Majalahnabawi.com – Pada pembahasan ini, kita akan membahas lima kelompok mazhab tafsir, serta menggali apa-apa yang menjadi faktor unik pembeda tiap-tiap mazhab. Tiga di antaranya beraliran teologi yakni: Sunni, Muktazilah dan Syiah. Lalu aliran tasawwuf yakni: Sufi/Isyari dan Bathini.

Faktor Penyebab Munculnya Aliran Tafsir

1. Internal

a. Kondisi objektif dari teks al-Quran memberikan peluang untuk pembacaan beragam

b. Kondisi objektif dari kata-kata yang terdapat dalam al-Quran memberi peluang untuk beraneka ragam dalam penafsiran.

c. Kondisi objektif dari adanya kata-kata yang bersifat ambiguitas (membingungkan) di dalam al-Quran, karena adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda)

2. Eksternal

a. Politik

b. Teologis Teologis (kepercayaan) semata

c. Keahlian dan kedalaman Ilmu yang dikuasai.

d. Persinggungan Dunia Islam dengan dunia di luar Islam

c. Tekanan situasi dan kondisi yang dihadapi mufassir

Berikut akan kita bahas masing-masing mazhab tafsir secara ringkas.

Tafsir Muktazilah

Abū al-Qāsim Maḥmūd bin ‘Umar bin Muhammad bin ‘Umar al-Khuwārizmī al-Zamakhsyari al-Hanafi al-Mu’tazili (467-538 H). Kitab tafsir al-Zamakhsyari ini berjudul al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq al-tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil. Kitab tafsir al-Zamakhsyari ini beliau susun selama 30 bulan, mulai pada tahun 526 H ketika beliau berada di Mekah dan selesai pada hari Senin 23 Rabi’ul Akhir 528 H atas permintaan kaum Mu’tazilah yang ingin memiliki rujukan tafsir al-Quran.

Secara sebagian besar dari penafsiran al-Zamakhsyari dalam tafsir ini berorientasi kepada ra’yu (rasio), maka tidak salah seandainya tafsir al-Kasysyaf termasuk sebagai tafsir bi al-ra’yi, meski di dalamnya terdapat beberapa penafsiran yang menggunakan dalil naqli. (nash al-Quran dan hadis). Di antara referensi tafsirnya adalah, Tafsir al-Mujahid (w. 104 H), Tafsir ‘Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid al-Mu’tazili (w. 144 H), dan Tafsir Abi Bakr al-Mu’tazili (w. 235 H), dan lain-lain.

Penafsiran yang al-Zamakhsyari tempuh dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat, jelas, dan penafsirannya dengan corak lughawi serta i’tizali. Dalam menafsirkan al-Quran, al-Zamakhsyari mengawalinya dengan menyebutkan nama surat, makkiyah dan madaniyah. Kemudian ia menjelaskan makna nama surat menyebutkan keutamaan surat, kemudian memasukkan qira’at, bahasa, nahwu, sharaf dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya (secara tahlili). Lalu ia menafsirkan ayat dengan mengacu pendapat tertentu dan membantah penafsiran yang dia anggapnya tidak tepat.

Ajaran Mu’tazilah dalam Tafsirnya

Di antara ajaran Muktazilah dalam kitab tafsirnya ialah mereka memaknai ayat:

وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Bahwasanya rezeki yang halal itu datangnya dari Allah, adapun rezeki yang didapat dari jalan yang haram itu berasal dari diri manusia sendiri, karena Allah tak mungkin menciptakan keburukan.

Namun Ahlussunnah membantah hipotesa ini dengan ayat:

  {هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ}

Bahwasannya Allah adalah pencipta serta pemberi rezeki dan tidak ada yang lain baik rezeki yang didapati dari jalan halal maupun haram.

Ajaran bahwa keburukan hanya dari manusia dan bukan dari Allah, karena tidak mungkin Allah menciptakan keburukan pada hamba-Nya, padahal bagi Allah menguasai segala sesuatu dan jauh dari kata tidak mungkin.

Mazhab Tafsir Ahlusunnah

Ada banyak sekali contoh kitab tafsir dari mazhab ini, namun ada dua yang akan kita fokuskan yaitu Tafsir al-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir.

1. Tafsir Imam al-Thabari

Tafsir karya Ibnu Jarir al-Thabari, berjudul Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Pengarangnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari yang lahir tahun 224 H di Thabristan. Beliau adalah salah seorang imam kaum muslimin yang menjadi rujukan karena keilmuannya. Dalam bidang tafsir, beliau mendapat gelar sebagai Bapak Tafsir al-Quran, demikian pula di bidang sejarah (tarikh).           

Tafsir Ibnu Jarir adalah tafsir yang paling kokoh dan terkenal, bahkan menjadi rujukan pertama bagi mufasir yang menekuni tafsir bi al-riwayah. Namun, pada saat yang sama, tafsir ini juga merupakan rujukan bagi tafsir ‘aqli karena adanya upaya ijtihad di dalamnya. Para ulama sepakat menilai tinggi kedudukan tafsir Ibnu Jarir ini.

al-Suyuthi menyebutkan bahwa Kitab Tafsir karya al-Thabari adalah kitab tafsir yang paling besar dan paling utama. Sebab, Ibnu Jarir memberikan arahan bagi setiap pendapat, melakukan pentarjihan, menerangkan segi-segi i’rab (kedudukan kata dalam tata bahasa Arab), dan melakukan istinbath (pengambilan hukum dari dalil). al-Imam al-Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa umat ini sepakat bahwa belum ada yang menyusun tafsir sehebat Tafsir karya al-Thabari.

