nasehat nabi

Majalahnabawi.com-Di bulan Ramadhan sering terjadi perbedaan pendapat dalam ormas mengenai penentuan awal bulan, awal lebaran bahkan jumlah rakaat sholat tarawih. Ada yang 8 rakaat, 10 rakaat bahkan 20 rakaat. Salah satu kegiatan keagamaan yang ramai di setiap daerah yaitu banyaknya muballigh dan penceramah di acara-acara ramadhan. Para penceramah tersebut pastinya akan memberikan pembahasan yang sesuai dengan bulan Ramadhan,seperti fadhilah dalam bulan Ramadhan yang bertujuan untuk memotivasi umat muslim untuk meningkatkan ibadah dan amal. Tidak ketinggalan mereka akan menyertakan dalil-dalil hadis maupun al-Qur’an sebagai pedomanya. 

Namun, kerap kali para muballigh menjelaskan sebuah permasalahan tanpa memberikan dalil ataupun hanya menjelaskan materi sesuai dengan nalar mereka tanpa menyertakan pendapat ulama sebagai penguat, karena minimnya mereka dalam mengkaji hadis-hadis dengan benar, alias secara mentah-mentah. Kekhawatiran ini karena bermacam-macam kualitas hadis seperti shohih,hasan,atau lemah (dho’if). Hadis-hadis seputar Ramadhan yang masih popular di penceramah-penceramah ataupun muballigh mungkin saja terdapat hadis yang berkualitas palsu (maudhu’).

Awal Permasalahan

Berawal pada bulan Ramadhan 1423H/Nopember 2002 M. Pak Kyai menulis sebuah artikel yang memuat “Hadis-hadis Seputar Ramadhan” di Harian Umum Republika. beliau menyampaikan terkait hadis-hadis seputar Ramadhan, yang kemudian Majlis Tarjih Muhammadiyah menanggapinya, mereka menanggapi “bagaimana sesungguhnya shalat tarawih delapan rakaat itu?”. kemudian Pak kyai balik menanggapi pertanyaan itu dengan penjelasan yang detail. 

hadis tentang sholat tarawih 8 rakaat dan 20 rakaat. Yang mana pembahasan jumlah rakaat sholat tarawih selalu terjadi perdebatan setiap tahunnya. 

Dalam bukunya pak kyai, beliau menjelaskan terkait jumlah rakaat tarawih berbentuk dialog. Yang saat itu Pak.Kyai sedang berada di sebuah pelatihan muballighat pada bulan Ramadhan di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.

Realita permasalahan  

Kebingungan masyarakat tentang shalat tarawih yang benar, delapan rakaat atau dua puluh rakaat. Pada masa Nabi saw tidak ada istilah shalat tarawih. Nabi saw dalam hadis-hadisnya juga tidak pernah menyebutkan kata-kata tarawih. Istilah tarawih itu muncul dari penuturan Aisyah isteri Nabi Saw, seperti yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab Subul al-Salam,Aisyah mengatakan, “Nabi Saw shalat malam empat rakaat, kemudian yatarawwah (istirahat), kemudian shalat lagi panjang sekali.”

Pada masa Nabi saw, shalat Sunnah pada malam Ramadhan itu dikenal dengan istilah qiyam Ramadhan. Karenaya, ada orang yang mengatakan, Nabi saw tidak pernah shalat tarawih selama hidupnya, karena Nabi Saw hanya melakukan qiyam Ramadhan.Tentunya orang yang  berpendapat tarawih depalan atau dua puluh rakaat itu masing-masing didasari oleh hadits. 

Dalil dan Kualitasnya

Sebagian orang meyakini tarawih dua puluh rakaat itu didasari pada sebuah hadis riwayat Imam al-Thabrani dan Imam al-Khatib al-Baghdadi sebagi berikut : 

عن ابن عباس قال, كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر

Dari ibnu Abbas, katanya, “Nabi saw shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”

Hasil penelitian pak Kyai, seperti yang dituturkan oleh Imam Ibny Hajar al-Haitami dalam kitabnya al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, bahwa lemah sekali. Dan hadis yang kualitasnya sangat lemah, tidak dapat dijadikan dalil sama sekali untuk landasan beribadah. Hadis ini lemah dikarenakan terdapat rawi didalam sanad hadis.

Hadis yang menerangkan bahwa Nabi Saw shalat tarawih delapan rakaat dan witir berdasar pada redaksi dalam kitab Ibnu Hibban

عن جابر بن عبدالله , قال : جاء أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يارسول الله, إنه كان مني الليلة شيئ يعني في رمضان. قال وما ذاك يا أبي؟ قال : نسوة في داري قلن إنا لا نقرأ القرأن, فنصلي بصلاتك. وقال : فصليت بهن ثماني ركعات ثم أوترت. قال : فكان شبيه الرضا ولم يقل شيأ. 

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “ Ubay bin Ka’ab datang menghadap Nabi Saw lalu berkata, “ Wahai Rasulullah, tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya, pada bulan Ramadhan.” Nabi Saw kemudian bertanya, “ Apakah itu, wahai Ubay?” Ubay menjawab, “ Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak dapat membaca Al-Qur’an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat witir.” Jabir kemudian berkata, “Maka hal itu merupakan ridha Nabi Saw, karena beliau tidak berkata apa-apa.”

Sesuai penelitian yang pak kyai lakukan bahwa hadis ini kualitasnya lemah sekali, karena dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Isa bin Jariyah . menurut Imam Ibnu Ma’in dan Imam al-Nasai, rawi yang bernama Isa bin Jariyah adalah seorang pendusta, dan hadis yg ia riwayatkan itu matruk (semi palsu). 

Jalan Tengah Pak Kyai 

Terkait hadis-hadis yang mendasari jumlah rakaat sholat tarawih 8 rakaat dan 20 rakaat. Pak Kyai sangat bijak memberikan solusi kepada masyarakat yang masih bingung dalam menentukan rakaat tarawih. Dalam buku Pak Kyai yang berjudul “Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan”. Beliau mengatakan “shalat tarawih delapan rakaat maupun dua puluh rakaat itu semuannya benar apabila menggunakan hadis yang shahih, dimana Nabi tidak membatasi jumlah rakaat  shalat malam Ramadhan”. Qiyam Ramadhan  yang sampai sekarang dikenal dengan shalat tarawih. Dalam bukunya, pak Kyai menyertakan hadis Bukhari tentang qiyam Ramadhan : 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من قام رمضان إيمانا و احتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه. (رواه البخاري)

Rasulullah saw bersabda. “Siapa yang menjalankan qiyam Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu akan Allah ampuni.” Hadis riwayat al- Bukhari. 

Jadi dengan dalil tersebut, bahwa Nabi Saw tidak membatasi jumlah rakaat shalat malam Ramadhan. Bagi masyarakat yang ingin melaksanakan shalat tarawih sepuluh rakaat,delapan rakaat, dua puluh rakaat itu hukumnya boleh. Apabila menggunakan hadis tersebut sebagai dasar terkait jumlah shalat tarawih. Kemudian pak kiai mengingatkan bahwa keduanya itu benar, hanya saja nanti kita lihat mana yang afdhal saja. 

Shalat tarawih delapan rakaat itu bisa jadi afdhal dari pada dua puluh rakaat, apabila delapan rakaat itu kita kerjakan dengan baik,khusyu, dan lama. Sementara shalat tarawih dua puluh rakaat kita kerjakan dengan terburu-buru dan tidak khusyu. Begitu pula sebaliknya shalat tarawih dua puluh rakaat itu afdhal apabila kita lakukan dengan baik,khusyu, dan lama.