Majalahnabawi.com – Pada awal masa Islam, berwasiat terhadap seluruh hartanya untuk di berikan kepada kedua orang tuanya dan kerabat-kerabatnya itu hukumnya wajib.

Dalil Wasiat

Berdasarkan firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah[2]:180]

“كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الۡمَوۡتُ اِنۡ تَرَكَ خَيۡرَا  ۖۚ اۨلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَالِدَيۡنِ وَالۡاَقۡرَبِيۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِۚ حَقًّا عَلَى الۡمُتَّقِيۡنَؕ‏

Artinya : Diwajibkan atas kamu, Apabila maut hendak menjemput seseorang diantara kamu, Jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang yang baik[tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang berwasiat, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.

Begitulah kurang lebih bunyi ayat al-Qur’an yang mewajibkan wasiat. Akan tetapi ayat ini hukumnya sudah dinasakh oleh Al-Qur’an surat an-nisa’ ayat[4]:11]

يُوۡصِيۡكُمُ اللّٰهُ فِىۡۤ اَوۡلَادِكُمۡ‌ ۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ الۡاُنۡثَيَيۡنِ‌ ۚ فَاِنۡ كُنَّ نِسَآءً فَوۡقَ اثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ‌ ۚ وَاِنۡ كَانَتۡ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصۡفُ‌ ؕ وَلِاَ بَوَيۡهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنۡهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنۡ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ يَكُنۡ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗۤ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ‌ ؕ فَاِنۡ كَانَ لَهٗۤ اِخۡوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنۡۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ يُّوۡصِىۡ بِهَاۤ اَوۡ دَيۡنٍ‌ ؕ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ ۚ لَا تَدۡرُوۡنَ اَيُّهُمۡ اَقۡرَبُ لَـكُمۡ نَفۡعًا‌ ؕ فَرِيۡضَةً مِّنَ اللّٰهِ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيۡمًا حَكِيۡمًا

Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Imam Dumairi pernah berkata, “aku pernah membaca tulisannya Imam Ibnu Sholah Abi Amr” “bahwasanya orang yang sudah meninggal tanpa memberi wasiat tidak bisa bicara di alam barzakh, dan orang yang sudah meningal, nanti akan saling mengunjungi satu sama lain kecuali orang meninggal yang tidak berwasiat.

Pengertian Wasiat

Wasiat memiliki dua pengertian, secara bahasa dan istilah. Definisi secara bahasa wasiat adalah menyampaikan sesuatu yang baik di dunia agar tetap mendapatkan kebaikan di akhirat. Sedangkan secara istilah, melakukan kebaikan tanpa menggantungkan syarat terhadap kematiannya.

Hukum Wasiat

Hukum wasiat yang menjadi kesepatan (ijma’) adalah Sunnah yang sangat diutamakan. Sekalipun bersedekah di waktu tubuh masih sehat itu lebih utama dari pada wasiat. Oleh karena itu hendaknya sesorang tidak lupa-lupa untuk berwasiat, karena ada suatu keterangan di dalam hadist shahih yang di riwayatkan oleh (Al-Bukhari dan Muslim)

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْئٌ يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَه

Artinya:Tidak ada hak seorang muslim yang memiliki sesuatu yang dia ingin berwasiat padanya yang tertahan dua malam kecuali wasiatnya ditulis di sisinya.“[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dan ini adalah lafazh hadits al-Bukhari juz 3 hal. 186.

Karena wasiat ini masuk ke dalam bagian dari ilmu fikih, maka hukumnya bisa berubah-ubah sesuai tempat dan kondisi, contohnya: “Makruh”, ketika nanti berwasiat lebih dari sepertiga dari hartanya tapi tidak ada tujuan menghalang-halangi ahli warisnya, kalau tujuannya itu agar nanti ahli warisnya tidak mendapat hartanya, maka dihukumi haram. Dan terkadang wasiat dilakukan boleh-boleh saja yaitu ketika berwasiat kepada orang yang kaya dan orang kafir.

Rukun dan Syarat Wasiat

Wasiat ini memiliki rukun dan syarat. Rukun-rukun dalam wasiat ada 4 yaitu orang yang memberi wasiat, orang yang menerima wasiat, sesuatu yang menjadi wasiat dan bentuk kalimat wasiat.

Pertama syarat sahnya orang berwasiat harus berupa orang mukallaf (orang yang di bebani hukum-hukum syariat). Oleh karena itu wasiat tidak sah berasal anak kecil, orang gila, budak yang tidak dapat izin dari tuannya dan orang yang mendapat paksaan.

Yang kedua, orang yang menerima wasiat harus sesuai agamanya dengan orang yang memberi wasiat dan syarat ini sebenarnya juga mencakup kepada orang yang memberi wasiat, lalu orang yang diberi wasiat harus ada, tidak bisa diberikan kepada bayi yang masih dalam kandungan atau orang yang sudah meninggal karena masih belum kompeten dalam kepemilikan. Kemudian sesuatu yang menjadi wasiat harus mengarah atau berupa perkara-perkara yang halal. Seperti untuk pembangunan masjid, pembaharuan kuburan para ulama’ dan para nabi.

Wallahu a’lam.

By Thoha Abil Qasim

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo