Majalahnabawi.com – Jika berbicara tentang al-Quran, tak akan ada habisnya keajaiban-keajaiban yang kita temukan di dalamnya. Al-Quran bagaikan permata yang kilaunya terpancar dari semua sisinya. Ia memiliki mukjizat-mukjizat dari segi makna saja tergantung dari mana kita melihatnya.

Di dalam kitab Ushuluddin karya Imam Abu Manshur Abd al-Qohir bin Thohir bin Muhammad al-Taimi al-Bagdhadi menyebutkan bahwa al-Quran merupakan mukjizat Rasulullah Saw. yang paling mulia dan paling utama di antara mukjizat-mukjizat Nabi yang lainnya. Hal ini dengan melihat pada dua aspek. Yakni kekalnya al-Quran setelah wafatnya Rasulullah Saw. hingga sekarang, dan kedudukan al-Quran sebagai sumber hukum syariat.

Namun bagaimanakah sejarah al-Quran sebagai kalamullah yang suci dan mulia ini sampai kepada kita manusia yang hina dan lemah ini?

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengajak pembaca mengenal lebih dekat namun singkat tentang bagaimana sejarah al-Quran, bagaimana proses penurunannya, dan bagaimana Rasulullah Saw. menyampaikan kalamullah kepada umatnya sehingga akhirnya sampai kepada kita yang hingga saat ini selalu kita baca setiap hari.

Dari Allah kepada Malaikat Jibril

Perlu diketahui bahwa Allah menyampaikan kalam-Nya kepada malaikat Jibril dengan bahasa yang hanya dapat dipahami oleh keduanya, maka pada tahap ini terjadilah proses pertama dari penurunan al-Quran.

Penurunan al-Quran pada tahap ini terjadi secara sekaligus sebagaimana firman Allah di dalam al-Quran:

إٍنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Artinya “Sungguh, kami telah menurunkan al-Quran pada malam yang mulia (Lailatul Qodar), dan sungguh Kami-lah yang memberi peringatan” (QS. al-Dukhan 44:3).

Lalu Allah menyimpan al-Quran itu di Lauhul Mahfudz dan para malaikat menjaganya dengan ketat agar tidak ada yang dapat menyentuhnya.

Turunnya Al-Quran ke Bumi

Selanjutnya, setelah malaikat Jibril menerima kalam Allah, terjadilah proses kedua, yaitu di mana malaikat Jibril menyampaikan kalam Allah tersebut ke langit dunia (kepada Rasulullah Saw) dalam bentuk wahyu dengan bahasa yang beliau fahami, yaitu bahasa Arab.

Pada tahap ini barulah Allah menurunkan al-Quran secara berangsur-angsur selama 23 tahun.

Lalu selanjutnya adalah ketika Rasulullah Saw. menyampaikan al-Quran (wahyu) kepada umatnya dengan baik dan benar.

Pada tahap ini, selain Rasulullah Saw. menyampaikan wahyu dari Allah lewat perantara malaikat Jibril, beliau juga menjelaskan serta menafsirkan ayat-ayat al-Quran. tepatnya ayat yang sekiranya belum jelas dan masih sulit untuk dipahami. Serta memberi contoh praktis pada sebagian ayat.

Hal ini berbanding jauh dengan cara penyampaian malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw. yang hanya sekedar menyampaikan al-Quran (wahyu) dengan apa adanya dari Allah. Inilah proses ketiga dari penurunan al-Quran.

Al-Quran Setelah Wafatnya Nabi

Lalu pada proses keempat dari sejarah al-Quran ini adalah terjadinya tahap pengumpulan ayat-ayat al-Quran yang masih berserakan di mana-mana yang berlanjut kepada proses pembukuan sehingga menjadi  mushaf seperti sekarang ini.

Proses ini terjadi setelah wafatnya Rasulullah Saw., yaitu pada masa pemerintahan Usman bin Affan. Pada dasarnya perencanaan ini sudah ada sejak  kekhilafahan Abu Bakar al-Shidiq. Di mana pada saat itu terjadi perang Yamamah (12 H) yang mengakibatkan gugurnya para penghafal al-Quran. Ada yang mengatakan tujuh puluh qurro’ dari sahabat gugur dalam peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khattab mendesak khalifah Abu Bakar untuk kemudian mengumpulkan al-Quran.

Pada awalnya Abu Bakar ragu untuk melaksanakan usulan Umar ini karena Kanjeng Nabi tidak pernah melakukan hal tersebut. Namun kemudian Umar berhasil meyakinkan beliau dengan alasan kemaslahatan umat. Sehingga kemudian Abu Bakar al-Shiddiq menyetujui pendapatnya dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan hafalan al- Quran agar dapat segera melakukan pembukuan. Namun sebelum al-Quran terkumpul, Abu Bakar wafat, sehingga terhenti sampai masa khilafah Umar bin Khattab.

Mushaf Al-Quran pada Masa Usman bin Affan

Akhirnya pada masa kekhilafahan Usman bin Affan, al-Quran dibukukkan dan diperbanyak sebanyak lima eksemplar menurut Imam al-Suyuthi. Empat salinan disebar ke Mekah, Basrah, Kufah, dan Syam. Sedangkan yang satu disebar di Madinah sama seperti mushaf al-Imam yang  juga disimpan oleh Hafshah binti Umar di Madinah.

Maka dari sinilah umat muslim dari berbagai penjuru dunia menulis al-Quran. Sehingga dapat dipastikan bahwa mushaf al-Quran telah tersebar di setiap negara. Inilah proses kelima dari penurunan al-Quran.

Proses yang keenam adalah penafsiran dan penerjemahan al-Quran ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa indonesia, inggris, dan sebagainya. Akan tetapi, betapa pun hebatnya sebuah tafsiran, kita tidak bisa menyamakan kehebatannya dengan al-Quran. Sebagaimana Allah berfirman:

قُل لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡإِنسُ وَالۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُوا بِمِثۡلِ هَٰذَا الۡقُرۡأٰنِ لَا يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ ظَهِيرًا

Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain”. (QS. al-Isra 17:88).

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa proses penurunan al-Quran dan proses pengembanganya tidak dilakukan dengan cara yang mudah. Rasulullah Saw. dan para sahabat perlu bekerja keras untuk mengabadikan al-Quran dalam sebuah mushaf yang dikenal sekarang ini. Maka yang perlu kita lakukan adalah mensyukuri nikmat tersebut dengan selalu istikamah membaca dan memeliharanya.