Manhaj yang diikuti Ibnu Jarir dalam tafsirnya ialah, jika hendak menafsirkan ayat, beliau menyebutkan, “Pendapat mengenai takwil firman Allah ‘azza wa jalla ini adalah demikian dan demikian.”

Kemudian, beliau menafsirkan ayat itu dengan berpegang pada pendapat sahabat dan tabi’in dengan sanadnya. Beliau memaparkan sejumlah riwayat mengenai pembahasan ayat, sekaligus membandingkannya satu sama lain dan mentarjih salah satunya.

2. Tafsir Ibnu Katsir

Beliau adalah ‘Imaduddin Abu al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir. Seorang hafiz dan imam kaum muslim. Belajar dari Ibnu Taimiyah dan banyak mengadopsi pemikirannya. Para ulama mengakui keluasan ilmu beliau baik dalam hadis, sejarah dan tafsir.

Kitab beliau al-Bidayah wa al-Nihayah adalah rujukan utama tentang sejarah Islam. Kitab tafsirnya, Tafsir al-Quran al-‘Azhim adalah tafsir yang paling terkenal dari sejumlah kitab tafsir bi al-ma’tsur yang menjadi rujukan. Sebab, Ibnu Katsir sangat menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti tentang sunnah, sejarah orang-orang terdahulu dan yang kemudian. Dalam tafsirnya ini, beliau selalu mencantumkan hadits yang marfu’, mengemukakan perkataan salaf saleh, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in dan imam-imam sesudah mereka yang mumpuni dalam bidang tafsir.

Di antara keistimewaannya ialah beliau sering memperingatkan akan riwayat Israiliyat yang munkar yang ada dalam sejumlah kitab tafsir bi al-ma’tsur. Kadang beliau juga mendiskusikan beberapa pendapat mazhab fikih dengan dalil masing-masing mazhab. Di samping menyandarkan pendapat tentang tafsir yang beliau pilih kepada yang mengucapkannya, beliau juga melakukan kritik terhadap rawi yang menyampaikan. Karena itu, beliau menyatakan sahih yang beliau anggap kuat dan melemahkan yang cacat.

Termasuk keistimewaannya yang menonjol ialah perhatiannya terhadap apa yang terkenal sebagai tafsir al-Quran dengan al-Quran. Selain itu, beliau menjauhi pembahasan tentang i’rab dan ilmu lain yang tidak begitu diperlukan dalam menafsirkan al-Quran.

Tafsir Mazhab Syiah

Syiah adalah kelompok para pengikut yang mencintai Ali dengan fanatik sehingga mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah khalifah pilihan Nabi Muhammad da ia adalah orang yang paling utama (afdhal) di antara para sahabat Nabi lainnya.

Contoh kitab tafsir Syi’ah Maratul Anwar wa Miyskatul Asrar li al-Mawla Abd al-Latif al-Kazarani.

Di antara ajaran Syi’ah dalam tafsirnya, bahwa الأرض/al-ardhu memaknai dengan agama, para imam, Syiah dan hati yang menjadi wadah ilmu.

Sebagaiman ia memaknai lafal أَرْضُ  pada ayat {أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا} dengan makna agama Allah dan kitab-Nya.

Tafsir Bathiniyah

Mereka adalah kelompok yang menolak pengambilan makna al-Quran dengan lafal zahirnya, mereka berpendapat bahwa al-Quran memiliki dua sisi, yaitu makna zahir (lafal pada aslinya) dan makna bathin (makna lain di balik lafal aslinya). Adapun makna yang dimaksudkan al-Quran adalah makna bathin, dengan dalil:

{فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ}

Lalu di antara mereka dipasang dinding (pemisah) yang berpintu. Di sebelah dalam ada rahmat dan di luarnya hanya ada azab. (QS. al-Hadid: 13).

Aspek-aspek ajaran Bathiniyah dalam tafsirnya:

  1. Mereka menafsiri ayat: {وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ} dengan makna “bahwasanya imam Ali ra. mewarisi keilmuan nabi Muhammad Saw.
  2. Memaknai lafal الطهارة /thaharah dengan makna “berlepas dari keyakinan semua mazhab, dengan mengikuti imam Ali ra.”
  3. Memaknai lafal التيمم /tayammum dengan makna “bahwa sebuah hukum suatu perkara baru akan dijatuhkan jika seorang penuntut memberikan bukti kepada imam”.

Mazhab Tafsir Isyari

Tafsir isyari ialah penafsiran yang beranggapan bahwa ayat-ayat al-Quran memiliki isyarat atau tanda, di mana tidak seorangpun mampu mentakwil kecuali orang-orang yang telah diberikan keistimewaan oleh Allah Swt, dengan kebersihan dan kesucian hati mereka.

Perbedaan dari mazhab tafsir isyari/shufiyyah ini dengan bathiniyyah adalah bahwa mazhab isyari tidak menafikan atau mentiadakan makna zahir dari suatu ayat karena lafal makna zahir adalah hal penting untuk mencapai pemahaman yang tersembunyi pada suatu ayat al-Quran. Bagaimanakah seorang bisa menganggap ia telah mencapai rumah, jika ia saja belum melewati pintu, sebuah permisalan yang digunakan untuk membantah mazhab tafsir bathiniyyah. Namun bathiniyyah punya pendapat bahwa lafal zahir bukanlah tujuan yang sebenarnya, namun makna bathinlah yang menjadi tujuan, dalam kata lain kelompok ini akan menafikan syariat Islam.

Wallahu A’lam.

By Mifta Dwi Kardo

Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences.