Perspektif Ulama Tentang Muhkam dan Mutasyabih
Majalahnabawi.com – Para ulama mufasir salaf cenderung lebih hati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabih dengan pentakwilan secara terperinci.
Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita meyakini al-Quran sebagai kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup serta diamalkan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya. Namun, tidak mudah untuk memahami al-Quran seutuhnya sehingga dibutuhkan perangkat-perangkat pendukung untuk menggali mutiara-mutiara yang terkandung setiap isi ayatnya.
Para ulama mencoba menggali serta mengkaji setiap ayat-ayat al-Quran dengan berbagai macam ilmu baik dari segi ilmu linguistik, gramatika (nahwu dan sharaf), gaya bahasa (uslub), ilmu balaghah, serta beberapa ilmu terkait lainnya. Sehingga melahirkan berbagai macam penafsiran yang berbeda-beda serta memperkaya khazanah keislaman dalam memahami al-Quran. selain itu, munculnya beragam penafsiran para ulama terhadap al-Quran dipengaruhi juga oleh beberapa aspek-aspek yang ada di dalam al-Quran diantaranya adalah pengaruh aspek ayat-ayat muhkam dan musyabihah.
Perbedaan Ulama tentang Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Para ulama berbeda pendapat mengenai definisi muhkam dan mutasyabih di antaranya: pertama, menurut riwayat Mujahid dan Ikrimah ayat-ayat muhkam adalah ayat yang Allah sempurnakan mengenai penjelasan halal dan haram sedangkan mutasyabih adalah selain hal-hal yang berkaitan hukum halal dan haram yang membenarkan sebagian ayat dengan ayat lainnya. Kedua, menurut riwayat Ibnu Abbas dan Muqatil ayat muhkam adalah ayat-ayat selain huruf-huruf munqathiah di awal sebagian surat al-Quran sedangkan ayat mutasyabih adalah huruf-huruf munqathiah di awal sebagian surat al-Quran seperti: الم, المص dan lain sebagainya. ketiga, menurut riwayat Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal ayat muhkam adalah ayat yang hanya membutuhkan satu penakwilan. Sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang beragam macam penakwilan.
Sebab perbedaan pendapat para mufasir dilatar belakangi perbedaan sudut pandang mereka dalam penafsiran pada ayat al-Quran surat Alu Imran ayat 7 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Dialah yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
Beda Baca, Beda Paham
Sebagian para mufasir menafsirkan bahwa huruf wawu pada lafal وَالرَّاسِخُونَ merupakan wawu athaf sehingga memberikan pemahaman bahwa penakwilan ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui tidak hanya Allah Swt akan tetapi oleh orang-orang yang sudah mempunyai kedalaman ilmu. Sebagian yang lain menganggap huruf wawu disana bukan sebagai huruf Athaf melainkan wawu isti’naf yang memberikan pemahaman bahwa teks tersebut merupakan pemahaman yang baru dan memberikan kesimpulan bahwa hanya Allah Swt saja yang mengetahui penakwilan ayat-ayat mutasyabih tersebut sedangkan orang-orang yang mendalami ilmu tersebut (mufasirin) meyakini dan tidak memperpanjang pembahasan tersebut.
Para ulama mufasir salaf cenderung lebih hati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabih dengan pentakwilan secara terperinci. Hal itu dibuktikan dengan adanya sebuah perkataan para mulama salaf yang mengatakan “mendalami ayat-ayat mutasyabih tidak diperbolehkan khususnya ayat-ayat yang menjelaskan asma Allah Swt dan sifat-sifatnya. Memahami ayat jenis ini hanya akan menghasilkan kesimpulan yang baru mencapai tahap praduga”.
Berbeda dengan pandangan ulama mufasir salaf, Quraish Shihab mengatakan mayoritas ulama khalaf sepakat adanya penakwilan ayat mutasyabih secara terperinci karena untuk menghilangkan kebingungan orang awam dengan pemahaman secara harfiah terhadap teks al-Quran yang sering kali menimbulkan ganjalan atau problem-problem dalam pemikiran apalagi jika problem tersebut dihadapkan dengan realita sosial, hakikat ilmiah dan keagamaan.
Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran setidaknya dapat kita jadikan sebagai pelajaran yang berharga dan sebagai bentuk keluasan khazanah keilmuan Islam. Selain itu, dengan adanya ayat-ayat mutasyabih menunjukkan adanya kelemahan akal manusia untuk menyingkap segala firman dan wahyu Allah Swt dan membuktikan bahwa al-Quran memang sebuah mukjizat yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw untuk diimani dan diyakini serta diamalkan sebagai pedoman kehidupan kita sehari-hari