Yang Jauh Diurus, Yang Dekat Ditelantarkan

majalahnabawi.com – Kiai Duladi mempunyai salah satu murid yang sudah merantau ke Jakarta, namanya adalah Udin.

Sepekan sebelum Idulfitri, Udin pulang kampung.

Setelah sampai di kampung, malam harinya setelah shalat Tarawih, Udin menemui Kiai Duladi.

Udin memulai memberikan salam: Assalamu’alaikum Kiai. Apa kabar Kiai??

Kiai Duladi menjawab: Wa’alaikumussalam Udin, Alhamdulillah saya sehat. Kabar kamu gimana? Sudah lama saya tidak bertemu semenjak kamu merantau ke Jakarta.

Udin menanggapi: Alhamdulillah sehat, Kiai. Iya nih Kiai, saya banyak kerjaan di Jakarta, ceramah dan khutbah membludak sebelum Ramadhan dan awal Ramadhan di tempat yang jauh dari rumah saya di Jakarta.

Nasihat Kiai Duladi

Kiai Duladi berkata: Alhamdulillah, ilmu kamu bermanfaat. Oh iya, tapi jangan hanya berdakwah kepada orang-orang yang jauh saja, tapi orang-orang sekitar kamu juga harus diajak menuju Allah. Kamu harus memulai amr ma’ruf nahyi munkar dari keluargamu, lalu tetanggamu. Jangan sampai orang-orang jauh diopeni, sedangkan masyarakat sekitar tidak diajari dan dibimbing.

Fenomena sekarang ya begitu, ada oknum ustaz yang berdakwah di tempat yang jauh, tetapi masyarakat sekitarnya ditelantarkan, tidak diajak dan dibina. Kejauhan ngopinya.

Nabi Muhammad dahulu dakwahnya sembunyi-sembunyi dulu, beliau mengajak keluarganya, lalu orang-orang terdekatnya. Kemudia setelah sudah aman dan banyak pengikutnya, baru Allah perintahkan berdakwah secara terang- terangan.

Nabi naik ke bukit Shafa, menyampaikan kepada keluarga besarnya untuk beriman. Sebagaimana tercantum di dalam hadis riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasai dan al-Darimi:

لَمَّا أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ} [الشعراء: 214] ، قَالَ: أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّفَا، فَصَعِدَ عَلَيْهِ، ثُمَّ نَادَى: “يَا صَبَاحَاهْ” فَاجْتَمَعَ النَّاسُ إِلَيْهِ، بَيْنَ رَجُلٍ يَجِيءُ إِلَيْهِ، وَبَيْنَ رَجُلٍ يَبْعَثُ رَسُولَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا يَا بَنِي، يَا بَنِي . . . أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ، تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، صَدَّقْتُمُونِي؟” قَالُوا: نَعَمْ قَالَ: “فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ” فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ، أَمَا دَعَوْتَنَا إِلا لِهَذَا؟ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ} [المسد: 1]

Udin menanggapi: Enggih siap, Kiai, insya Allah saya akan membimbing keluarga dan masyarakat sekitar juga.

Lalu Udin memberikan bingkisan dari Jakarta untuk Kiai Duladi, dan memohin doa kepadanya, seraya berkata si Udin: Ini ada sedikit bingkisan dari Jakarta, Kiai. Terimakasih atas nasihatnya, dan mohon doain saya, Kiai semoga istikamah dan berkah selalu ilmu dan dakwah saya?

Lalu Kiai Duladi berterimakasih kepada Udin atas pemberian bingkisannya dan mendoakannya.

Similar Posts