Majalahnabawi.com – Sering sekali kita mendengar polemik yang beredar di masyarakat tentang seseorang perempuan yang memimpin sebuah organisasi atau pemerintahan dianggap tak layak untuk menduduki jabatan tersebut. Dan kita juga tahu bahwa jabatan pemimpin itu berat untuk dipikul bahkan untuk kaum adam saja kesusahan menjalankannya, perspektif masyarakat kita mengatakan bahwa hanya gender laki-laki yang berhak memegang jabatan pemimpin dengan dalih seorang laki-laki mempunyai mental kuat, kecerdasan emosi yang baik serta adil dalam memutuskan. Dengan dalih tersebut masyarakat lebih memilih pemimpin seorang lelaki daripada perempuan.

Dalam hal ini seharusnya yang kita paham dalam kepemimpinan itu adalah cara bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah dengan sikap yang baik dan benar. Dengan membina, mengatur, menuntun dan mengarahkan setiap orang yang terlibat dalam suatu  lingkup kepemimpinan. Dan menjadi pertanyaan bolehkah seorang yang bergender perempuan memimpin suatu golongan atau khalayak ramai dan bagaimana perspektif Islam tentang gender perempuan yang menjadi pemimpin dan jika tidak apakah boleh untuk menggantikan seorang laki-laki dan adakah ruang khususnya?

Kebolehan Perempuan Menjadi Pemimpin

Jika kita lihat dari segi bolehnya perempuan menjadi pemimpin, pada realitanya boleh dengan syarat yang dikemukakan oleh salah satu sabda Nabi yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari no.4789 :

“قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ، فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ”

Setiap kalian adalah pemimpin dan di setiap kalian dimintai pertanggung jawabannya. Seorang laki laki adalah pemimpin atas keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Dan seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya.

Hadis di atas menjelaskan bahwa jiwa kepemimpinan itu ada pada jiwa setiap orang dan tak terbatas pada gender. Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa seorang yang perempuan dapat memimpin, di mana kebebasan dalam memimpin tersebut ada pengecualian dan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi seorang wanita untuk dapat memimpin.

Perspektif Islam tentang Pemimpin Perempuan

Menurut pandangan Islam, sebuah kepemimpinan harus dipegang oleh orang yang dapat berlaku adil, bijak dalam pemikiran dan emosi yang tak berlebihan. Dan dengan dalil ayat bahwa seorang laki-laki memang seharusnya memimpin para perempuan karena para laki-laki mempunyai kelebihan yang diberikan oleh Allah swt. Ayat tersebut terdapat pada surah an-Nisa ayat 34 :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki laki) atas sebahagian mereka (perempuan), dan karena mereka ( laki laki ) menafkahkan sebagian harta mereka

Dari ayat atas dapat kita simpulkan bahwa laki-laki secara mutlak memimpin para perempuan dikarenakan Allah melebihkan sikap dan sifat yang lebih rasional daripada seorang perempuan dan ketika seorang laki-laki dan perempuan menempuh jalan pernikahan maka yang menafkahi atau menanggung beban rumah tangga adalah laki-laki bukan perempuan sebagaimana termaktub pada ayat 34 surah an-Nisa tersebut.

Ruang Kepemimpinan Kaum Hawa

Ruang-ruang kepemimpinan yang khusus bagi wanita itu dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari di mana seorang perempuan merupakan seorang pendamping bagi pemimpin, seperti kata pepatah : seorang pemimpin yang hebat selalu ada pendamping yang kuat dan menginspirasi. Seperti presiden ketiga Republik Indonesia yang di mana Habibie didampingi selalu dalam kepemimpinannya dengan Ainun dalam setiap perjuangannya.

Menurut kebiasaan, kepemimpinan terbagi menjadi empat:

  1. memimpin diri sendiri
  2. memimpim suaminya jika suaminya mempunyai uzur
  3. memimpin saudara dan kerabatnya
  4. memimpin dalam memberikan pendidikan dan inspirasi

Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas bahwa dari perspektif agama mengharuskan pemimpin dari laki-laki akan tetapi di negara kita tak sepenuhnya menganut sistem pemerintahan Islam sehingga kita dapat memilih pemimpin seorang wanita dengan jalan demokrasi dengan alasan bahwa perempuan tersebut mampu menjalankan kepemimpinan karena masyarakat mampu menilai dari pendidikan perempuan tersebut dan manfaat di tengah masyarakat.

Sumber: M. Quraish Shihab. 2005. Perempuan: Dari Cinta Seks dari Nikah Mut’ah sampai Nikah Sunah dari Bias Lama sampai Bias Baru. Jakarta:  lentera hati.