Yakin Mau Menjadi Penghafal Al-Quran?
Majalahnabawi.com – Menjadi seorang penghafal Al-Quran adalah dambaan mayoritas pemeluk agama Islam. Seperti yang diketahui, Al-Quran merupakan pedoman bagi seluruh umat Islam di segala penjuru dunia. Barang siapa yang menghafalnya, maka itu menjadi sebuah prestasi serta pencapaian luar biasa yang dapat dijadikan bekal di dunia dan di akhirat. Tuhan sendiri menjamin kelestariannya, dan seluruh Al-Quran telah ditulis dalam bentuk tulisan selama masa hidup Nabi Muhammad Saw., di atas perkamen dan bahan-bahan lain yang tersedia.
Selain itu, ada puluhan ribu sahabat Nabi yang menghafal seluruh Al-Quran. Nabi sendiri biasa membacanya kepada malaikat Jibril setahun sekali dan dua kali ketika beliau akan meninggal. Khalifah pertama, Abu Bakar, mempercayakan juru tulis Nabi, Zaid bin Tsabit, untuk mengumpulkan dan menyusun seluruh Al-Quran menjadi satu jilid. Jilid ini tetap berada di tangan Abu Bakar hingga wafatnya, kemudian diteruskan kepada Khalifah Umar dan setelahnya kepada Hafshah, istri Nabi. Dari salinan asli inilah, Khalifah Utsman kemudian menyiapkan beberapa salinan lain dan mengirimkannya ke berbagai wilayah Muslim.
Penghafal Al-Quran Tidak Hanya dari Kalangan Umat Islam
Penghafal Al-Quran tidak hanya berasal dari kalangan umat Islam, tetapi juga dari golongan di luar Islam. Di universitas-universitas di Eropa, Al-Quran menjadi salah satu bahan bacaan dalam jurusan Islamic Studies dan studi teologi. Para profesor yang mengajarkan bidang ini kebanyakan adalah non-Muslim, bahkan banyak di antaranya yang ateis. Oleh karena itu, jangan meremehkan mereka dengan menguji hafalan atau menanyakan arti dari ayat-ayat Al-Quran, karena mereka sering kali memiliki pemahaman yang lebih mendalam dibandingkan sebagian ustaz, ahli tafsir, dan ulama di Indonesia.
Salah satu contoh adalah Annemarie Schimmel, seorang warga negara Jerman yang menghafal Al-Quran dan hadis di usia lanjutnya, sekitar 70 tahun. Selain itu, ia juga menguasai 12 bahasa asing dan 20 bahasa daerah. Lebih mencengangkan lagi, ia mempelajari dan menghafal kitab-kitab turats umat Islam seperti Riyadhus Shalihin serta Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Kisah ini dipaparkan oleh Habib Quraisy bin Qosim Baharun. Ketika Habib Quraisy menanyakan agama yang dianutnya, Annemarie menjawab bahwa ia belum memeluk agama apa pun karena belum mendapatkan hidayah dari Tuhan, meskipun saat itu Habib Quraisy melihat jelas kalung salib melingkar di lehernya.
Tidak Semua Penghafal Al-Quran Memahami Isinya
Dari fenomena di atas, dapat dipahami bahwa tidak setiap orang yang menghafal Al-Quran mendapatkan hidayah dari Allah Swt., baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Sebaliknya, ada pula yang mendapatkan pemahaman mendalam meskipun belum menghafalnya. Dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ، أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآنِ، أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ. وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ. كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو، فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا”. (رواه مسلم)
Artinya: “Kesucian adalah separuh dari iman, pujian kepada Allah akan memenuhi timbangan, pujian dan syukur kepada Allah akan memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah hujjah, kesabaran adalah cahaya, dan Al-Quran adalah hujjah untukmu atau menentangmu.” (H.R. Muslim No. 223).
Yang berarti Al-Quran itu bisa menjadi syafa’at di hari akhir nanti ataupun bahkan sebaliknya, karena melihat dari beberapa penghafal Al-Quran, terutama pada era sekarang, tidaklah sedikit dari mereka yang memiliki pemahaman serta kelurusan niat yang ujung perhentiannya tiba pada ingat akan Tuhan. Begitulah yang terjadi di Indonesia, terutama kalangan generasi muda yang menjadi penghafal Al-Quran namun terbawa pula oleh kerasnya ombak kehidupan.
Seperti salah satu contoh putri dari almarhum Prof. Dr. Achmad Mubarok, guru besar pertama Ilmu Psikologi Islam, yang juga dikenal dekat dengan ajaran sufi, Kumaila Hakimah yang menempuh jenjang pendidikan di Pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi dan S1 IAT IIQ Jakarta. Yang mana ia mendapatkan beberapa isu kontroversial dan hingga saat ini pun perilaku serta etika yang terbangun pada dirinya dianggap tidak mencerminkan sebagai pengahafal kitab suci agama Islam tersebut. Sebenarnya hal ini telah disebut dalam kitab-Nya yang berbunyi :
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌۚ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ ٣٢
Artinya : “Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah (dianugerahkannya kitab suci adalah) karunia yang besar”. (QS. Fathir [35] : 32)
Kelalaian Orang Tua terhadap Anak
Banyak orang tua zaman sekarang yang amat bangga dan berharap anak-anak mereka dapat menghafal Al-Quran. Hal ini merupakan harapan mulia, tetapi sayangnya, banyak di antara mereka yang lupa akan tujuan setelah hafalan selesai. Akibatnya, banyak orang tua yang menempatkan anak-anak mereka di rumah tahfiz atau pesantren tahfiz yang kurang memiliki kredibilitas. Akhirnya, anak-anak tersebut hanya sekadar menghafal tanpa memahami isi dan maknanya, sehingga tujuan utama dari menghafal Al-Quran tidak tercapai.
Gus Kautsar Ploso pernah menanggapi hal ini dan mengatakan bahwa hadis yang berbunyi “Sebaik-baik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya” tidak berhenti hanya pada menghafal, tetapi juga mencakup memahami makna dan tafsirnya. Setelah itu, barulah seseorang dapat mengajarkannya kepada orang lain secara terperinci dan jelas.
Kesimpulan
Menjadi penghafal Al-Quran bukanlah suatu kesalahan, tetapi alangkah baiknya jika seseorang juga memahami dan mempelajari setiap ayat di dalamnya agar dapat mengimplementasikan isi kandungan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam memilih tempat untuk menghafal dan mempelajari Al-Quran, hendaknya berhati-hati, karena banyak yayasan rumah tahfiz yang hanya menekankan hafalan tanpa mendalami makna dan isi kandungannya. Jika demikian, maka tujuan utama menghafal Al-Quran tidak akan tercapai dengan sempurna.