Salat Tarawih adalah salat yang hanya dilaksanakan di bulan ramadan saja. Ibadah yang juga disebut sebagai qiyamul lail ini  mempunyai keutamaan tersendiri.  Dalam hadis  yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah bahwasannya nabi bersabda :

مَنْ قامَ رمضانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لهُ ما تَقدَّمَ مِنْ ذنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadan (Salat Tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari no: 36).

Secara  etimologi tarawih adalah kata serapan dari bahasa Arab yang berbentuk plural تراويح asal katanya ترويحة  yang diartikan sebagai waktu sesaat untuk istirahat. Adapun secara terminologi, KBBI mengartikannya sebagai, salat sunnah pada malam hari (sesudah Isya, sebelum Subuh) pada bulan Ramadan).

Terlepas dari perbedaan jumlah rakaat yang dipakai, ada fenomena yang sering terjadi dalam pelaksanaan salat tarawih, yaitu terburu-buru dalam menjalankannya. Lantas, bagaimana hukum salat tarawih seseorang yang terburu-buru?.

Secara umum, segala sesuatu yang dilaksanakan secara terburu-buru  termasuk perbuatan yang tercela, terlebih saat seorang hamba menghadap Allah Azza wa Jalla ketika salat. Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasllam bersabda:

الأَنَاةُ مِنَ اللَّهِ وَالعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Sifat hati-hati (waspada) itu dari Allah dan tergesa-gesa itu godaan dari Setan. (HR. Tirmidzi no: 1935 )

Sebenarnya, salat tarawih ataupun salat umum lainnya yang dilakukan seseorang dengan terburu-buru masih dianggap sah secara fikih, selagi tidak melanggar rukun dan sarat sah salat. Namun, hal tersebut tergolong perbuatan tercela dalam agama.

Seyogyanya, salat tarawih  dikerjakan dengan penuh ketenangan. Karena ibadah yang dilakukan dengan  tergesa-gesa memiliki efek yang baruk yaitu:

 1. Rusaknya rukun qouliyyah

Rukun qouliyyah  dalam salat mencakup, takbiratul ihram, surah al-Fatihah, membaca tasyahud akhir, membaca salawat, dan salam.

Sudah menjadi keharusan, bacaan-bacaan yang termasuk rukun salat tersebut, dibaca dengan baik dan benar, sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Terburu-buru dalam salat tarawih dapat berakibat fatal, kepada rusaknya bacaan-bacaan rukun salat tersebut.

Salah satunya ketika membaca surah al-Fatihah. Maka, jika seandainya seorang imam saat tarawih kemudian bacaan al-Fatiahnya terburu-buru, dan terjadi lahn jali (kesalahan yang jelas), maka salatnya tidak sah, dan haram bagi makmum mengikutiya. Maka, bagi makmum tersebut mufaroqoh atau memisahkan diri dari imam.

2. Hilangnya Thumaninah dalam Salat

Dikutip dari kitab Shahih Bukhori dari sahabat Abu Hurairah, bahwasannya Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasllam  pernah memerintahkan salah satu sahabatnya untuk mengulang kembali salatnya, lantaran salat yang dikerjaknnya tidak disertai dengan thuma’ninah. Bahkan sahabat tersebut mengulangi salatnya sampai tiga kali

Para ulama, mengistilahkan hadis tersebut dengan hadis AlMusi’u shalatuhu  yaitu hadis orang yang merugi atau keliru dalam salatnya. Hadis di atas menjadi timbangan para ulama dalam mengklasifikasikan mana yang termasuk rukun salat dan mana yang bukan. Hal ini juga menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang tidak meyempurkana rukuk dan sujudnya (Thuma’ninah)

Lantas, berapa lama ukuran thumaninah yang dikendaki?

Imam Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul baari sarah kitab Sahih al-Bukhari menyebutkan ukuran thumaninah menurut mazhab Syafii, ada dua pendapat.

  1. Berdiam sejenak pada gerakan tersebut walaupun sangat minim atau sangat sebentar.
  2. Minimal seukuran membaca satu kali tasbih (Subhanallah)

Dalam hadis lain juga disebutkan, bahwa Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasllam bersabda:

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ! قَالُوا: يَا رَسُولَ الله وَكَيْفَ يَسْرِقُ صَلَاتَهُ؟ قَالَ: لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَا

Pencuri yang paling buruk adalah orang yang mencuri salatnya.Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri salatnya?”Beliau menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya (Tidak thumaninah)”HR. Ad-Darimi no: 1294

Ada juga riwayat hadis yang mengatakan bahwasannya Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasllam pernah melakukan salat sunah qobliyah Subuh dengan frekuensi yang singkat.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى إِنِّي لَأَقُولُ هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ

Dari Aisyah Radiyallahu anha berkata: “Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam sangat cepat melakukan salat qobliyah Subuh, hingga aku berkata dalam hati apakah beliau Sallallahu ‘alaihi wasallam membaca al-Fatihah atau tidak. (HR. Bukhari no: 1171)

Ibnu Hajar Asqalani Dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan bahwa Hadis ini tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan salat secara terburu-buru. Karena dalam hal ini, nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasllam  salat sebagai mana mestinya, dan bukan terburu-buru. Melainkan beliau hanya mempercepat bacaan surah al-Fatihahnya saja.

Dapat disimpulkan bahwasannya orang yang terburu-buru dalam salatnya, termasuk salat tarawih tidaklah berimplikasi pada batalnya salat tersebut, selagi menjaga rukun dan syarat sah salat.

Namun, terburu-buru dalam salat termasuk perbuatan tercela dalam agama, dan benar-benar harus dihindari. Dan kesalahan inilah yang berakibat fatal terhadap sah atau tidaknya salat tersebut. Pertama rusaknya rukun qouliyyah, dan yang kedua hilangnya thumaninah dalam salat.

Wallahu a’lam bishowab