Hukum Jual Beli Tiket Menurut Hukum Islam

Majalahnabawi.com – Salah satu dari beberapa fan ilmu yang mengatur hubungan sosial antara sesama mahluk yaitu fikih muamalah. Di dalamnya, terdapat pembahasan tentang bagaimana cara bertransaksi jual-beli ataupun transaksi lain yang berkaitan dengan harta. Seperti contoh, akad sewa, akad hutang, bagi hasil, dan lain-lain.

Di antara syarat dalam transaksi jual beli yaitu benda yang diperjual-belikan merupakan benda yang bernilai. Oleh karena itu, tidak sah menjual benda yang tidak bernilai, seperti contoh satu buah kerikil, kerena menurut pandangan umum benda tersebut tidak bernilai.

Jika kita memahami ketetentuan ini, apakah sah bertransaksi jual-beli tiket? Seperti contoh orang yang harus membeli tiket terlebih dahulu untuk bisa masuk ke tempat rekreasi. Padahal secara sekilas, tiket itu hanyalah sebuah kertas dan terlihat seperti benda yang remeh serta tidak berharga menurut khalayak umum.

Ketika kita memahami realita yang terjadi, jual beli tiket pada umumnya bukan bermaksud untuk membeli tiket itu sendiri, melainkan apa yang terkandung di dalamnya. Jika kita beranggapan yang dibeli itu adalah tiket, jelas benda tersebut tidak bernilai. Hanya selembar kertas yang tidak berharga.

Sewa Menyewa

Sebelum itu, perlu diketahui transaksi jual-beli tiket seperti permasalahan di atas dalam bab muamalah dinamakan akad sewa (ijarah). Di mana orang yang menyewa (musta’jir) memberikan upah/uang kepada pemilik barang (mu’jir) yang dalam ini pengurus tempat rekreasi, sebagai ganti pengambilan manfaat dan penggunaan tempat rekreasi.

Seperti keterangan yang terdapat dalam kitab al-Iqna’ karangan Syekh Muhammad al-Syirbini al-Khatib hal 70:

الْإٍجَارَةُ- اِلَى اَنْ قَالَ -وَشَرْعًا تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ

Artinya: Ijarah secara syara’ adalah memberikan hak kepemilikan manfaat dengan adanya sebuah ganti/upah.

Sedangkan tiket pada transaksi tersebut statusnya sebagai bukti penyerahan manfaat barang sewa. Proses penyerahan seperti ini banyak digambarkan oleh ulama fikih. Salah satunya seperti keterangan yang ditulis oleh Syaikh Zainuddin al-Malibari di dalam kitabnya Fath al-Mu’in:

وَقَبْضُ غَيْرِ مَنْقُوْلٍ مِنْ أَرْضٍ وَدَارٍ وَشَجَرٍ بِتَخْلِيَةٍ لَمُشْتَرٍ بِأَنْ يُمَكِّنَهُ مِنْهُ الْبَائِعُ مَعَ تَسْلِيْمِهِ الْمِفْتَاحَ

Artinya: Bentuk penerimaan barang yang tidak bisa dipindah seperti tanah, rumah dan pohon ialah dengan menyerahkannya kepada pembeli. Seperti halnya penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli bersamaan dengan kuncinya.

Di sana dijelaskan tentang proses jual-beli barang yang tidak bisa dipindah seperti halnya rumah, yang mana penyerahan rumah tersebut bisa dilakukan dengan adanya pemasrahan dari pemilik rumah ditandai dengan memberikan kunci kepada pembeli. Keterangan seperti ini bisa disamakan (mulhaqqan) dengan transaksi jual-beli tiket, yang mana tiket tersebut menjadi bukti adanya akad sewa dan penyerahan manfaat penggunaan tempat rekreasi.

Demikian artikel singkat ini, semoga bisa bermanfaat untuk semua pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk hasil yang lebih baik.

Similar Posts