Praktik Tasawuf Merupakan Gangguan Kejiwaan?
Majalahnabawi.com – Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa praktik tasawuf bertentangan dengan kebiasaan masyarakat. Mereka melihat praktisi tasawuf memakai baju compang camping, jarang makan, dan memilih hidup miskin.
Apakah fenomena praktik tasawuf tersebut merupakan gangguan/ krisis kejiwaan?
Di dalam pendahuluan kitab al-Ri’ayah li Huquq Allah karya Imam al-Harits al-Muhasiby (165-243 H) dijelaskan bahwa hal tersebut di atas bukanlah gangguan kejiwaan, karena hal tersebut dilakukan bertujuan untuk membersihkan hati, dan mengontrol hawa nafsu dari keburukan.
Dalil Praktik Tasawuf
Definisi tasawuf yaitu moralitas Islam yang pembinaannya melalui proses tertentu (mujahadah dan riyadlah). Dasar perilaku sufistik tercantum dalam beberapa ayat al-Quran, yaitu:
- Mujahadah (bersungguh memerangi hawa nafsu yang buruk) terdapat dalam QS. al-Ankabut: 69 dan QS. Yusuf: 53.
- Taubat (QS. al-Tahrim: 8)
- Tawakal (QS. al-Thalaq: 3)
- Zuhud (QS. al-Hasyr: 9)
- Sabar (QS. al-Kahfi: 28)
- Haya’ (malu) (QS. al-‘Alaq: 14)
- Ridla (QS. al-Taubah: 100)
- Faqr (Merasa butuh kepada Allah) (QS. al-Nisa: 6)
- Khauf (takut) dan Raja’ (harap) (QS. al-Sajadah: 16)
- Zikir (QS. al-Ahzab: 41)
- Hubb (cinta) (QS. Alu Imran: 31)
- Wali (kekasih Allah) (QS. Yunus: 62)
Apakah bisa disebut praktik tasawuf sebagai gangguan kejiwaan ketika Nabi Muhammad Saw menolak dunia dan seisinya dan beliau lebih memilih hidup sederhana agar senantiasa bersyukur dan sabar?. Tentu tidak, karena hal tersebut merupakan pilihan hidup untuk menghadap Allah dengan hati yang bersih dan selamat.
Praktik Tasawuf Sahabat Nabi Muhammad Saw
Apakah disebut gangguan kejiwaan juga ketika Sayyidina Abu Bakar menginfakkan semua hartanya dan memilih hidup miskin?, padahal beliau khalifah pertama umat Islam. Tentu tidak, karena tujuan praktik tasawuf adalah menjadikan hidup sederhana dengan hati yang bersih sebagai perantara untuk mengenal Allah dan sampai kepada-Nya. Hal yang dilakukan oleh Nabi Saw dan Abu Bakar pun bukanlah sebuah krisis kejiwaan, tetapi untuk menstabilkan psikologisnya serta membersihkan hatinya dari cinta kepada dunia yang hina ini.
Sayyidina Umar bin al-Khattab sebagai Amirul Mukmini dan khalifah kedua, beliau tetap hidup sederhana bahkan memakai baju yang ada banyak tambalannya. Lalu, Sayyidina Abu Hurairah, sang pemimpin Ahli Suffah Masjid Nabawi, lebih memilih hidup sederhana dan seadanya di emperan Masjid Nabawi demi mengaji dan mendapatkan hadis Rasulullah. Hal demikian bukanlah beliau tidak mau keluar untuk bekerja, tetapi beliau lakukan itu untuk kepentingan masyarakat untuk meriwayatkan hadis. Sehingga sampai sekarang Abu Hurairah lah yang paling banyak meriwayatkan hadis Rasulullah.
Kesimpulannya adalah praktik tasawuf bukanlah gangguan kejiwaan, tetapi praktik untuk membersihkan hati dan mengontrol hawa nafsu agar makrifat kepada Allah dan sampai kepada Allah dengan hati yang bersih dan selamat.
Bertasawuf bukan hanya memakai baju lusuh, tetapi mengontrol jiwa, hati, dan hawa nafsu dari segala kecintaan terhadap dunia dan membersihkannya. Bisa jadi, orang yang kaya tapi hatinya bersih dan nafsunya baik.
Jadilah seorang yang bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah, serta berhati suci dan berbuat baik kepada sesama manusia!.