Majalahnabawi.com – Salah satu syarat keabsahan salat adalah menggunakan pakaian yang suci. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:

وَثِيَاَبَكَ فَطَهِّرْ

“Pakaianmu, bersihkanlah!”. (QS. Al-Muddassir [74] :4)

Lalu apa jadinya bila seseorang tak mempunyai pakaian suci yang bisa ia kenakan untuk menunaikan salat? Pakaian yang ia miliki dalam keadaan najis semua dan ia tidak mampu untuk menyucikannya karena semisal tidak ada air. Apakah ia salat mengenakan pakaian itu atau salat dalam keadaan telanjang? Bagaimana pendapat ulama 4 mazhab terkait persoalan ini?

Perspektif Ulama 4 Mazhab tentang Shalat dengan Pakaian Najis atau Telanjang

Sesungguhnya dalam Mazhab Syafi’i sendiri ada dua pendapat menyangkut hal ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa seseorang yang hanya mempunyai pakaian najis yang tidak ditolerir (ma’fu ‘anhu) dan tak menemukan air untuk menyucikannya, maka ia salat dalam keadaan telanjang dan ia tidak boleh salat menggunakan pakaian najis itu. Sementara pendapat kedua berpendapat sebaliknya, orang tersebut harus salat dengan pakaian itu dan mengulangi salatnya jika keadaan telah kembali normal.

Sebagaimana keterangan Imam Abu Ishaq al-Syairazi dalam kitabnya al-Muhazzab Juz I halaman 118 berikut;

«المهذب في فقه الإمام الشافعي – الشيرازي» (1/ 118):

«وإن كان على ثوبه نجاسة غير معفو عنها ولم يجد ما يغسل به صلى عرياناً ولا يصلي في الثوب النجس وقال في البويطي: وقد قيل يصلي فيه ويعيد والمذهب الأول لأن الصلاة مع العري يسقط بها الفرض ومع النجاسة لا يسقط لأنه تجب إعادتها فلا يجوز أن يترك صلاة يسقط بها الفرض إلى صلاة لا يسقط بها الفرض»

“Jika pada pakaian seseorang terdapat najis yang tidak ma’fu dan tidak mampu menemukan air untuk menyucikannya, maka hendaklah ia salat dalam keadaan telanjang dan ia tidak boleh shalat mengenakan pakaian itu. Ada pendapat yang mengatakan orang tersebut harus salat dengan pakaian itu dan wajib mengulangi shalatnya.

Namun pendapat pertamalah menurut Imam al-Syairazi yang merupakan Mazhab Syafi’i. Alasannya karena salat dengan telanjang dapat menggugurkan kewajiban sedangkan salat dengan pakaian najis tidak dapat menggugurkan kewajiban dengan bukti masihada tuntutan untuk mengulangi shalatnya. Oleh karenanya tak boleh beralih dari salat yang dapat menggugurkan kewajiban kepada salat yang tidak dapat menggugurkan kewajiban.”

Berkaitan dengan pendapat lintas Mazhab, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Juz III halaman 143 mengemukakan;

«المجموع شرح المهذب» (3/ 143 ط المنيرية):

«فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَنْ لَمْ يَجِدْ إلَّا ثَوْبًا نَجِسًا: قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الصَّحِيحَ فِي مَذْهَبِنَا أَنَّهُ يُصَلِّي عَارِيًّا وَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ وَبِهِ قَالَ أَبُو ثَوْرٍ وقال مالك والمزني يصلي فيه وَلَا يُعِيدُ وَقَالَ أَحْمَدُ يُصَلِّي فِيهِ وَيُعِيدُ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ إنْ شَاءَ صَلَّى فِيهِ وَإِنْ شَاءَ عُرْيَانًا وَلَا إعَادَةَ فِي الْحَالَيْنِ»

“Pendapat ulama lintas Mazhab terkait orang yang hanya mempunyai pakaian najis: kami telah menuturkan bahwa pendapat yang shohih dalam mazhab kami (Mazhab Syafi’i) adalah salat dalam keadaan telanjang dan tidak wajib mengulang. Abu Tsur juga mengatakan demikian.

Imam Malik dan al-Muzanni berpendapat bahwa orang semacam itu wajib salat mengenakan pakaian najisnya dan tidak perlu mengulang. Menurut Imam Ahmad, yang bersangkutan wajib salat dengan mengenakan pakaian najis yang ada dan wajib pula mengulangi salatnya.

Sementara Abu Hanifah mengatakan, orang tersebut boleh memilih antara keduanya; salat dengan mengenakan pakaian najis itu atau salat dalam keadaan telanjang. Menurut beliau, dua pilihan tersebut sama-sama tidak wajib mengulang salat.”

Dengan demikian, ulama 4 mazhab berbeda pendapat menyangkut bagaimana salatnya seseorang yang pakaiannya najis dan tidak menemukan air untuk menyucikannya.

Kesimpulannya, bahwa seseorang yang hanya mempunyai pakaian najis yang ma’fu dan tak menemukan air guna menyucikannya, maka menurut Mazhab Syafi’i (yang shohih): yang bersangkutan harus salat telanjang dan tidak perlu diulang. Menurut Mazhab Maliki: harus salat mengenakan pakaian najis yang ada dan tidak perlu mengulang. Adapun menurut Mazhab Hanbali: salat mengenakan pakaian najis yang ada dan wajib mengulanginya. Menurut Mazhab Hanafi: boleh shalat mengenakan pakaian najis yang ada, boleh telanjang, dan keduanya tidak wajib diulang.

Sekian penjelasannya, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.