedudukan dan perannya sebagai manusia di muka bumi ini.

Dalam menjadi manusia yang mempunyai tuhan untuk disembah maka ia pun mempunyai posisi sebagai hamba. Dan hamba yang sempurna dalam penghambaannya tak akan mengagungkan pikiran, kekayaan, jabatan dan kedunian yang ia miliki.

Buku ini hadir dengan beberapa bab di dalamnya, ada bagian yang menjelaskan tentang manusia, waktu dan juga penghambaan. Pembahasan pertama yakni perihal manusia. Manusia mempunyai fitrah, karakter fitrah manusia dijelaskan dalam al-Quran dengan empat istilah yakni: basyar, ins, insan dan nas.

Fitrah Manusia dalam al-Quran

Level pertama yaitu basyar, yang berati fisik luar atau jasad manusia. Pada level inilah iblis memprotes untuk sujud kepada manusia yang hanya terbuat dari tanah sedangkan ia menganggap dirinya lebih mulia dari tanah. Maka, ketika kita melihat manusia hanya dari bentuk fisiknya saja kita hanya melihat sisi basyar dalam manusia seperti yang dilakukan iblis. Pada level selanjutnya yakni manusia sebagai ins yang mempunyai makna bahwa manusia ialah makhluk yang jinak. Jinak disini berarti manusia patuh untuk diatur dan patuh terhadap aturan. Level yang ketiga yakni insan, istilah ini populer dalam telinga kita. Pada level ini manusia mempunyai akal budi. Akal itulah yang membuat manusia mempunyai pertanggungjawaban. Dan level terakhir ialah manusia sebagai nas yakni merujuk pada jenis, pada manusianya secara umum, ada unsur sosialnya pula.

Maka, dalam diri manusia tercakup unsur basyar, ins, insan dan juga nas yang menjadikan manusia khalifatullah dan memilki tugas untuk mengelola keempat unsur ini. Dalam al-Quran pula dijelaskan bahwa manusia itu mukarram atau makhluk yang mulia, mukallaf mempunyai tugas yang harus ia jalani, mukhayyar ia bisa memilih apa yang ia jalani dan majzi yakni pilihan yang ia pilih akan ada balasan di akhirat nanti.

Humor dan Menikah sebagai Fitrah Manusia

Satu-satunya makhluk Allah yang bisa tertawa hanyalah manusia. Menurut Friedrich Nietzche salah satu ciri manusia sempurna ialah manusia yang dapat merayakan hidupnya. Dan cara yang paling mudah untuk menerapkannya adalah dengan tertawa. Mary Ann mengatakan bahwa humor adalah cara terbaik untuk membuat yang tak tertanggungkan menjadi tertanggungkan.

Dalam fikih, ada berbagai hukum menikah antara lain wajib, sunnah, makruh bahkan haram. Semuanya tergantung kepada posisi manusia tersebut. Alasan menikah pun ada berbagai jenis ada yang didasari cinta, ekonomi, cocok atau alasan-alasan lainnya. Dan semakin banyaknya alasan yang kita miliki maka, ikatan pernikahan tersebut akan semakin kuat pula. Socrates berkata: “Apapun yang terjadi, menikahlah. Kalau anda dapat istri yang baik, anda akan Bahagia. Kalau anda dapat istri yang tak baik anda akan jadi filsuf.”

Waktu dan Misterinya

Pada mitos yunani disebutkan bahwa ada dewa yang bernama Kronos. Ia merupakan anak dari dua dewa yakni dewa Gaia dan Uranus atau dewa langit dan bumi.  Mereka berdua mempunyai dua belas anak dan Kronos adalah anak yang paling muda. Menurut ramalan, Kronos akan ditaklukan oleh anak-anaknya maka Kronos pun membunuh anak-anaknya dan hanya tersisa Zeus yang nantinya akan menaklukannya.

Kronos adalah penguasa waktu dan pesan mitos yang terkandung di dalamnya adalah waktulah yang melahirkanmu, tapi hati-hati lah kalau kamu kalah oleh waktu, maka waktu akan memakanmu dan mematikanmu. Seperti Kronos yang menelan semua anaknya. Waktu seperti misteri yang tak bisa dijelaskan, ia bisa dinikmati dan bisa pula dilupakan maka, manfaatkan ia dengan sebaik-baiknya.

Penghambaan, Ibadah Lahir dan Batin

Menjadi seorang hamba tak luput akan ibadah yang menyertainya. Ibadah pun ada yang berupa ibadah lahir yang tampak seperti perintah, hukum dan lain-lainnya. Sedangkan paling rendahnya batin ialah syariat, tarekat lalu makrifat. Agar ibadah terasa lebih sempurna maka kita harus menghilangkan penyakit hati dan kotoran yang ada di dalamnya.

Dr. Fahruddin Faiz mengatakan, “Selama ini kita sangat berhati-hati dalam menjaga kesucian lahir. Akan mengerjakan shalat khawatir dengan najis dsb. Namun, kita tak pernah mengkhawatirkan kesucian batin. Kita tak pernah berpikir bahwa dalam hati kita apakah masih ada iri, dengki dsb.” Itulah beberapa hikmah yang dapat kita petik dari buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba.