Tradisi, Diskusi, dan Santri
Tradisi, Diskusi, dan Santri
oleh Muhammad Luthfie
MajalahNabawi.com- Pembelajaran adalah sebuah hak yang wajib dimiliki oleh seluruh santri. Tak hanya mendapatkan pembelajaran di kelas, kerap kali para ustaz mengadakan pembelajaran tambahan di luar kelas guna menambah kualitas bakat dan intelektual santri agar pikiran mereka bebas dan terbuka, juga agar melatih kekompakan para santri.
Tak hanya sampai di situ. Dengan sebuah inisiatif dan ide kreatif, demi menambah wawasan dan ilmu-ilmu baru, tanpa bimbingan dan arahan dari para ustaz di lapangan. Santri mengadakan pembelajaran dengan cara khas mereka sendiri, salah satunya adalah diskusi bersama atau dikenal dengan istilah bermusyawarah.
Sebuah kegiatan yang telah menjadi tradisi turun-temurun sejak dahulu kala. Dijadikan sebagai senjata andalan para cendekiawan muslim dalam membahas dan mencari jalan keluar berbagai macam problematika umat.
Bahtsul Masail Sarana Diskusi
Berdiskusi atau bermusyawarah dapat diartikan dengan berkumpul bersama, bertujuan untuk bertukar pikiran dan mencapai kesepakatan. Di kalangan pondok pesantren, terutama yang berbasis NU tak asing lagi bagi mereka dengan istlah “Bahtsul Masail”, sebuah tradisi yang dibawakan oleh Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai bentuk variasi belajar agar lebih efektif dan memberi kesempatan pada santri untuk berpendapat.
Karena nyatanya santri dalam pembelajaran di kelas kurang berinteraktif, entah karena rasa malu atau hal lain. Bahtsul masail juga memiliki berbagai macam manfaat yang tak pernah mereka dapati di dalam kelas, berupa wawasan baru.
Karena dalam berdiskusi para santri saling bertukar pikiran, tak hanya itu mereka juga dilatih kemampuan berbicara, kemampuan berpikir, dan mental, sehingga mau tidak mau mereka harus saling menerima pendapat. Jalan keluar dari persoalan adalah hasil akhir. Akan tetapi banyak sekali faedah dari proses pemecahan yang bisa dinikmati oleh para santri.
Mudzakarah Diskusi Santri Darus-Sunnah
Di Ponpes Madrasah Darus-Sunnah (MDS), sang pendiri yaitu K.H. Ali Mustafa Ya’qub membuat program diskusi wajib bagi para santri yang ada pada malam hari, dikenal dengan “mudzakarah”. Sebuah program di mana santri dituntut untuk berdiskusi tentang mata pelajaran untuk esok hari. Mendiskusikan sesuatu yang telah dipelajari agar santri lebih aktif bertanya tentang penjelasan yang di berikan oleh ustaz.
Kadang kala para ustaz MDS juga menerapkan metode diskusi di dalam kelas. Dengan harapan santri dapat mengetahui bagaimana menjelaskan dengan cara yang lebih efektif, bagaimana cara menyangkal sebuah kejanggalan pada penjelasan. Dengan pokok pada program ini adalah menjadikan santri sebagai seorang intelek yang berguna bagi masyarakat berasaskan pada visi dan misi MDS yaitu “mengader ulama sejak usia dini”.
Sebagai generasi milenial maka patut bagi seluruh santri Nusantara untuk menjaga tradisi berharga yang telah lama dijaga selama turun-temurun. Sebuah tradisi yang telah lama menjadi kunci kebangkitan dan kesuksesan bangsa dan dunia. Menjaga tradisi sama halnya dengan menghormati para leluhur.
Mereka adalah sumber ilmu semua santri Nusantara, ada sebuah perkataan yang berbunyi: “Seorang pencetus akan selalu menjadi terbaik dari orang yang mengembangkan, sekalipun mereka lebih baik”.