Majalahnabawi.comQasam dalam Al-Quran bertujuan untuk memberikan penegasan dan pengukuhan atas informasi yang disampaikan dalam suatu pesan atau pernyataan dengan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya.

Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima dan tunduk pada kebenaran berbeda-beda. Ada yang mampu membukakan pintu hatinya dan menyambut kenaran itu hanya sepintas kilat. Ada pula yang tidak langsung menerimanya kecuali dengan peringatan dan ancaman dengan kalimat tegas. Sehingga dengan demikian barulah hatinya terbuka untuk menyambut kebenaran itu.

Dalam komunikasi, qasam (sumpah) merupakan salah satu uslub pengukuhan kalimat yang disertai dengan argumen atau pembuktian yang konkret. Dengan itu lawan bicara yang sebelumnya ingkar akan terseret untuk menerima informasi yang disampaikan.

Definisi dan Sighat Qasam

Qasam berasal dari bahasa Arab yang berarti الحلف dan اليمين yang berarti sumpah. Sighat (bentuk kalimat) qasam adalah fi’il (kata kerja) أقسم dan أخلف yang di-muta’addi(taransitifkan)-kan dengan huruf ba’, seperti dalam firman Allah:

وَأَقْسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهْدَ أَيْمَٰنِهِمْ ۙ لَا يَبْعَثُ ٱللَّهُ مَن يَمُوتُ (النحل: 37)

Ada 3 unsur dalam sighat qasam: fi’il yang ditsransitifkan dengan “ba’”, muqsam bih, dan muqsam ‘alaih.

Terkadang fi’il qasam dihilangkan dan “ba’” diganti dengan “wawu” pada isim dzahir, seperti:

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ (الليل: 1)

Atau diganti dengan “ta” dalam lafadz jalalah, seperti:

وَتَٱللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَٰمَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا۟ مُدْبِرِينَ (الأنبياء: 57)

Faedah dan Tujuan Qasam dalam Al-Quran

Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa keragaman uslub yang menyesuaikan keadaan lewan bicaranya. Dalam Ilmu Ma’ani, terdapat tiga keadaan lawan bicara yang disebut adrub al-khabar as-salasah; ibtida’i, thalabi, dan ingkari.

Terkadang lawan bicara tidak mempunyai persepsi dan kosong (khaliy adz-dzihni) terhadap informasi yang disampaikan. Maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian disebut ibtida’i.

Selain itu, terdapat orang yang ragu-ragu terhadap kebenaran suatu pernyataan. Penyampaian kepada orang semacam ini sebaiknya disertai penguat untuk menghilangkan keraguannya. Yang demikian merupakan khabar talabi.

Dan yang terakhir adalah orang yang ingkar atau menolak isi suatu pernyataan. Penyampaian informasi kepada orang semacam ini harus disertai penguat sesuai kadar keingkarannya. Pembicaraan ini merupakan khabar ingkari.

Qasam dalam Al-Quran bertujuan untuk memberikan penegasan dan pengukuhan atas informasi yang disampaikan dalam suatu pesan atau pernyataan dengan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya.

Muqsam Bih dalam Al-Quran

Allah bersumpah dengan Dzat-Nya yang suci atau dengan ayat-ayat yang meneguhkan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sumpah-Nya dengan sebagian makhluk menunjukkan bahwa makhluk itu termasuk salah satu atat-Nya yang besar.

Allah telah bersumpah dengan Dzat-Nya sendiri pada tujuh tempat dalam Al-Qur’an:

  1. زَعَمَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنْ لَّنْ يُّبْعَثُوْاۗ قُلْ بَلٰى وَرَبِّيْ لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْۗ ..(التغابن: 7)
  2. وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَأْتِيْنَا السَّاعَةُ ۗقُلْ بَلٰى وَرَبِّيْ لَتَأْتِيَنَّكُمْۙ (سبأ: 3) 
  3. وَيَسْتَنْۢبِـُٔوْنَكَ اَحَقٌّ هُوَ ۗ قُلْ اِيْ وَرَبِّيْٓ اِنَّه لَحَقٌّ (يونس: 53)
  4. فَوَرَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَالشَّيٰطِيْنَ  (مريم: 68)
  5. فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ (الحجر: 92)
  6. فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ (النساء: 65)
  7. فَلَآ اُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغٰرِبِ اِنَّا لَقٰدِرُوْنَۙ (المعارج: 40)

Macam-Macam Qasam

  1. Qasam Dzahir, merupakan jenis qasam yang menyebutkan  fi’il qasam dan muqsam bih. Di antaranya ada yang membuang fi’il qasam dan diganti dengan huruf jarr ”ba”,“wawu”, dan “ta”.
  2. Qasam Mudmar, merupakan qasam yang tidak menyebutkan  fi’il qasam dan muqsam bih, dan terdapat “Lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qosam, seperti firman Allah:

لَتُبْلَوُنَّ فِيْٓ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ (آل عمران: 186)

By Afrian Ulu Millah

Mahasanti Darus-Sunnah International Institute of Hadith Sciences