Majalahnabawi.com – Kodifikasi (pembukuan) hadis-hadis Nabi saw. merupakan tahap yang paling penting dalam sejarah perkembangan hadis. Mengapa demikian? Jawaban mudahnya karena hadis tidak mungkin sampai ke kita tanpa melalui proses kodifikasi.

Kodifikasi Hadis Setelah Abad ke-2 Hijriah?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kodifikasi hadis Nabi Saw. baru terjadi pada abad ke-2 Hijriah. Hadis pertama kali dikodifikasi oleh Imam Ibn Shihab al-Zuhri (w. 124 H). Namun, kenyataan ini sering disalahpahami oleh banyak pihak, bahwa sebelum periode itu hadis hanya dijaga dan diriwayatkan melalui hafalan saja, tidak dengan tulisan. Menurut mereka, hal ini tidaklah aneh, karena pada masa tersebut Rasulullah melarang para sahabat untuk menulis segala hal selain al-Quran.

Persepsi ini terus bertahan sampai abad-abad setelahnya, hingga kemunculan sejarawan al-Khatib al-Bahgdadi (w. 463) pada abad ke-5 Hijriah. Dalam kitabnya Taqyid al-Ilm, ia menjelaskan bahwa proses kodifikasi hadis sudah ada sejak masa sahabat dan tabi’in. Menurutnya, hadis sudah diriwayatkan melalui lembaran-lembaran (shuhuf) yang tertulis pada masa tersebut. Pernyataan ini diperkuat oleh para ulama setelahnya, seperti Abi Thalib al-Makki, Imam al-Dzahabi, al-Hafidz ibn Hajar al-Asqalani dan al-Maqrizi.

Dalam karyanya tersebut, al-Khatib al-Baghdadi mengungkapkan fakta sejarah bahwa usaha kodifikasi hadis sudah dimulai sejak zaman sahabat dan tabiin. Selain itu, ia juga melakukan kaijan terhadap hadis-hadis tentang larangan menulis nabi dan hadis-hadis yang memperbolehkan itu.

Beberapa Alasan Kodifikasi Hadis Telah Ada Sejak Awal

Setelah kajian tersebut, tidak ditemukan hadis shahih terkait pelarangan menulis hadis, kecuali dari Abi Said al-Khudri (w. 64 H) yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 261 H). Menurut al-Khatib, sebab pelarangan menulis hadis disimpulkan dalam beberapa hal berikut:

Pertama, adanya kekhawatiran akan tercampur dengan al-Quran. Nabi memiliki beberapa sekretaris untuk menulis wahyu. Apabila hadis juga ditulis, dikhawatirkan akan bercampur dengan al-Quran yang pada saat itu masih turun. Kedua, agar para sahabat tidak menyibukkan diri terhadap sesuatu selain al-Quran. Ketiga, menjaga kapasitas hafalan sahabat yang sangat kuat. Penulisan hadis hanya akan melemahkan kemampuan mereka, karena akan bergantung pada tulisan. Dalam hal ini Sufyan Tsauri mengatakan: “Seburuk-buruk tempat menitipkan ilmu adalah tulisan”.

Sebab-sebab yang diriwayatkan di atas merupakan faktor keengganan sahabat untuk menulis hadis, bukan semata-mata karena larangan Nabi, sebagaimana hadis yang diriwayat Abu Said al-Khudri. Oleh karenanya, banyak sahabat yang menulis hadis dalam lembaran-lembaran (shahifah), seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Abi Aufa dan lainnya. Lantas apakah sahabat-sahabat ini melanggar perintah Nabi? Tentu saja tidak, karena mereka paham betul mengapa Nabi memerintahkan demikian.

Riwayat Anjuran Menuliskan Hadis

Setelah itu al-Khatib memaparkan beberapa riwayat tentang anjuran menuliskan hadis, di antaranya:

عن أبي هُرَيْرَةَ يَقُولُ (مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ). رواه البخاري

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Tidaklah ada seorang pun dari sahabat Nabi saw. yang lebih banyak hadisnya dibandingkan aku, kecuali Abdullah bin ‘Amr. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak.”

عن ابن عباس قال لما اشتد بالنبي صلى الله عليه وسلم وجعه قَالَ: (ائْتُونِي بِكِتَابٍ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَا تَضِلُّوا بَعْدَهُ). رواه البخاري

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi Saw. bertambah parah sakitnya, beliau bersabda: “Berikan aku surat biar aku tuliskan sesuatu untuk kalian sehingga kalian tidak akan sesat setelahku.”

Dan banyak riwayat lain tentang anjuran nabi kepada para sahabat yang tidak mungkin dimuat dalam tulisan ini seluruhnya. Jadi kesimpulannya, usaha kodifikasi bermula pada zaman sahabat dan tabiin, mengingat ada bebrapa sahabat yang menuliskannya dalam shuhuf. Nabi melarang sahabat untuk menulis selain al-Quran, tidak dapat dilepaskan dari sebab-sebab yang telah disebutkan tadi.

By Afrian Ulu Millah

Mahasanti Darus-Sunnah International Institute of Hadith Sciences